Part 25 - Semakin Yakin

619 106 4
                                    

Setelah beberapa menit, Mi Ho berusaha menahan rasa sakit akibat gosokan di punggung. Mi Ra sepertinya menikmati menit-menit dia bisa menyiksa dirinya. Setelah berkata "selesai," dengan sangat mantap, Mi Ra keluar dari kamar tanpa berkata apa-apa lagi atau melihat ke arah Mi Ho, gadis itu pergi dengan cepat meninggalkan kamar tidurnya.

Mi Ho yang penasaran dengan apa yang tadi di perbuat Mi Ra, beranjak dari duduknya dan menghampiri kaca seluruh badan di kamarnya. Dia masih bertelanjang dada dan saat menolehkan kepalanya ke belakang untuk bisa melihat bagian belakang badannya, mata Mi Ho terbelalak.

Punggung putihnya sekarang nampak sangat mengerikan. Bercak dengan warna merah darah pekat memenuhi punggung putihnya. "APA YANG DIA LAKUKAN!!!!"

Tanpa berniat mengenakan kembali kaosnya, Mi Ho berjalan dengan cepat ke kamar Mi Ra. Dia kemudian mengetuk pintunya dengan sangat tidak sabaran.

"Appp ... astaga ...," kata Mi Ra yang langsung kaget ketika membuka pintu dan yang ada di hadapannya adalah dada polos Mi Ho.

"Ada apa?!" tanya Mi Ra sambil mengalihkan matanya ke arah lain.

"APA YANG KAU LAKUKAN! APA KAU SADAR PUNGGUNGKU SEKARANG BERDARAH-DARAH!"

Mi Ra memutar matanya dan dengan malas, dia menjawab, "Kau tidak berdarah, jangan ketakutan seperti itu. Karena tadi aku menggosoknya makanya jadi merah. Tapi kau sudah merasa enakan kan?"

"Awas saja kalau terjadi apa-apa padaku malam ini," kata Mi Ho dan dia pergi dengan ekspresi marah dan tidak puas. Sejujurnya dia merasa lebih enak walaupun dia tadi tidak sedang sakit. Tapi tetap saja, Mi Ho masih ngeri melihatnya punggungnya tadi.

Siang itu hujan turun walau langit masih terlihat sangat cerah. Suasananya benar-benar menenangkan, sangat cocok unuk dirinya yang memang harus beristirahat seharian ini. Setelah hampir setengah hari menghabiskan waktu di kamar dengan belajar dan tidur, Mi Ho baru keluar dari tempat paling pribadinya itu ketika hampir sore.

Terbangun dari tidur membuatnya lapar. Sebelum turun ke dapur, Mi Ho berhenti di depan kamar Mi Ra dan mengetuk sambil memanggil namanya beberapa kali namun tidak ada jawaban.

Mi Ho turun dan menyusuri lantai satu namun dia masih belum menemukan Mi Ra. Mi Ho pun kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel yang tergeletak di atas ranjang.

Mi Ho memencet tombol panggil. "Kau di mana?" sambar Mi Ho saat gadis itu menerima panggilannya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Mi Ra yang mengabaikan pertanyaannya tadi.

"Aku baik-baik saja. Kau di mana?" ulang Mi Ho.

"Ahh ... syukurlah. Maaf aku tidak pamit. Aku tadi memanggilmu beberapa kali di depan pintu tapi sepertinya kau sedang tidur karena cukup lama tidak ada jawaban. Aku juga tidak ingin mengganggumu. Aku sedang di dalam bus sekarang. Kak Justin tadi menelponku. Dia tidak terdengar baik. Aku merasa bersalah karena membatalkan janji kita."

"Kau sekarang menemuinya?" tanya Mi Ho rahangnya mengeras tanpa dia sadari.

"He em. Aku pergi ke apartemen yang dia sewa. Lusa dia sudah pulang jadi seharusnya aku menemuinya dulu walaupun hanya sebentar. Aku tidak tahu pulang jam berapa jadi kalau kau menungguku untuk makan malam bersama, kau duluan saja."

"Apartemennya masih sama seperti yang dulu?" tanya Mi Ho dengan penuh penekanan.

"Iya masih. Mi Ho aku turun dulu. Aku tutup ya. Agak sulit membawa kue ini dan payung sambil memegang telpon," kata Mi Ra. "Samchon iliwa," Mi Ho bisa mendengar Mi Ra sedang berkata dengan sopir bus dan tepat saat itu panggilan telponnya mati.

a Fan, an Enemy, but Then a Lover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang