BAB 27

17.4K 2.7K 53
                                    

Di depan layar, Raja Istvan dipandang sebagai Raja yang setia, adil, bijaksana dan baik hati. Ia mencintai istri dan anak-anaknya. Tetapi, bagi Hugo, itu semua hanyalah kebohongan.

Ayahnya, tidak setia sama sekali. Hanya segelintir orang yang tahu kebenaran ini, kebenaran tentang, ibu kandung Hugo.

Raja sebenarnya menikahi dua orang. Orang pertama, mantan Ratu, ibu Hugo. Dan yang kedua, selirnya, Ratu saat ini.

Mantan Ratu tidak boleh terlihat di permukaan, ia selalu bersembunyi di balik dinding istana. Membuat orang-orang berpikir bahwa selir adalah Ratu dan ibu kandung Hugo. Walaupun begitu, mantan Ratu tetap melaksanakan tugasnya sebagai seorang Ratu.

Ayahnya selalu menyiksa si ibu di depan Hugo. Walaupun ibunya sudah meraung-raung minta ampun, ayahnya itu tidak berhenti juga.

Hugo tak tahu harus apa waktu itu, ia hanya ikut menangis.

Tapi ...

Hugo sangat menyayangi ibunya. Hanya sang ibu yang mendukungnya ketika ia dipaksa untuk menjadi sosok pangeran sempurna oleh sang ayah.

Ibunya menjadi tempat Hugo bercerita, berkeluh kesah dan juga menyampaikan kesedihan.

Sayangnya, kebersamaan itu harus hilang. Ibunya tiba-tiba sakit parah. Ayahnya tidak pernah datang menjenguk, membiarkan ibunya kesakitan.

Selir Raja rutin datang mengunjungi ibunya, Hugo kira wanita itu baik. Tapi ia salah.

Selir itu, selir itu yang membunuh ibunya. Tetapi tidak ada yang mempercayai ucapan bocah berumur sembilan tahun.

Semua orang meninggalkannya. Semua menjadi hampa.

Lama-kelamaan, Hugo memupuk dendam dalam dirinya. Setiap kali ia melihat selir itu dengan ayahnya, ia ingin membunuh mereka. Mencabik-cabik tubuhnya hingga tak tersisa.

Waktu yang Hugo tunggu telah tiba, ia akan mengungkapkan segala kebusukan dua orang itu.

"Ini ... "

Raja Davian mengetuk meja, membuat suatu irama tersendiri. Ada banyak kertas berserakan di ruangannya. Ruang kerjanya itu sudah seperti kapal pecah.

"Bagaimana bisa?" Hugo meremas sebuah kertas dengan tatapan tak percaya.

"Tentu saja bisa, setelah kematian wanita itu, aku selalu curiga. Pada akhirnya, aku melakukan penyelidikan. Dan selama hampir sepuluh tahun mencari tahu kebenaran. Itulah hasilnya." Mata Davian mencuri pandang akan reaksi Hugo.

Hugo menggeram tertahan. Ia menggigit bibir bawahnya dengan sangat kuat. Matanya melotot seperti ingin keluar. Kertas itu pun hampir robek karena tarikan Hugo.

"Bawa saja berkas itu," Ujar Raja Davian.

"Apakah hanya ini saja buktinya?"

Raja Davian menggelengkan kepalanya, tersenyum menyeringai. "Tentu saja tidak. Sebuah kertas tidak akan cukup tanpa material, bukan?"

Kedua mata merah menyala itu saling bersitatap. Menciptakan suasana menyeramkan di sekitar mereka.

"Ada seseorang yang menyimpan batu kuarsa milik ibumu. Aku akan mencari orang itu."

"Batu kuarsa?" Tanya Hugo dengan raut wajah bingung.

"Batu kuarsa, batu yang diisi mana oleh para penyihir. Biasanya digunakan untuk menyimpan memori, kalau kata mereka ... merekam."

"Ibumu punya batu itu, dan menaruhnya di kamar. Jadi, batu itu merekam semua kejadiannya," Lanjut Davian.

"Dimana orang yang membawa batu itu?" Hugo bertanya sembari melipat kertas tadi.

ASRAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang