BAB 19

25.1K 3.3K 97
                                    

Kasus keluarga Panthea sudah dilaporkan kepada pihak kerajaan. Dan hari ini, keluarga Panthea sedang melakukan sidang di pengadilan. Banyak orang yang tidak terkejut akan hal ini. Siapa yang tidak tergoda jika ada jalan pintas untuk menjadi kaya.

Ada juga rumor yang beredar bahwa keluarga Panthea merupakan salah satu bangsawan yang menjadi anggota Zotikos.

“Hah, aku tidak menyangka Marquis Panthea melakukan itu.” Eugene menghembuskan napasnya sekali lagi. Alyena menolehkan kepalanya sekali lagi, memandang hamparan bunga.

“Ya,” Balas Alyena singkat, kembali menyesap teh oolongnya.

Ingatan Alyena melayang di saat ia memandangi mayat-mayat waktu itu, mengerikan. Alyena menatap secangkir tehnya yang sudah kosong. Ia kembali teringat akan jarum kecil yang Aaron minta.

Rupanya, jarum itu oleh diselimuti ilmu hitam. Jarum berkarat tersebut menjadi bukti adanya pemakaian ilmu hitam di Grissham.

Eugene mengintip dari sela-sela tangannya dan duduk tegap di kursi. “Kau baik-baik saja?” Tanya Eugene cemas.

Alyena menganggukan kepalanya pelan. Grace datang kemudian ia menuangkan teh dari teko ke cangkir Alyena. Aroma yang menyeruak sangat menyenangkan. Alyena ingin rasanya bertemu dengan Aaron dan meminum teh bersama.

Namun tidak mungkin, saat ini Aaron dengan terpuruk, ia tidak ingin ditemui oleh siapa pun, rasanya sia-sia jika Alyena datang ke kastil Aaron menemuinya.

“Jika kau ingin menemuinya, temui saja.” Alyena terkejut, Eugene seakan membaca pikiran seseorang gadis dengan pertahanan yang hebat sepertimu.

Alyena memutar bola matanya sebal. “Kau mirip beruang,” Gumam Eugene.

Alyena tersentak, walaupun suaranya sangat kecil tetapi ia bisa mendengarnya. Alyena berbalik badan menghadap Eugene. Matanya menatap Eugene dengan dalam. Eugene memundurkan wajahnya, rasa gugup mulai menghampiri.

“Beruang? Apa maksudmu?” Tanya Alyena bertubi-tubi.

“I-itu, aku hanya keceplosan saja! Kata itu ada di kepalaku, jadi aku mengucapkannya saja!”

Alyena menghela nafas tidak peduli. Pikirannya sangat patuh sekarang, tidak baik jika menambah beban pikiran lagi.

Berbeda dengan Eugene pemuda itu berkeringat dingin, rasanya bingung dan takut datang bersamaan.

Mereka berdua terdiam cukup lama, ditemani semilir angin sejuk dan bunga berwarna warni yang sedang menari. Seperti mimpi, jika benar ini mimpi, siapa pun tolong bangunkan dirinya. Ia tidak ingin berlama-lama di dunia ini.

“Alyena, hidungmu!” Salah satu lubang hidung Alyena mengeluarkan cairan berwarna merah kental. Gadis itu menyentuh hidungnya, bukannya panik, ia malah tersenyum.

Grace segera menutup hidung Alyena menggunakan sapu tangan. Pelayan Alyena itu segera menuntun Alyena pergi dari sana, meninggalkan Eugene yang masih terdiam.

“Putri, apakah anda merasa tidak enak badan?” Grace bertanya dengan raut wajah cemas.

“Kepalaku sakit,” Lirih Alyena.

“Anda terlalu banyak pikiran,” kata Grace sambil menggelengkan kepala.

Dua wanita itu telah berada di kamar milik Alyena. Grace merapikan tempat tidur sedangkan Alyena duduk di meja riasnya.

Alyena memandangi darah yang ada di tangannya. Ia kembali teringat pandangan kemarin. “Ugh,” Keluh Alyena. Sekrang ia ingin muntah.

“Grace kau boleh pergi, aku akan istirahat.” Grace mengangguk mendengar penuturan Alyena.

ASRAR [TERBIT]Dove le storie prendono vita. Scoprilo ora