BAB 20

23.8K 3.3K 160
                                    

Di dalam ruangan yang sunyi, Hugo tengah membaca bukunya dengan tenang. Bunyi jarum jam yang saling bersahutan sama sekali tidak mengganggu kegiatannya.

Hugo membalik halaman selanjutnya, membaca dan menelaah dengan cermat. Asisten pribadinya, Theo, setia menunggu Hugo di sebelahnya.

Setelah kejadian kemarin, Hugo benar-benar marah kepada Alyena. Ia mengurung Aaron di menaranya sendiri, menempatkan banyak pengawal untuk menjaga menara itu. Sedangkan Alyena sendiri ia di tempatkan di sebuah mansion.

Hugo menggerang kesakitan, ia merasa sakit kepala. Pandangannya juga kabur, seperti ada sebuah asap hitam yang menutupi.

Hugo memegang kepalanya sendiri. Theo yang sadar akan kelakuan aneh tuannya itu segera mendekati Hugo.

"Yang Mulia?"

Hugo tersentak, ia mendongakkan kepalanya. Rasa sakit tadi sudah hilang, namun kini tubuhnya merinding. Hugo menolehkan kepala ke kanan dank e kiri dengan waspada.

"Kau merasakannya juga?" Tanya Hugo kepada Theo.

Karena tidak mengerti apa maksud pertanyaan Hugo, Theo hanya mengiyakan saja.

"Ya, Yang Mulia," Jawab Theo dengan sopan.

Hugo terkejut bukan main, matanya terbelalak kaget. Theo bisa merasakannya juga? Aura tidak mengenakan saja itu jelas-jelas berasal dari ilmu hitam. Hugo yakin seseorang sedang memakai ilmu hitam saat ini.

Apakah Theo memiliki elemen yang sama seperti dirinya?

"Theo, apa elemenmu?"

"Air, Yang Mulia," Balas Theo tanpa ragu.

Hugo semakin keheranan, ia menatap bukunya dengan mata yang terbelalak. Mencoba untuk menelaah apa yang baru saja terjadi.

"Ah, Yang mulia. Anda harus menandatangani surat pembangunan jembatan di Desa Damkan. Dananya sudah terkumpul, kebanyakan dana berasal dari Grand Duke Caldwell." Theo memberikan sebuah berkas yang berisikan kertas dengan tulisan tangan.

Hugo membaca kertas-kertas itu sekilas dan segera menandatanganinya. "Mulai pembangunannya lusa," Perintah Hugo.

Theo mengangguk, mengambil berkas itu kemudian menyembunyikannya dibalik jas yang ia pakai.

Hugo menghela nafas. "Sesuatu yang buruk akan menanti kita semua," Gumam Hugo.


***


Alyena duduk sambil memangku buku jurnal miliknya. Menatap sekeliling dengan tenang.

Mansion ini masih berada di lingkungan istana, namun terletak paling pojok, mendekati hutan. Ini merupakan mansion yang biasanya Ratu Yvonne kunjungi untuk sekedar beristirahat.

Rumah yang cukup besar, dengan taman dan air mancur sendiri di halaman belakangnya.

Di sini juga sempat dipakai untuk tempat tinggal para selir, namun setelah pembantaian habis-habisan dulu, rumah ini terbengkalai.

"Sayang sekali," Gumam Alyena. Ia menoleh ke jendela, tepat di samping rumah ini terdapat hutan. Ada rumor yang mengatakan bahwa sesosok makhluk seperti bayangan bersemayam di hutan tersebut, itulah mengapa banyak orang yang tak kembali ketika datang ke hutan.

ASRAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang