e m p a t

308 58 2
                                    

Aku menggeram rendah, menenggelamkan wajahku di meja kerjaku. Kasus-kasus baru terus berdatangan. Ada banyak sekali laporan-laporan kasus dihadapanku saat ini. Mulai dari kasus pembunuhan, kasus kecelakaan, kasus orang hilang, dan masih banyak lainnya.

"Kapan semua kejahatan di dunia ini hilang?" Ucapku pelan, masih mempertahankan posisiku yang semakin menenggelamkan wajahku pada meja.

"Bu, kalau tidak ada kejahatan, kita gak kerja. Hahahaha" Seungkwan bersuara hingga aku langsung bangkit dan duduk seperti semula.

"Kamu benar juga, ya."

"Dunia juga gak bakalan seru kalau tidak ada orang jahat, bu." Sambung Dino.

Aku tertawa mendengar kedua juniorku ini. Ada saja cara mereka untuk sekedar membuatku tertawa dan aku sangat menghargainya.

"Ada-ada saja kalian ini. Lebih baik sekarang kita ke lokasi."

Aku langsung bangkit dari dudukku. Tidak mungkin aku hanya mengeluh seharian dan tidak melakukan apa-apa sedangkan banyak orang yang butuh akan pertolongan dari pihak kepolisian. Untuk itu, aku segera mengajak timku untuk menyelesaikan satu per satu dari kasus-kasus yang menumpuk itu.

"Kita kemana, bu?" Tanya Dino yang sudah siap dibalik kemudi mobil.

"Kita mulai dari kasus orang hilang." Ucapku pada Dino. Aku rasa, itu adalah kasus yang paling ringan diantara semua kasus yang akan aku kerjakan hari ini.

"Siap, bu." Setelahnya, Dino fokus mengemudi untuk membawa kami ke tempat penyelidikan hari ini.

Selang beberapa menit, kami tiba di rumah sang pelapor yang tak lain adalah ibu dari korban hilang. Dia terus-terusan menangis dan aku tahu betul bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita sayangi.

"Permisi, bu. Saya Kim Sejeong dari kantor kepolisian pusat Seoul, bisa ibu ceritakan bagaimana putri ibu bisa menghilang?" Tanyaku.

Ibu itu menyeka sedikit air matanya, "Dua hari yang lalu, waktu dia pulang sekolah, dia masih sempat menelpon saya. Dia bilang bahwa perasaannya tidak enak karena seperti ada yang mengikutinya dari belakang. Ketika saya sudah panik, tiba-tiba sambungannya mati. Jadi, saya lebih panik lagi. Sudah saya cari kemana-mana, tapi dia tidak kunjung kembali sampai hari ini."

Aku mendesah pelan, begitu pun dengan Dino dan Seungkwan. Kalau dari begini keadaannya, ini namanya kasus penculikan, bukan semata-mata orang hilang.

"Sekolahnya dimana, bu?" Tanya Dino.

"Di Seoul High School. Saya bahkan sudah bertanya pada gurunya, tapi Jiyeon memang tidak kembali."

"Kalau begitu kami akan bantu itu. Kami akan ke sekolah Jiyeon lebih dulu. Permisi." Aku berpamitan pada Ibu dari Jiyeon ini, lalu mengarahkan lagi timku untuk segera meluncur ke sekolah putrinya.

Sesampainya di sekolah Jiyeon yang disebutkan oleh ibunya sebelumnya, kami bertiga langsung masuk ke dalam dan meminta izin kepada pihak sekolah untuk meminta beberapa keterangan. Saat pihak sekolah memperbolehkan, kami langsung bertemu dengan wali kelas serta teman terdekat Jiyeon.

Wali kelas Jiyeon tak berbicara banyak, karena Jiyeon memang cenderung lebih tertutup dari pada anak-anak lainnya. Bahkan, wali kelas itu tidak akan tahu Jiyeon hilang jika saja ibunya tidak datang ke sekolah bertanya mengenai keberadaan anaknya. Karena biasanya, jika Jiyeon menghilang, anak itu paling hanya sakit.

Aku langsung beralih bertanya pada teman terdekatnya, "Kamu tahu Jiyeon hilang? Kira-kira kamu dapat pesan dari dia sebelum hilang?"

"Saya tahu, bu. Tapi Jiyeon tidak bilang apa-apa sebelum hilang."

The PoliceWhere stories live. Discover now