BAB 9

42.8K 4.9K 44
                                    

“Yak, ayunkan seperti itu. Jangan kaku, rilekskan bahumu.” Marquis Durrel menegaskan. Alyena mengayunkan pedang kayunya kesegala arah, udara, tanah dan pohon.

Tangan dan kakinya terasa keram, sudah hampir setengah hari Alyena terus mengayunkan pedangnya, dan Marquis Durrel hanya memberikan lima kali istirahat. Alyena sedikit menyesal meminta Marquis untuk melatihnya.

Dari kejauhan, Eugene memandangi Alyena. Ia tak fokus dengan latihan dan berhasil memacing emosi si pelatih.

“Tuan Eugene, apa yang kau lihat!” Alis pelatihnya lantas bertautan, heran.

“Saya melihat seorang gadis cantik,” Ujar Eugene dengan santainya.

Pelatih itu memijit keningnya pasrah, terdengar pula helaan napas yang membuat Eugene terkekeh.

“Lebih baik kau istirahat,” Suruh pria tersebut. Eugene mengangguk, tak lupa untuk mengatakan terima kasih seraya membungkukkan badannya.

“Ada-ada saja,” Gumam si pelatih yang berjalan menjauh.

Eugene meletakkan pedang besinya di dekat pohon cemara yang tak jauh dari tempat Alyena berada. Sepertinya, Ayena telah selesai latihan, keringat berucuran di seluruh wajahnya.

Alyena menyeka keringat yang turun di pelipisnya. Marquis Durrel mengusap pucuk kepala Alyena dengan senyuman, Alyena terlihat malu merasakan tangan besar Marquis Durrel. Alyena membungkukkan badannya sembari memberikan salam.

Di ekor matanya, Alyena menangkap sosok Eugene yang mendekat kearahnya. Alyena menaruh pedang kayu miliknya di depan pagar pembatas. Alyena mempercepat langkahnya, namun sayang, Eugene menarik tangan mungil Alyena menuju pelukannya.

“Hai, Putri. Kita bertemu lagi,” Sapa Eugene, ramah.

Alyena mendorong tubuh Eugene sekuat tenaga. Bisa gawat, apabila seseorang melihat mereka berdua dalam posisi seperti ini. Tak peduli masih anak kecil atau apapun, rumor pasti akan menyebar cepat seperti virus korona.

Jika kita menutup mulut, hal itu takkan tersebar, dan jika kita membukanya, rumornya akan menyebar dengan cepat.

“Ada apa, tuan Durrel?” Tanya Alyena. Eugene menatap manik ungu Alyena sebentar, sebelum ia mengembangkan senyum buayanya lagi.

“Sa-“

“Jika, tidak ada yang ingin dibicarakan, saya pamit terlebih dahulu. Pelajaran selanjutnya akan segera dimulai.”

Alyena menyela perkataan Eugene dengan cepat. Bocah itu terdiam sejenak lalu tersenyum lagi. Eugene mengangguk paham.

“Jika anda mau, kita bisa minum teh berdua, di rumah kaca. Sore hari ini,” Lanjut Alyena, pergi berjalan meninggalkan Eugene yang sedang tersenyum bahagia.


***


“Daratan Kerajaan Grissham, dulunya hanyalah sebuah daratan yang ditinggali oleh para elf dan peri. Pendiri Kerajaan Grissham atau Raja pertama dari Kerajaan Grissham, membantu salah satu Pangeran bangsa elf. Karena kebaikannya itu, Bangsa elf dan Bangsa Peri memberikan daratan yang luas ini kepada si pemuda itu. Dan, Kerajaan ini akan terus dilindungi, selamanya akan menjadi Kerajaan yang damai dan tentram,” Jelas Tuan George, guru Sejarah pribadi Alyena.

Alyena membaca bukunya lebih teliti lagi, Tuan George meringkas penjelasannya, membuat Alyena harus membaca buku sejarahnya agar lebih mengerti.

Alyena mengangkat tangan kanannya tinggi-tinggi, ia berniat mengajukan pertanyaan. Tuan George mengalihkan fokusnya kepada Alyena, George membenarkan kaca matanya sekali lagi.

“Silahkan, Putri.”

Alyena menurunkan tangannya perlahan.

ASRAR [TERBIT]Where stories live. Discover now