BAB 10

34.2K 4.7K 101
                                    

Until recently, the song was known as The Queen,” Ucap Alyena dengan suara yang lantang. Alyena menutup buku besampul biru tersebut, menaruhnya di tumpukan buku yang lain. Tuan Lion, guru musik dan ekonomi sekaligus tata krama Alyena, bertepuk tangan dengan bangga.

Hugo yang duduk di sebelah Alyena menurukan bukunya, menatap Alyena dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Saya tidak menyangka, Putri sangat fasih dalam berbahasa suci,” Ucap Tuan Lion, antusias.

Alyena berdehem, membenarkan posisi duduknya yang kurang nyaman akibat gaun besarnya itu. Hugo mencuri pandang kepada Alyena, ia ingin bertanya, bagaimana Alyena bisa berbahasa suci lebih baik dari pada dirinya dan ibunya sendiri.

“Ini adalah kabar bahagia, calon Ratu Kerajaan ini sangat jenius!” Tuan Lion cekikikan. 

“Saya akan memberitahukan hal ini kepada, Yang Mulia Ratu,” Lanjutnya.

“Baiklah, Putri terima kasih atas hari ini. Senang bisa mengajar anda.” Tuan Lion pergi meninggalkan perpustakaan begitu saja dengan senyum yang tak luntur dari wajahnya. Alyena mengangguk kecil, dengan mata yang masih terfokus ke buku di depannya.

“Apakah dia menyebalkan?” Tanya Hugo kepada Alyena. Alyena menggelengkan kepala, ia menghela napas seraya menyenderkan pinggangnya di kursi.

Sudah hampir dua bulan Alyena tinggal di Istana Dahlia. Alyena mulai terbiasa dengan kesehariannya disini, tinggal di Istana Dahlia juga membuat Alyena menjadi lebih tegas dan percaya diri, sifat yang tidak dimiliki oleh Agatha dulu.

Pelatihan Alyena juga semkin ketat, banyak yang ia tidak boleh lakukan, contohnya tidak boleh bergumam saat sedang berbicara dengan seseorang, sedangkan bergumam adalah salah satu kebiasaan Agatha. Alyena juga tidak boleh keluar istana sampai waktunya ia debut. Hal itu membuat Alyena sedikit frustasi, ia akan selalu tinggal di Istana ini dengan penjagaan yang ketat serta peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar.  

Selama dua bulan ini, Alyena tidak pernah lagi bertemu dengan Aaron, padahal Alyena sangat ingin mengobrol dengan Aaron. Alyena tak terlalu mempermasalahkannya, ada Eugene sebagai tempatnya mengobrol. Saat bersama Hugo, mereka berdua melakukan banyak hal, salah satunya minum teh di sore hari.

Ada satu hal yang membuat Alyena sedikit terkejut, Hugo telah membersihkan atau membuang seluruh bunga Camelia yang menghiasi hampir seluru penjuru Istana. Dan menggantinya dengan bunga Daisy.

Alyena menoleh kekanan, manik Lavendernya tertuju pada sebuah foto besar yang tergantung di dinding emas. Bingkai dengan bentuk yang cantik, dengan bingkai emas yang menambah kecantikan foto itu.

Semuanya emas. Alyena menatap wanita yang ada di dalam foto itu, tampang wajahnya sangat cantik, rambutnya berwarna emas terang dan bersinar, bisa-bisa membuat seseorang sakit mata melihat rambutnya secara langsung.

Manik hijau seperti batu Zamrud yang dipoles dengan sangat baik. Hidungnya mancung sempurna ditambah dengan bibir merah tebal yang samar-samar terlihat tersenyum tipis. Wanita itu tdak bisa disamakan dengan siapapun termasuk, Alyena sendiri.

“Kenapa aku, merasa déjà vu?” Gumam Alyena yang tak di dengar oleh Hugo.

“Bukankah dia sangat cantik?” Alyena yang hendak mengambil bukunya, hampir terjatuh mendengar pertanyaan Hugo. Alyena menolehkan kepalanya, mendapati Hugo sedang memandangi potret besar itu dengan seksama.

ASRAR [TERBIT]Where stories live. Discover now