[28] Zena Milik Andra

499 226 52
                                    

•Happy reading••••

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

•Happy reading•


"Andra!" Suara lembut yang memanggil nama ketua OSIS SMA Adijaya itu berhasil mengintrupsi Andra yang sedang berjalan di koridor bersama Ane. Laki-laki berperawakkan tinggi itu berhenti lalu menoleh. Retinanya dapat menangkap Zena berlari menuju ke arahannya.

"Ada apa, Na? Lo kenapa lari-lari?" tanya Andra saat Zena sudah berdiri di hadapannya.

Zena menatap Andra sebentar baru kemudian menjawab. "Aku mau," ucap Zena tanpa basa-basi dan tak memikirkan kalau ada Ane di sana. Andra sempat bingung, tetapi hanya selang beberapa detik Andra sudah paham apa maksud ucapan Zena. Sudut bibir laki-laki itu tertarik ke atas sehingga mencetak seulas senyum manis di wajah mulusnya.

"Kamu serius?" tanya Andra memastikan. Kepala Zena mengangguk yakin, menjawab pertanyaan Andra. Tak ingat jika mereka di sekolah dan lupa kalau ada Ane di sampingnya, Andra langsung memeluk Zena, membuat Ane yang melihat itu merasa nyeri di hatinya.

Baru beberapa detik Andra memeluk Zena, laki-laki itu tersadar sendiri kalau mereka masih di sekolah dan ada Ane di sampingnya. Buru-buru Andra melepaskan pelukannya. Ditatap Zena dengan tatapan bahagia.

"Berarti sekarang Zena punya Andra?" tanya Andra. Kepala Zena kembali mengangguk, memberi jawaban. "Makasih," ucap Andra terlihat sangat bahagia.

Ane mulai paham ada apa di antara Andra dan kakak kelasnya itu. Namun, Ane hanya bisa diam dengan perasaannya yang tiba-tiba terasa semakin nyeri.

"Ehm, kalau gitu aku kelas dulu. Sampai ketemu nanti pulang sekolah, ya," kata Zena yang langsung berbalik meninggalkan Andra dan Ane. Kepergian Zena masih menyisakan senyum di wajah Andra. Setelah punggung Zena tak lagi tertangkap retinanya, fokus Andra baru tertuju pada Ane.

"Maaf ya, Ne," ucap Andra. Laki-laki itu merasa tak enak hati, karena sejak tadi menjadikan Ane obat nyamuk.

"I-iya, Ndra. Santai aja," jawab Ane seadanya.

•••

Bukan lagi pemandangan baru, melihat Sean dkk berada di rooftop sekolah padahal jam istirahat belum terdengar. Masih di jam pelajaran tampak delapan siswa berseragam acak-acakkan sedang bersantai di rooftop dengan sebatang rokok yang terjepit di antara jari telunjuk dan jari tengah masing-masing. Gumpalan asap putih pun menyebar kemudian terbawa angin siang menjelang sore itu.

Sampai Putra yang sudah menghabiskan satu batang rokok bersuara. "Mau jenguk Devano kapan?" tanya Putra pada teman-temannya.

"Besok sore aja gimana?" jawab Sean menatap teman-temannya bergantian.

"Ya gak pa-pa," saut yang lain setuju.

"Oke, besok sore." Delapan laki-laki di sana sepakat.

Perhatian Aldo yang duduk di depan Bian tertuju pada wajah Bian yang tampak murung. Penasaran laki-laki berambut agak ikal itu bertanya. "Eh, Bi. Muka lo kenapa, dah, asem banget gitu?" Pertanyaan Aldo berhasil membuat teman-temannya yang lain ikut menatap ke arah Bian.

ABSQUATULATE (TERBIT)Where stories live. Discover now