22. Declining

12K 2K 442
                                    

TAEYONG MEMANDANGI pantulan dirinya di cermin. Sejenak ia mengingat apa yang telah terjadi dengannya dan Jaehyun semalam. Pun sensasi aneh di balik dadanya yang belum juga hilang.

“Apa kau sudah selesai?”

Lelaki manis itu sedikit tersentak saat pintu kamar sang rekan kerja dibuka dari luar. Dimana Jaehyun tengah berdiri di sana.

“Ya,” jawabnya dengan tenang.

“Ayo ke meja makan. Aku juga sudah selesai membuat sarapan.”

Uhm, aku segera menyusul.”

Sang asisten Nyonya Kwon kembali mengalihkan pandangannya. Berpura-pura merapikan bajunya, padahal penampilannya telah nyaris sempurna.

“Kau mulai bersikap aneh, kubis ungu.”

Taeyong mendengus. Jaehyun nyatanya belum pergi. Bahkan si lelaki berlesung pipi kini telah berdiri tepat di belakangnya.

“Hanya perasaanmu saja,” katanya lalu berbalik, “Ayo. Aku lapar.”

Baru saja Taeyong hendak berjalan melewati sang empu apartemen, namun lengannya tiba-tiba dijegal. Jaehyun menahannya, lalu dengan sigap membalikkan tubuhnya ke arah meja rias. Hingga ia kembali pada posisi semula.

Namun yang membuat Taeyong seketika mematung dan bungkam adalah saat sang rekan kerja memeluk pinggangnya dari belakang. Menjadikan pundaknya sebagai tumpuan dagu lalu bergumam.

“Kau sangat cantik.”

“Huh?”

“Kubilang kau sangat cantik, Lee Taeyong.”

Lelaki manis itu menelan ludah. Mendengar penuturan Jaehyun membuatnya lantas mengingat surat yang disisipkan sang rekan kerja pada mawar pemberiannya beberapa waktu lalu.

Kau selalu cantik, Taeyong.

Jika seperti ini bagaimana ia bisa bersikap biasa saja? Pikirnya.

“Aku tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba memujiku, tapi... Terima kasih?”

Jaehyun terkekeh. Beralih memandangi wajah si lelaki manis di cermin hingga tatapannya dengan Taeyong bertemu.

“Apa masih sakit?”

Pertanyaan asisten Tuan Jung itu lantas membuat wajah Taeyong memerah padam. Ia pun mendesis lalu menepis pelukan Jaehyun.

“Bisakah kita melupakannya?”

“Kenapa?” Jaehyun menyeringai lalu melipat lengan di depan dada, “Apa kau malu?”

“Tidak.”

Taeyong ikut melipat lengan di depan dada. Membalas tatapan menantang Jaehyun hingga keduanya lagi-lagi kembali seperti rival yang ingin mengikuti sebuah pertandingan.

“Aku hanya mengatakan apa yang seharusnya kita lakukan,” si lelaki manis melanjutkan.

“Sekarang aku yang tidak mengerti kenapa kau tiba-tiba serius seperti ini,” Jaehyun menyipitkan mata. “Apa maksudmu, kubis ungu?”

“Aku ingin agar kita tidak perlu lagi mengingat apa yang terjadi semalam,” kata Taeyong.

“Kita... Uhm... Maksudku,” lelaki manis itu melirik ke arah lain, “Kau dan aku hanya melakukan one night stand bukan?”

“Tak lama lagi salah satu di antara kita juga harus resign dari Persona jika terpilih dalam perekrutan direksi,” sambungnya.

“Kita bisa menganggap yang semalam sebagai sebuah perpisahan,” jelasnya lalu memaksakan tawa.

Rivalry | Jaeyong ✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora