BAB 16

28K 4K 86
                                    

Hugo yang masih dikerumuni oleh para gadis terus menggelengkan kepalanya. Ia bahkan tidak menghiraukan suara bising yang ada di sekitarnya.

Dari kejauhan mata Hugo menangkap sosok berjubah putih di balik pilar besar. Matanya menyipit, mencoba untuk memperjelas pandangan. Dengan cepat Hugo meninggalkan kerumunan para gadis, ia bergegas mendekati sosok yang ada dibalik pilar besar.

Sadar bahwa Hugo menyadari keberadaannya, sosok itu menghilang dengan sekejap mata. Hugo terkejut, ia menoleh kearah kanan dan kiri mencari sosok yang dilihat tadi. Hugo segera memanggil pengawal istana, ia memerintahkan para pengawal untuk segera menemukan orang yang mencurigakan itu.

Para pengawal pun segera melaksanakan perintah dari Pangeran. Tak lama kemudian Hugo merasakan aura tidak mengenakan dari segala arah, Hugo mencium bau aneh dari bawah lantai dansa.

Ternyata itu adalah bau bubuk mesiu, lebih tepatnya bahan peledak. Dengan panik ia segera memerintahkan seluruh orang yang berada di dalam untuk keluar dari istana.

Orang-orang kebingungan dengan Hugo yang seolah-olah mengusir mereka. Ada beberapa bangsawan yang tak terima, sehingga mereka hanya berdiam diri ketika para pengawal menyuruh mereka untuk keluar.

“Yang mulia, ada apa-“ Sebelum pria itu menyelesaikan kalimatnya. Aula istana seketika meledak. Suara ledakan yang begitu kuat bersamaan dengan hancurnya aula istana membuat orang-orang panik dan berhamburan keluar istana.

Debu bertebaran dimana-mana. Serpihan lantai yang pecah dapat terlihat disekitar Hugo. Pemuda itu terbatuk-batuk, sekujur tubuh nya dipenuhi dengan tanah dan darah.

Hugo mencoba untuk bangun perlahan, tetapi kedua kakinya terasa sangat sakit.

“Kepalaku,” Gumam Hugo. Darah mengalir disela-sela rambutnya yang berantakan.

“Yang Mulia!” Dari kejauhan terdengar suara teriakan seorang gadis. Gadis itu berlari sambil mengangkat gaun berwarna pinknya. Dengan raut wajah yang kahwatir, ia mendekati Hugo yang tersungkur diantara reruntuhan.

Dengan tubuh kecilnya, ia mencoba memapah Hugo.

“Ugh.” Dengan bersusah payah, gadis itu mencoba untuk membawa Hugo keluar dari aula istana yang sudah tak berbentuk.


***


Berita tentang ledakan yang terjadi di istana menyebar dengan begitu luas dalam semalam. Dikabarkan ada banyak korban akibat peristiwa semalam. Para bangsawan dan rakyat biasa bergidik ngeri kala mendengar cerita tersebut.

Banyak juga orang yang merasa kasihan dengan Hugo dan Alyena. Hari besar mereka hancur begitu saja. Banyak yang mengatakan bahwa ledakan itu juga hanyalah ketidak sengajaan.

Ada pula yang mengatakan bahwa seseorang melakukan ledakan itu untuk membunuh para bangsawan dan juga keluarga kerajaan. Para bangsawan mulai menuduh rakyat jelata dan mengatakan bahwa merekalah yang meledakan istana.

Selain itu, ada berita yang mengatakan bahwa seorang gadis menyelamatkan Pangeran Hugo. Bangsawan sedikit tidak percaya saat tahu Sophia yang menyelamatkan Hugo malam itu.

Dan hari ini, Sophia serta ayahnya dipanggil ke istana untuk mendapatkan hadiah terima kasih.

Di sebuah ruangan ruangan besar dengan meja yang panjang. Terdapat beberapa orang yang tengah duduk di kursi yang sudah disediakan. Tiga laki-laki dan tiga orang perempuan yang tak lain adalah Raja, Ratu, Hugo, Alyena, Baron mislav dan juga Sophia.

Fisik Hugo terlihat sangat sehat, tidak ada goresan sedikit pun. Seolah-olah ia sudah sembuh dalam sesaat atau bahkan ia tidak cedera sama sekali.

Alyena? Gadis itu sendiri tidak tahu mengapa ia berada di ruangan itu. Tatapannya hanya tertuju kedepan dengan senyum kecil yang elegan.

Sophia, si pemeran utama. Sophia duduk dengan malu-malu. Sesekali ia akan menggerakan kakinya dan melirik Hugo kemudian kembali menunduk dengan wajah yang memerah.

Akhirnya Alyena bertemu dengan Sophia lagi. Sungguh, visual Sophia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan wajah Alyena. Bahkan penampilannya pun sangat norak. Pita yang ada di rambutnya sangat besar melebihi kepalanya.

“Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk datang. Baron.” Raja membuka suara sambil tersenyum.

“T-tidak yang mulia, saya merasa sangat terhormat karena anda telah mengundang saya untuk datang ke istana yang sangat bersejarah ini,” Balas Baron Mislav.

Alyena mulai menilai penampillan dari pria tua itu. Sama seperti putrinya, tidak beda jauh.

“Saya juga sangat berterima kasih kepada nona Sophia karena telah menyelamatkan Hugo dari peristiwa yang sangat mengerikan itu,” Ucap Raja dengan dramatis.

“S-s-saya tidak masalah Yang Mulia, itu merupakan k-kewajiban saya.”  Sophia berucap dengan malu-malu.

Alyena merasa kesakitan menahan tawanya, apa maksud dari perkataan gadis itu, kewajiban? Yang benar saja.

“Kalau begitu, sebagai bentuk terima kasih, saya akan mengabulkan satu permintaanmu, nona.”

Dengan antusias Sophia mengangkat kepalanya, matanya berbinar penuh harapan. Baron Mislav gelagapan melihat tiangkah Sophia yang dengan beraninya menatap mata Raja.

“Benarkah Yang Mulia?” Tanya Sophia.

“Ya tentu saja, gadis muda.”

Tanpa berpikir dua kali dengan percaya dirinya Sophia berkata, “Saya ingin bertunangan dengan Putra Mahkota!”

Terdengar suara terkejut dari Ratu dan para pelayan yang berada di ruangan itu. Bahkan Raja pun ikut terkejut dengan permintaan Sophia yang terkesan tidak tahu diri.

Hugo pun menatap tajam Sophia, bagaimana bisa ia mengatakan itu didepan tunangan resmi Putra Mahkota.

“Sepertinya anda tidak datang dipesta kemarin, nona,” Celetuk Alyena di sela-sela keheningan yang melanda.

Sophia terpatung, tubuhnya bergetar setelah mendengar ucapan Alyena.

“A-apakah p-p-perkataan hiks saya s-salah?”

Mata gadis itu mulai berembun dan buram karen air mata. Rasanya Alyena ingin tertawa kencang, tetapi ia tidak ingin menghancurkan citranya.

“Lancang sekali,” Ujar Ratu dari balik kipas tangannya. Ratu menatap sinis Sophia bisa-bisanya ia berada di satu tempat yang sama dengan gadis seperti itu.

“Tunangan saya itu hanya satu, Alyena.”

Perkataan Hugo benar-benar membuat Sophia terkejut. Dengan tidak sopannya, gadis itu berlari menuju pintu kemudian keluar dari sana sambil menangis tersedu-sedu.

Baron Mislav beberapakali berteriak memanggil nama putrinya. Pria tua itu mengusap wajahnya kasar karena malu.

“Maafkan kelakuan putri saya, Yang Mulia. Saya harus mendidiknya dengan lebih keras.” Baron Mislav membungkuk sembari meminta maaf.

“Kenapa tidak sedari dulu?” Tanya Raja. Baron itu menggertakkan gigi, ia tahu bahwa Raja sedanh mengejeknya.

“Maafkan saya, Yang Mulia. Saya undur diri.” Setelah mengatakan itu, Baron Mislav pergi dari hadapan mereka.

Alyena terkekeh kecil, rasanya sangat menyenangkan melihat drama ini.

ASRAR [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang