[49] Bukan Sembuh Hanya Bertahan

548 182 105
                                    

"Memang benar, jangan pernah terlalu berharap pada apapun atau nanti akan menemui kecewa."

—Alibram Devano Adinata—

—Alibram Devano Adinata—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Happy reading•


Sore hari berikutnya adalah jadwal check up pertama Devano setelah operasi. Laki-laki itu datang sendiri setelah tadi dia naik taksi online, karena Fahresa dan Fina sedang ada urusan bisnis. Sebenarnya mereka sudah akan pulang untuk mengantar Devano, tetapi laki-laki itu menolaknya dan mengatakan tak apa kalau dia check up sendiri.

Dan akhirnya saat itu Devano terlihat sudah duduk di depan meja kerja Dokter Ibra. Dokter Ibra yang baru saja mengambil hasil pemeriksaan Devano kembali duduk ke kursinya.

Beberapa detik Dokter Ibra terdiam menatap Devano dan dokter berkaca mata itu terlihat menarik napas panjang lalu membuang perlahan. Devano yang sadar hanya bisa menunggu apa yang akan dikatakan Dokter Ibra, karena Devano sudah sangat hafal, jika dokter itu sudah menarik napas panjang pasti ada hal yang tidak baik-baik saja.

Dokter Ibra melepaskan kacamatanya, menaruh benda itu di samping tumpukan dokumennya. Ditatap Devano yang sudah menunggunya berbicara. "Dev, saya minta maaf," ucap Dokter Ibra terdengar sangat berat.

"Dari hasil pemeriksaan pertama setelah kamu menjalani operasi, ternyata saya belum bisa mengatakan bahwa kamu sudah baik-baik saja," jelas Dokter itu.

Devano mengangguk kecil, kemudian membenarkan posisi duduknya menjadi lebih nyaman. "Sebelumnya Anda memang udah bilang kemungkinan itu," kata Devano terlihat tenang. "Kalau operasinya berhasil, itu bukan untuk membuat saya sembuh, tapi hanya untuk membuat saya bertahan," lanjut Devano.

"Saya benar-benar minta maaf, Dev," kata Dokter Ibra.

Devano tersenyum tipis. "Gak perlu minta maaf, Anda udah melakukan tugas Anda sebagai dokter dengan baik," kata Devano.

"Sebaiknya untuk kali ini kamu memberitahu keluarga kamu."

"Saya masih punya banyak waktu, kan?" Devano justru bertanya hal lain dan tak menjawab apa yang dikatakan oleh Dokter Ibra.

"Semua hanya perkiraan medis. Saya pernah bilang ke kamu, yang menentukan umur seseorang itu bukan dokter tapi Tuhan, jadi saya minta kamu jangan putus asa." Dokter Ibra tak menjawab pertanyaan Devano, tetapi Dokter Ibra berusaha memberi Devano keyakinan.

"Tenang saja, saya gak akan putus asa," kata Devano.

Devano benar-benar terlihat tenang. Semua yang pernah terjadi padanya ternyata sudah membuat hatinya terlatih, sehingga mendengar kabar buruk bukanlah hal yang mengejutkan lagi, meskipun memang rasanya sakit.

"Saya gak harus terus-terusan tidur di tempat tidur, kan?" tanya Devano tampak sudah sangat bosan dengan kasur rumah sakit. Dulu Devano memang senang tidur, tapi sekarang tampaknya dia tak lagi menyukai itu.

Dokter Ibra menggeleng. "Saya tidak akan meminta kamu untuk terus beristirahat. Saya izinkan kamu melakukan apa yang ingin kamu lakukan. Tapi saya pesan, jangan sampai kelelahan dan jangan sampai kamu mimisan. Kamu juga harus rajin minum obat."

Devano mengangguk patuh.

"Dan satu lagi. Jangan lewatnya check up seperti yang pernah kamu lakukan dulu. Kamu harus rutin ke sini untuk bertemu saya, supaya kita bisa lihat perkembangan kondisi kamu," ingatkan Dokter Ibra.

Devano kembali menganggukan kepalanya.

"Untuk tiga hari ke depan kamu masih harus istirahat, tapi setelah itu kalau kamu mau kembali ke sekolah silakan. Kamu mau bertemu dengan teman-teman kamu juga silakan. Buat diri kamu nyaman dan ingat pesan saya tadi."

"Iya, Dok. Terima kasih banyak," ucap Devano.

Setelah itu Devano pamit pulang dengan hasil yang tidak memuaskan. Di dalam taksi Devano hanya diam sibuk dengan pikirannya sendiri sampai tak terasa di sudah sampai di rumah. Setelah membayar Devano turun lalu masuk ke dalam rumah.

Sampai di dalam, dia langsung disapa oleh Fahresa di ruang tamu bersama secangkir teh, tampaknya setelah kembali dari urusan bisnis Fahresa memang sedang menunggu Devano, karena melihat Devano datang pria itu langsung melempar senyum lalu mengangkat tangannya untuk memanggil Devano mendekat.

Devano mendekat, duduk di samping Papanya. "Gimana, Dev? Hasil check up nya bagus, kan?" tanya Fahresa.

Devano tersenyum lalu menganggukan kepala. "Bagus kok. Katanya tiga hari lagi aku udah boleh ke sekolah," jawab Devano. Ah, ternyata laki-laki itu mengulangi apa dulu dia lakukan, memilih menyimpan dan menyembunyikan fakta tentang kesehatannya.

Fahresa tentu tampak sangat senang mendengarnya. Dia bisa tenang, karena Devano sudah baik-baik saja.

Tangan Fahresa memegang bahu Devano dan menepuknya lembut. "Setelah jadwal chek up kamu selesai semua, jangan dateng ke rumah sakit lagi. Papa gak mau kamu ke sana lagi. Udah cukup," kata Fahresa yang kemarin sangat takut kehilangan Devano.

Devano lagi-lagi hanya bisa menganggukan kepala. Dalam hatinya, dia pun berharap semua akan segera berakhir dan dia tak perlu lagi datang ke rumah sakit, meskipun nyatanya itu tampak tak mungkin.

•••

Andra terlihat masih berada di sekolah, karena baru saja dia selesai rapat OSIS. Laki-laki itu keluar dari ruang OSIS bersama Fian dan teman-teman OSIS nya yang lain, salah satunya Ane.

Satu persatu pamit pulang, sehingga hanya menyisakan Andra dan Ane.

"Lo udah di jemput?" tanya Andra pada Ane.

"Supir aku udah otw ke sini," jawab Ane.

"Ayo, gue boncengin sampe gerbang," ajak Andra yang tanpa permisi langsung menarik lengan Ane menuju ke parkiran.

Tak begitu jauh mereka sudah sampai di parkiran dan di situ Andra baru melepaskan tangannya dari lengan Ane. "Gak usah pakek helm, ya? Gue gak bawa," kata Andra.

"Aku jalan aja, Ndra. Cuma ke gerbang, kok," tolak Ane.

"Sekalian," kata Andra. "Ayo, naik," ajaknya.

Ane pun tak lagi menolak, gadis itu naik ke motor Andra setelah Andra menurunkan pijakan kaki di belakang kemudian motor Andra melaju meninggalkan parkiran.

Tanpa kedua remaja itu sadari ternyata Zena, Tiara, dan Meisya yang baru saja selesai kerja kelompok melihat keduanya berboncengan. Meisya menyenggol bahu Tiara pelan seperti memberi kode, karena terlihat Zena berhenti dengan tatapan tak lepas dari mereka yang sudah hilang dari area parkiran.

"Eum, ayo, Na, pulang," ajak Tiara membuat Zena tersadar.

"A-ayo," kata Zena yang justru mendahului langkah Meisya dan Tiara. Buru-buru Meisya dan Tiara menyusul gadis itu.

"Lo kenapa, Na?" —batin Zena. Entah kenapa melihat Andra dan Ane kembali dekat dan melihat Andra yang terlihat baik-baik seperti tak sedang patah hati membuat hati Zena merasa aneh, seperti ada yang mengganjal, tetapi Zena masih belum mengerti pasti apa yang sebenarnya dia rasakan saat itu.


Tebece!

▪▪

D E V A N O
Feb 8, 2021 at 7:26 PM [1017 words]
—Yusss—



ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
tiktok : yusssnita

Enjoy this story✨

ABSQUATULATE (TERBIT)Where stories live. Discover now