[12] Di antara Mereka

566 307 34
                                    

•Happy reading••••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Happy reading•


Flashback on

"Tugas lo udah selesai. Makasih udah bantuin gue," ucap seorang laki-laki yang berdiri di depan Irine. "Gue minta lo rahasian ini dari siapapun, jangan sampe ada orang lain yang tahu," ucapnya lagi.

Irine menatap ragu laki-laki itu. "Tapi gue ngerasa bersalah sama dia. Gue juga perempuan, gue bisa ngerasain sakit yang dia rasain." kata Irine.

"Gue yang laki aja bisa juga bisa ngerasain gimana sakitnya jadi dia," sahut laki-laki lain yang berdiri di sebelah kanan Irine.

Seperti tak memiliki perasaan laki-laki yang pertama kali berbicara dengan Irine tadi tampak tak peduli. "Gue gak peduli. Yang penting lo jangan kasih tahu masalah ini ke siapapun terutama dia."

"Iya, Dev," kata Irine.

Flashback off

Irine melamun mengingat kejadian satu tahun lalu itu. Ingatannya juga berputar dengan apa yang dia katakan pada Zena sore tadi. Semua yang keluar dari mulut Irine sore tadi hanyalah omong kosong. Kebenarannya tidak seperti itu. Devano tidaklah sebrengsek yang Irine ceritakan.

Irine hanya mengarang cerita. Bahkan, dia saja sama sekali tak pernah berpacaran dengan Devano. Lalu kenapa Irine berbohong pada Zena? Itu, karena Irine membantu Devano. Membantu bagaimana? Irine jelas-jelas membuat Zena berpikir Devano adalah laki-laki brengsek, mana bisa itu dikatakan membantu.

Yah, tapi memang itulah tujuannya. Membuat Devano terlihat seperti laki-laki brengsek di mata Zena dan membuat Zena akhirnya membenci Devano. Kenapa? Karena, Devano yang memintanya sendiri. Untuk alasan yang pasti, Irine tidak tahu sama sekali. Devano hanya meminta dia membantu Devano untuk membuat Zena membencinya. Sudah, tidak lebih.

Irine yang sudah menunggu Devano cukup lama menolehkan kepalanya ke arah pintu kafe untuk melihat apakah sudah ada tanda-tanda kedatangan Devano. Dan tepat sekali, laki-laki yang sejak tadi dia tunggu tampak baru saja memaskui kafe.

Tangan Irine melambai ke arah Devano, memberitahu laki-laki itu bahwa dia ada di sana. Setelah melihat Irine, Devano segera menghampiri gadis itu.

"Sorry, lama," ucap Devano.

"Gak pa-pa, Dev. Duduk," kata Irine mempersilakan.

Devano duduk di depan gadis itu. Karena tak mau membuang waktu Devano langsung bertanya tentang apa yang Irine lakukan tadi sore bersama Zena. "Jadi, sebenernya lo tadi sore ngapain pergi berdua sama Zena? Jangan bilang lo ngasih tahu Zena yang sebenernya?"

Irine menarik napas panjang lalu membuangnya perlahan. "Kalau tadi gue ngasih tahu Zena yang sebenernya, pasti sekarang Zena udah ngehubungin lo dan minta penjelasan. Tapi engga, kan?" kata Irine.

ABSQUATULATE (TERBIT)Where stories live. Discover now