[26] Pernyataan Cinta Andra

468 228 47
                                    

•Happy reading••••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy reading


Andra yang senantiasa menunggu Devano untuk sadar saat itu tampak tertidur di samping Devano yang masih terbaring tak sadarkan diri. Sampai tiba-tiba Andra terbangun, karena merasa ada tangan yang menyentuh rambutnya. Andra mengangkat kepalanya yang tadi dia letakkan di tepi ranjang Devano. Awalnya Andra tak percaya dengan apa yang dia lihat, tapi setelah dia mengumpulkan nyawanya. Andra langsung merekahkan senyum begitu bahagia.

"Bang, lo udah sadar?" tanya Andra mendapati Devano yang sejak dua bulan lalu koma akhirnya membuka mata. Devano hanya menatap Andra dan Andra langsung keluar untuk memanggil dokter.

"Dok, lihat. Kakak saya udah sadar," kata Andra saat dia sudah kembali ke ruangan Devano bersama seorang dokter dan suster. Dokter itu langsung memeriksa Devano.

"Ini benar-benar keajaiban," kata dokter itu. Andra tak bisa menyembunyikan senyum bahagianya. Inilah yang dia tunggu-tunggu.

"Suster tolong lepaskan alat bantu napas Devano," perintah dokter. Suster pun mematuhi apa kata dokter. "Kondisinya sudah stabil. Devano juga sudah bisa pindah ruangan," kata dokter setelah memeriksa kondisi Devano.

"Makasih banyak, Dok," ucap Andra.

"Saya permisi dulu," dokter itu menepuk bahu Andra kemudian pergi meninggalkan Devano bersama Andra.

Devano yang baru sadar menatap bingung Andra yang tampak begitu bahagia. "Bentar, gue kabarin papa sama mama," kata Andra langsung menelepon orang tua mereka. Setelah mengabari Fahresa, Andra kembali menghampiri Devano.

"Gue seneng banget akhirnya lo sadar, Bang," kata Andra.

"Emang gue kenapa?" tanya Devano dengan polosnya. Sepertinya laki-laki itu tidak ingat apa yang sudah terjadi dua bulan lalu.

"Lo itu koma selama dua bulan. Pakek tanya lagi," jawab Andra.

"Dua bulan?" ulang Devano tak percaya.

"Iya. Lo gak inget?" tanya Andra. Devano menggeleng. "Udah, gak usah diinget, yang penting lo udah sadar."

"Oh iya, gue kabarin Zena sama Bang Sean dulu." Andra kembali mengambil ponsel di sakunya dan menghubungi mereka.

•••

"ALHAMDULILLAH!" ucap Sean begitu bahagia setelah telepon dari Andra terputus. Hal itu pun membuat teman-temannya di basecamp langsung menatap ke arahnya.

"Lo kenapa?" tanya Putra.

"Devano udah sadar!" jawab Sean memberitahu.

"Lo serius?" tanya Bian.

"Serius. Andra yang ngabarin gue."

"Alhamdulillah!" ucap mereka semua.

"Besok kita jengukin Devano" kata Sean mengajak teman-temannya.

"Oke siap!"

•••

Zena yang baru saja mendapat telepon dari Andra tampak buru-buru mencari taxi. Gadis itu sangat bahagia mendengar kalau Devano sudah sadar. Setelah mencari taxi, akhirnya dia mendapatkannya dan Zena langsung meminta untuk diantar ke rumah sakit.

Dan akhirnya setelah beberapa menit taxi yang dia naiki sampai. Zena turun setelah membayar, kemudian gadis itu berlari menuju ke ruang Devano.

Saat sudah sampai, ruangan itu kosong. Zena mencegat seorang suster yang lewat untuk bertanya. "Sus, pasien yang di ruang ini ke mana, ya?"

"Pasien yang di ruang ini sudah di pindahkan ke ruang rawat inap biasa, karena kondisinya sudah membaik," jawab suster itu.

"Kalau boleh tahu di ruang mana?"

"Di ruang Flamboyan 2, dari sini belok ke kanan," jawab Suster ramah.

"Terima kasih, Sus." Zena segera menuju ruangan itu. Ketika sudah sampai, Zena tak langsung masuk. Gadis itu berdiri di ambang pintu ruangan yang tidak tertutup. Zena bisa melihat Devano sudah bisa duduk di atas ranjang.

"Sayang, sini masuk," ucap Fina menyadari kehadiran Zena. Zena pun masuk. Seulas senyum terukir di wajah Zena untuk menyapa Devano yang menatapnya.

"Hai, Dev?" sapa Zena. Devano hanya mengangguk kecil membalas sapaannya.

"Akhirnya doa kita dikabulin, Sayang," kata Fina pada Zena.

"Iya, Tante," jawab Zena.

Andra yang tadi berdiri di samping Fina melangkah mendekati Zena, membuat Fahresa, Fina, Devano, dan Zena menatapnya penasaran.

"Karena Bang Devano udah sadar dan mumpung semua lagi ada di sini, ada yang mau aku omongin," kata Andra. Mereka yang di sana dibuat semakin penasaran.

"Apa, Ndra?" tanya Fina.

Andra mencondongkan tubuhnya sehingga menghadap ke Zena. "Na?" panggil Andra. Zena mengangkat alisnya menatap Andra yang terlihat serius. Gadis itu menunggu Andra melanjutkan ucapannya.

"Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Andra menatap Zena.

Damn. Semua melotot menatap Andra yang baru saja mengajak Zena berpacaran. Zena pun tampak terkejut dengan apa yang diucapkan laki-laki itu.

"Gua gak bisa lagi diem-diem suka sama lo. Di depan Papa, Mama sama Bang Devano gue nyatain perasaan gue ke lo, Na. Gue sayang sama lo lebih dari sekedar temen dan itu udah lama."

"Jadi gimana? Lo mau gak jadi pacar gue?" tanya Andra lagi.

Zena sungguh tak memiliki jawaban. Dan bukan menatap Andra, tatapan Zena justru tertuju pada Devano yang juga ternyata menatapnya. Tanpa ada yang menyadari, Devano menganggukkan kepalanya, meminta Zena untuk menerima Andra. Ingat dengan apa yang dibicarakan Irine kepadanya membuat Zena ingin sekali menggeleng, tapi tatapan Devano seolah memaksanya.

"A-aku—." Zena menggantung ucapannya. "Aku gak bisa jawab sekarang, Ndra," jawab Zena jujur. Tak ada pilihan selain meminta waktu. Zena yakin jika Zena langsung menolak, situasinya pasti akan menjadi sangat canggung. Dan jika dia menerima itu sangat tidak mungkin, karena dia tidak memiliki perasaan apapun kepada Andra.

"Lo kaget, ya? Gak pa-pa, gue kasih lo waktu, kalau udah dapet jawabannya langsung bilang, ya," kata Andra tak masalah dengan Zena yang tak bisa langsung memberinya jawaban. Andra pun sadar ini terlalu tiba-tiba.

Fina melirik suaminya yang tampak tak percaya melihat anaknya dengan berani menembak seorang gadis di depannya.

"Aduh, kenapa pada ngelihatin aku?" kata Andra berusaha mencairkan suasana yang sempat hening.

"Pa," panggil Andra sambil menyengir kuda menatap Fahresa. "Jangan marah, ya. Anaknya Papa udah gede," katanya membujuk. Fahresa hanya menggeleng dan tersenyum tipis. Mau marah, tetapi dulu pun dia juga sama dengan Andra. Beruntunglah Andra, karena Fahresa tak masalah dengan hal itu.

Sementata Zena masih terdiam dengan tatapan yang sesekali menatap ke arah Devano. Sempat manik mata keduanya bertemu, tetapi Devano langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Tebece!

▪▪

D E V A N O
Dec 19, 2020 at 2:59 PM [981 words]
Yusss



ig : @storyusss_
ig : @yusssnita_
TikTok : yusssnita

Enjoy this story

ABSQUATULATE (TERBIT)Where stories live. Discover now