[6] Cerita Masa Lalu

803 387 39
                                    

"Perempuan itu terkadang terlalu baik. Buktinya, meskipun sudah disakiti dia masih mau peduli."

—Alibram Devano Adinata—

—Alibram Devano Adinata—

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Happy reading•



Matahari sudah kembali bersinar. Orang-orang pasti mengawali paginya dengan semangat. Namun, Devano tidak termasuk ke salah satunya, karena pagi itu dia terbangun di ruang rawat inap rumah sakit yang tentu membuat dirinya tak memiliki semangat sama sekali. Malang sekali nasibnya memang, semalam dia mengatakan dengan penuh penekanan kalau dia akan membuat Johan masuk rumah sakit, tetapi yang terjadi justru dirinya yang berada di rumah sakit. Ah, tapi Johan cs curang. Kalau saja mereka tidak menimpuk kepala Devano dengan batu merekalah yang sudah berada di rumah sakit. —pikir Devano.

Devano bangun tanpa ada seorang pun di ruang inapnya. Saat Devano ingin bangun dia meringis, karena merasakan nyeri di kepalanya. Tangan Devano bergerak menyentuh kepalanya dan ternyata kepalanya sudah dibalut dengan perban. Bukan memikirkan apakah lukanya parah atau tidak, Devano justru memikirkan rekasi teman-temannya jika tahu dia terbaring di ranjang rumah sakit dengan kepala diperban.

Beruntung tak ada siapapun di ruangan itu. Setelah nyeri di kepalanya mereda, Devano kembali bergerak untuk bangun. Dia akan ke kamar mandi, karena tiba-tiba dia ingin buang air kecil. Saat Devano mencoba turun kepalanya lagi-lagi merasakan nyeri, tapi Devano menahannya, dia harus ke kamar mandi. Dia tak mau sampai kencing di celana. Itu tidak lucu.

Ketika Devano sudah menapakkan kakinya di lantai, ada seseorang yang datang. Seseorang itu langsung berlari menghampiri Devano ketika dia melihat Devano bangun dari tempat tidur.

"Kamu mau ke mana?" tanya seseorang itu yang ternyata adalah Zena. Zena menatap Devano khawatir. Bagaimana tidak khawatir, semalam saja laki-laki itu tak sadarkan diri dengan kepala berlumuran darah dan sekarang dia sudah berdiri dan akan berjalan sendiri entah ke mana.

Devano tak ingin menjawab pertanyaan Zena, tapi mulutnya tak bisa dia ajak kerja sama. "Ke kamar mandi," jawabnya.

"Sini aku bantuin," kata Zena.

"Gak. Gue bisa sendiri," tolak Devano sok kuat.

"Aku bantu sampe depan pintu kamar mandi. Aku gak akan ikut masuk," kata Zena.

"Gak usah. Gue bisa sendiri," tolak Devano lagi. Zena benar-benar keras kepala, karena gadis itu tetap memaksa untuk membantu Devano. Devano yang sedang tidak ingin marah-marah memilih mengalah. Dia membiarkan gadis itu membantunya sampai di depan pintu kamar mandi.

Devano masuk ke kamar mandi dan dengan sabar Zena menunggu di depan pintu kamar mandi. Sampai tak lama Devano kembali keluar. Dengan sigap gadis itu membantu Devano lagi sampai Devano kembali ke ranjang rumah sakit.

ABSQUATULATE (TERBIT)Where stories live. Discover now