Part 39 - Tukang Drama

520 78 10
                                    

Setelah menyanyikan dua lagu dan bincang-bincang singkat dengan pembawa acara, Mi Ho berjalan menuju belakang panggung. Suasana yang cukup pikuk dan cukup berantakan di belakang panggung merupakan pemandangan yang biasa baginya. Saat awal-awal memulai karir, Mi Ho belum memiliki keistimewaan diberi ruang sendiri. Namun sekarang dia sudah menjadi bintang besar, di mana pun dia diundang untuk mengisi acara, pasti akan ada ruang untuknya untuk bersiap-siap atau beristirahat.

Mi Ho berjalan menuju ruangan dengan namanya dicetak di kertas putih dan ditempel di depan pintu. Dia mengambil ponselnya yang memang diletakkan di sana oleh staffnya. Dengan cepat Mi Ho menggeser-geser layar ponsel dan menelpon Mi Ra. Dia sangat bersemangat pagi ini saat Mi Ra kembali mengiriminya pesan doa seperti dulu. Sudah lumayan lama dia tidak menerimanya karena itu menerima pesan serupa pagi tadi benar-benar menimbulkan rasa bahagia tersendiri bagi Mi Ho.

Entah sudah berapa kali nada sambung terdengar tapi Mi Ra tidak kunjung menjawab telponnya. Harusnya belum terlalu malam saat ini di Indonesia. Perbedaan waktunya hanya satu jam. Mi Ho sudah mencari tahu sebelum Mi Ra berangkat pulang. Setelah mencoba beberapa saat, Mi Ho pun berhenti dan dahinya mulai berkerut.

Sepulang dari mengisi acara di Gocheok Sky Dome, Mi Ho sengaja mengajak Won Shik, Mi Sun, Hae Won, dan Dae Hun untuk makan malam walaupun saat itu sudah cukup larut. Mereka menikmati beef bulgogi di kawasan Itaewon. Di tempat makan tersebut, Mi Ho kembali menghubungi Mi Ra tapi tetap tidak ada jawaban. Dia sengaja mengajak yang lain keluar karena jika di rumah sendirian, Mi Ho bisa-bisa langsung berangkat ke Bandara.

Menjelang jam satu malam, mereka semua beranjak dan saling berpamitan pulang. "Hyung, aku menginap di tempatmu ya?" kata Mi Ho pada Won Shik yang berjalan paling depan.

Won Shik tidak langsung menjawab. Dia menoleh ke arah Mi Ho dengan tatapan heran. "Apa kau yakin? Tempatku tidak senyaman rumahmu."

"Tidak masalah. Toh aku juga sudah pernah menginap di sana," jawab Mi Ho singkat dengan masih banyak sekali pikiran memenuhi kepalanya. Dia sedikit marah pada gadis itu kenapa dari tadi tidak mengangkat telponnya. Sesibuk apa dia jika dibandingkan dengan dirinya.

*

Mi Ho terbangun dengan berbagai mimpi aneh. Dia melihat jam dinding dan benda bulat besar itu menunjukkan pukul empat pagi. Itu berarti dia baru tidur dua jam. Kembali dia meraih ponsel yang diletakkan di night stand tepat di samping tempat tidurnya. Tidak ada panggilan masuk atau pesan baru dari Mi Ra.

Jam empat pagi disini berarti jam tiga pagi di sana. Kali ini dahi Mi Ho semakin berkerut saat mendapati mesin otomatis yang malah menjawabnya. "Nomor telepon yang Anda hubungi sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan area."

Mi Ho melempar ponselnya dan menyisir rambutnya dengan kasar. Saat dia benar-benar merindukan gadis itu, bisa-bisanya dia lupa memberi kabar pada Mi Ho dan bahkan tidak menjawab telpon atau menelponnya balik.

*

Dengan luka gores di lengan dan kaki telanjang, Mi Ra terus berjalan menyusuri trotoar yang pagi itu terasa sangat dingin. Bayangan kejadian semalam masih terus berputar di kepalanya. Setelah Mi Ra berkata dengan sangat lantang dan keras bahwa dia tidak pernah diberitahu tentang rencana perjodohan tersebut dan mengatakan tidak setuju dengan semua itu kepada Dimas, laki-laki yang hendak dijodohkan dengannya, dan pak Angga, ayah Dimas, Mi Ra berakhir mendapat tatapan mematikan dari paman dan bibinya.

Semalam pamannya berulang kali meminta maaf pada Pak Angga, beralasan bahwa Mi Ra baru pulang dari Korea sehingga mereka belum sempat memberitahunya. Pamannya bahkan menambahkan bahwa rencana seperti ini sudah pernah mereka bicarakan dulu dan Mi Ra mengatakan akan setuju dengan siapa pun calon yang akan dipilihkan oleh paman dan bibinya.

a Fan, an Enemy, but Then a Lover [COMPLETED]Where stories live. Discover now