d e l a p a n

279 53 0
                                    

"Bu Sejeong.."

"Bu.."

"Bu.."

Aku terus termenung, hingga tak sadar Dino memanggilku sedari tadi. Aku berbalik, mendapati Dino menyerahkan beberapa foto pelaku pembunuhan yang tadi pagi tertangkap kamera cctv.

"Apa motif pumbunuhannya?" Aku bertanya pada Dino.

"Tadi pas saya interogasi, katanya dia membunuhnya karena balas dendam. Ini bisa dikategorikan sebagai perang saudara." Jelas Dino.

Aku menggeleng-gelengkan kepalaku, menghela napas kasar saat mendengar penuturan dari Dino. Ada-ada saja manusia ini. Saat kita dilahirkan untuk saling menyayangi dan menghormati antar sesama manusia, mereka malah membuat kegaduhan dengan adu senjata dengan saudara sendiri.

"Baiklah. Terima kasih atas kerja kerasmu, Dino. Kamu bisa kembali bekerja."

"Baik, bu." Dino menunduk hormat padaku, sedangkan aku kembali ke dalam lamunanku yang tak berkesudahan ini.

Aku menenggelamkan wajahku pada meja, memikirkan kapan aku dan Wonwoo bisa hidup bersama layaknya pasangan hidup yang berbahagia dan saling mencintai? Apakah aku bisa seperti itu bersama dia? Terlalu banyak pikiran-pikiran aneh yang menghinggapiku.

Ibuku yang sedang sakit parah, Wonwoo dengan segala dunia asmaranya, hingga kasus-kasusku yang tak kunjung usai. Aku bingung, permasalahan apa dulu yang harus kerjakan.

Aku memilih untuk keluar dari ruanganku, menuju ruangan Sakura yang berada di ruangan Tim Satu. Saat kubuka ruangannya, bukan Sakura yang kudapati, melainkan Wonwoo yang memakai kacamatanya, sedang berkutat dengan beberapa laporan kasusnya. Aku lupa, bahwa diruangan itu ada Wonwoo sebagai ketua timnya.

"Ada apa?" Tanya Wonwoo. Suara itu menegurku, namun aku langsung mengacuhkannya. Dari kejadian semalam, aku memang sengaja tak mengajaknya berbicara. Anggap aja aku sedang tak berbaik hati padanya.

Aku langsung keluar dari ruangan Wonwoo, menutup pintunya dengan sedikit sentakan kuat. Aku yakin sekali, kalau Wonwoo menyadari cara bertingkahku yang sangat aneh ini.

Aku mencari Sakura kesana dan kemari, namun aku tak menemukan batang hidungnya. Saat aku berjalan keluar, hendak mencari angin, tak sengaja aku bertemu dengan Hoshi.

"Hoshi.." Panggilku, ia langsung menoleh dan menatapku ramah.

"Apa, Jeong?" Hoshi seperti sedang terburu-buru, untuk itu aku langsung menanyakan keberadaan istrinya.

"Sakura mana, ya? Hari ini aku tidak lihat dia." Tanyaku.

"Sakura ada di rumah, dia lagi sakit. Dari pagi dia terus-terusan muntah. Jadi aku tidak mengizinkannya masuk hari ini." Jelas Hoshi.

Aku mengangguk-anggukan kepalaku. Jadi Sakura sedang sakit, toh. Tumben ia tidak mengabariku.

"Kalau begitu nanti aku ke rumah kamu, deh. Mau jenguk Sakura. Terima kasih infonya! Kamu lanjut kerja, gih!"

"Yoi, sister!" Hoshi langsung bergegas pergi, mengikuti anggota polisi lainnya yang sedang sibuk melakukan penyelidikan. Seharian ini aku memang melihat Tim Satu begitu kewalahan. Nampaknya, kasusnya tak kunjung usai. Sama seperti kasusku.

***

Setelah menyelesaikan beberapa laporan kasus hari ini, aku langsung mengunjungi kediaman tuan Hoshi dan juga nyonya Sakura. Aku datang dengan membawa berbagai macam buah dan makanan ringan. Sakura paling suka makan cemilan, maka dari itu aku membawa beberapa cemilan kesukaannya.

Aku memencet bel apartemennya. Saat pintu terbuka, kulihat wajah pucat Sakura dan tubuh lemasnya yang sudah terbalut piyama kotak-kotak. Tampaknya istirahatnya terganggu olehku.

The PoliceDonde viven las historias. Descúbrelo ahora