16. Wedding

12K 2.1K 1K
                                    

JAEHYUN MENGGENGGAM jemari Taeyong yang justru masih mematung setelah pintu kamarnya terbuka. Ia kemudian menyeret si lelaki manis agar segera masuk ke ruang pribadinya itu tanpa mengucap sepatah kata.

Namun, langkah Jaehyun seketika terhenti saat menyadari bahwa telapak tangan Taeyong terasa seperti bekuan salju. Menoleh ke arah sang rekan kerja, lelaki berlesung pipi itu pun seketika mengulum senyum.

Bukan tanpa sebab. Saat ini wajah Taeyong terlihat sangat tegang bahkan ketakutan. Seperti korban penculikan yang khawatir akan disekap lalu dibunuh dan dijadikan santapan macan.

“Taeyong, apa kau sedang berpikir jika aku akan membunuhmu?”

“Tidak,” Taeyong berdeham lalu menepis tangan sang rekan kerja. “Tapi kenapa kau membawaku ke kamarmu?”

Jaehyun mengangkat pundak, “Karena bagiku, hanya kamarku yang menjadi tempat paling aman dan nyaman di rumah ini.”

Mendengar penuturan si pemuda Jeong membuat bibir Taeyong lantas bungkam. Sementara matanya tak henti-henti mengamati Jaehyun yang kini memilih duduk pada bangku empuk di depan pianonya.

“Kau boleh berbaring bahkan tidur di sana,” kata Jaehyun lalu menunjuk ranjang king size nya dengan dagu. “Aku akan membangunkan mu saat orang-orang di ruang makan tadi telah bersiap-siap ke hotel.”

Taeyong menggeleng, “Tidak, terima kasih. Jam tujuh pagi bukan waktu tidurku.”

“Tapi kau bisa tidur seperti orang mati saat kau sakit.”

“Jangan mengungkitnya lagi, Jaehyun.”

Si lelaki manis menghela napas gusar lalu berjalan ke arah sebuah rak besar di sudut kamar yang tiba-tiba mencuri perhatiannya. Ia lantas menganga saat melihat betapa banyak buku yang disimpan dan terpajang di sana.

Taeyong kemudian mengambil salah satu buku bertuliskan Sobotta Atlas of Human Anatomy. Menyipitkan matanya sejenak lalu menoleh kepada Jaehyun yang juga tengah mengamati gerak-geriknya.

“Apa kau dan Yuno tidur di kamar yang sama?”

“Tidak. Kenapa?”

“Lalu kenapa ada buku kedokteran di kamarmu?” Taeyong mengangkat alis, “Apa ini buku Yuno?”

“Apa kau tidak bisa membaca tulisan di ujung pembatas buku itu?”

“Huh?”

Taeyong bergumam lalu mencari tulisan yang dimaksud Jaehyun pada pembatas buku berbentuk untaian pita itu. Selang beberapa detik kemudian, pupilnya lantas melebar.

Jeong Jaehyun

“Namamu,” kata Taeyong lalu kembali menatap sang rekan kerja. “Apa kau senang membaca buku kedokteran?”

“Tidak juga.”

“Lalu?”

Jaehyun tersenyum, “Apa kau akan percaya jika aku memberitahumu bahwa aku ini lulusan kedokteran?”

Taeyong menjatuhkan rahang hingga mulutnya setengah terbuka. Ia seketika merasa penasaran lalu bergegas menghampiri Jaehyun dan duduk di samping lelaki berlesung pipi itu.

Posisi duduk keduanya berlawanan arah. Jaehyun menghadap ke arah piano, sedangkan Taeyong justru membelakangi alat musik itu. Namun dengan posisi seperti sekarang, Jaehyun dan Taeyong lantas bisa saling menatap wajah satu sama lain dengan leluasa.

“Kau... Serius?” tanya Taeyong sedikit ragu.

Jaehyun mendengus, “Kau tidak percaya.”

“Aku percaya.”

Rivalry | Jaeyong ✓Where stories live. Discover now