12. Reality

11.9K 2K 423
                                    

JAEHYUN MEMERHATIKAN saudara kembarnya yang tengah berkonsentrasi memasukkan jarum infus pada pembuluh darah di punggung tangan Taeyong. Sesekali ia menyeka keringat dingin pada kening si lelaki manis yang entah masih pingsan atau justru tertidur lagi.

Tanpa sadar Jaehyun tiba-tiba mengukir senyum. Mengingat bagaimana Taeyong begitu ketakutan hingga hilang kesadaran membuatnya ingin sekali tertawa namun juga merasa kasihan.

“Tetap awasi tetesan cairan dari kantong infusnya,” kata Yuno setelah selesai memasangkan infus pada Taeyong.

“Aku akan menyimpan kapas, perban dan alkohol. Kau saja yang menutup bekas suntikan nya saat cairan infusnya sudah habis nanti,” Yuno menatap adiknya, “Kau bisa kan?”

“Hm,” balas Jaehyun dengan gumaman.

Yuno tersenyum, “Apa dia kekasihmu?”

“Tidak, kami hanya sama-sama bekerja sebagai asisten dari CEO dan wakil CEO Persona.” jawab si bungsu kembar Jeong.

“Jika bukan karenanya, mungkin kau tidak akan pernah menghubungiku hingga hari pernikahanku.” Yuno berdecak, “Awas saja jika kau tidak datang.”

Jaehyun menghela napas, “Aku tidak bisa,” ia bersandar pada kepala ranjang lalu melipat lengan. “Minggu depan kantorku akan mengadakan gathering untuk karyawan.”

“Apakah bertepatan dengan hari pernikahanku?” tanya Yuno.

“Tidak, tapi tiga hari setelah pernikahanmu. Sedangkan aku harus memantau segala kesiapannya,” jelas Jaehyun.

Yuno lantas melempar adiknya dengan kapas bekas yang tadi ia gunakan untuk mengusap punggung tangan Taeyong dengan cairan alkohol, “Kenapa kau setega ini padaku? Apa sekarang pekerjaan lebih penting dibanding kebahagiaan Ibu dan kakakmu?”

Jaehyun terdiam. Menghela napas panjang lalu melirik Taeyong yang tiba-tiba memanyunkan bibirnya dengan alis yang saling bertautan. Sementara kedua matanya masih terpejam.

“Ibu sangat merindukanmu, Jaehyun. Dia ingin kau datang ke pesta pernikahanku lalu menginap meski hanya sehari saja,” ujar Yuno lalu melirik Taeyong sejenak. “Kau juga bisa mengajaknya untuk datang bersamamu.”

“Maksudmu Taeyong?” lelaki yang lebih muda mendengus, “Sudah kubilang dia bukan kekasihku.”

“Lalu apa salahnya mengajak temanmu?” Yuno menyeringai lalu bangkit dari posisinya hingga ia berdiri di samping ranjang.

“Aku akan memberitahu Ibu bahwa kau bisa datang di hari pernikahanku bersama Taeyong. Anggap saja sebagai bayaran untukku karena aku telah membantumu merawatnya,” tutur si sulung kembar Jeong sebelum berjalan meninggalkan kamar Taeyong.

Jaehyun hanya mampu menghela napas sebelum mengantar sang kakak hingga ke depan pintu apartemen Taeyong. Setelahnya, ia pun kembali memeriksa keadaan si lelaki manis yang nampaknya tertidur nyenyak setelah melewati masa-masa pingsan akibat ketakutan.

“Dasar kubis ungu penakut,” gumam Jaehyun seraya memerhatikan baju kaos sang rekan kerja yang telah basah kuyup akibat keringat. “Ck, benar-benar menyusahkan.”

***

Taeyong terusik ketika gendang telinganya menangkap suara pintu yang ditutup. Perlahan ia membuka mata hingga kedua netra legamnya lantas mendapati Jaehyun tengah berjalan ke arahnya seraya membawa nampan.

“Selamat malam, kubis ungu penakut.” ucap Jaehyun dengan nada mengejek.

Lelaki berlesung pipi itu kemudian duduk di tepi ranjang Taeyong. Ia memandangi rekan kerjanya lekat-lekat seraya tersenyum jenaka. Sementara Taeyong yang telah tahu bahwa hal ini akan terjadi hanya mampu menghela napas pasrah.

Rivalry | Jaeyong ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang