Part 43 - Tidak Lagi Sendirian

681 97 19
                                    

Mi Ra menatap dengan tajam ke arah Mi Ho yang juga sedang menatap balik dirinya dengan segala ekspresi yang tidak bisa dijelaskan oleh gadis itu. Saat ini Mi Ra berada di dalam kamar tidur yang cukup luas bernuansa biru gelap dan emas. Tempat tidurnyalah mungkin yang membuat ruangan ini terlihat lebih berkelas dengan canopy berkilau berwarna emas. Belum lagi lantai kayu yang berhasil membuat ruangan ini terasa hangat.

Selain itu, kamar mandi yang ukurannya bahkan lebih besar daripada apartemennya di  Seoul membuat Mi Ra merasa dia benar-benar tidak sedang berada di dunianya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selain itu, kamar mandi yang ukurannya bahkan lebih besar daripada apartemennya di Seoul membuat Mi Ra merasa dia benar-benar tidak sedang berada di dunianya. Myung Hee dan Mi Ho jelas memiliki selera akan kemewahan yang hampir sama. Tapi bukan itu yang sedang menganggu pikiran Mi Ra. Kenyataan bahwa Ibu Mi Ho meminta mereka tinggal di satu kamar lah yang membuatnya ingin menutup muka dengan paper bag.

"Apa?" tanya Mi Ho pura-pura tidak mengerti, kemudian mengalihkan pandangan matanya dan beralih ke ransel yang tergeletak di karpet biru gelap yang ditempatkan di atas lantai kayu berkilau. Tidak ada kata selain malu yang dirasakan Mi Ra saat ini dan dia tidak perlu mengatakannya karena tahu bahwa Mi Ho juga pasti sudah paham. Jadi dia hanya duduk di sofa single di dekat pintu dengan tangan disilangkan di depan dada dan punggung tegak.

Mi Ra mengamati Mi Ho yang saat ini sedang membongkar isi di dalam ranselnya. Pria itu bergerak dengan kikuk, kemudian menegakkan badannya dan kembali menatap Mi Ra. "Kau ...," tanya Mi Ho dengan ragu. "Mau mandi dulu atau aku?"

"Astaga .... ," sungut Mi Ra. "Apa kau bahkan harus mengatakan hal seperti itu di saat seperti ini?" ringis Mi Ra merasa sudah tidak sanggup lagi dan dia pun berdiri hendak keluar dari kamar. Namun secepat kilat Mi Ho berlari ke arahnya dan berdiri tepat di depan pintu untuk menghalang gadis itu membuka pintu dan keluar dari situ.

"Apa salahku? Kita baru saja bepergian jauh jadi kita perlu mandi," kilah Mi Ho. "Aku akan mandi setelah itu kau perlu membersihkan diri juga. Setelahnya kita berdua perlu beristirahat. Apa aku sudah membuatnya jelas?" usul Mi Ho dengan sangat hati-hati, tidak ingin Mi Ra terpancing emosi lagi.

Mi Ra menyerah dan berjalan ke arah tempat tidur dan duduk di atasnya. Untuk sepersekian detik, alisnya terangkat merasa cukup kaget dengan nyamannya kasur tersebut. Jika kondisinya berbeda, Mi Ra mungkin sudah mengoceh panjang tentang kasur itu dan berguling-guling dengan bahagia di atasnya. Sayangnya hal tersebut akan membuatnya semakin terlihat tidak tahu malu.

"Aku sangat malu sampai Ibumu meminta kita berada di satu kamar," lirih Mi Ra. "Dia pikir sudah sejauh apa hubungan kita?"

Mi Ho mendekati Mi Ra dan duduk di sampingnya. "Jangan berpikir bahwa Ibuku tidak menghargaimu. Dia tidak ingin kehilanganmu. Sebenarnya dia sudah tahu tentangmu," terang Mi Ho. Dahi Mi Ra berkerut tidak mengerti hingga Mi Ho melanjutkan.

"Kalau saja bukan karena aku yang menghentikannya, mungkin Ibuku sudah menemukanmu lebih dulu. Dia tentu tahu tentang pesan-pesan yang kau kirim. Dia bersikeras ingin mencari tahu tentang siapa yang mengirimkan pesan tersebut. Aku selalu mengancamnya untuk tidak melakukan itu. Saat itu aku terlalu menyukai kenyataan bahwa aku bisa bangun pagi dan membaca pesanmu. Aku khawatir saat pada akhirnya aku tahu siapa pengirimnya, aku tidak akan mendapatkan lagi pesan-pesan tersebut."

a Fan, an Enemy, but Then a Lover [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang