s e p u l u h

287 56 0
                                    

Aku membuka pintu utama apartemen kami, Doyeon telah menunggu dengan wajahnya yang sedikit khawatir itu. Aku pikir wanita itu telah pergi dari rumahku, namun nyatanya ia masih disini menggunakan celemek yang biasa kugunakan saat aku memasak.

Aku tak menggubris Doyeon yang melangkah mendekat, memeluk Wonwoo dengan erat seakan-akan Wonwoo baru saja pulang setelah 10 tahun pergi. Aku memutar bola mataku malas, kenapa juga wanita itu belum juga pergi dari rumahku?

Aku langsung masuk ke dalam kamarku, membersihkan diriku dengan air hangat. Hari ini hari libur, jadi kuputuskan untuk tertidur lebih lama karena tubuhku lelah sekali.

Prangg!!

Saat aku melemparkan diriku ke ranjang, hendak menutup mata, suara kegaduhan mulai terdengar dari luar pintu kamarku. Aku buru-buru keluar dan kulihat Doyeon memecahkan vas bunga pemberian dari Sakura sewaktu ia ke Jepang dulu. Aku juga tak tahu penyebabnya apa, tapi hanya dia yang berdiri di samping vas pecah itu.

"DOYEON!!" Aku membentak Doyeon cukup keras, membuat Wonwoo buru-buru keluar dari kamarnya. Ia terlihat begitu segar, sepertinya baru saja selesai mandi.

"Kamu kenapa pecahin ini, sih?!!!" Aku kembali membentak, kulihat Doyeon hanya acuh tak acuh dengan ucapanku.

"Hanya vas, kan? Ini bisa dibeli lagi di supermarket. Nanti aku ganti." Ujarnya begitu enteng.

Aku mengepalkan tanganku, ingin sekali menjambak rambutnya, "Bukan masalah gantinya, ini tuh dari Sakura. Ini berharga banget buat aku!"

Vas bunga itu bukan hanya sekedar vas. Tapi, ini adalah barang couple persahabatan kami. Ia juga punya vas ini di rumahnya. Alasan Sakura memberikanku vas, karena ada filosofinya.

Dia pernah bilang, vas itu awalnya hanya tanah liat yang tidak memiliki makna. Tetapi setelah ia dibentuk, dibakar, dijemur, dan diberi warna yang indah, maka vas bisa menjadi barang yang sangat mahal. Sama dengan hidup, manusia awalnya hanya orang yang biasa dan terlahir tanpa apa-apa. Tapi, seiring berjalannya waktu, manusia bisa belajar, tumbuh, memiliki bakat, dan lain sebagainya, hingga ia menjadi orang yang sangat sukses nantinya.

"Paling dia juga beli di supermarket. Tenang saja, aku bakalan ganti, kok. Aku bukan orang yang hilang tanggung jawab." Ujarnya lagi.

"Kamu ini punya perasaan atau gak, sih? Enteng banget ngomongnya! Kalau kamu diposisi aku, terus ada yang hancurin barang kesayangan kamu, kamu pasti marah, kan?"

"Kamu kok jadi marah-marah sama aku? Kamu mau aku gantiin sekarang? Oke, aku beliin."

Wonwoo menarik Doyeon. Suamiku itu menyuruh Doyeon untuk diam, tapi Doyeon tetap bersikeras untuk melawanku.

Aku langsung mengambil sapu dan juga sendok sampah. Membersihkan pecahan vas bunga itu dengan penuh rasa kecewa. Kalau aku kasih tahu Sakura soal vas ini, ia pasti akan marah besar. Bisa-bisa ia mengamuk pada Doyeon.

"Sejeong.." Wonwoo membantuku membersihkan pecahan vas bunga itu. Namun, karena aku begitu kesal dengan kekasihnya, maka Wonwoo yang memanggilku pun tak aku hiraukan.

"Gak usah diganti. Karena kenangan vas ini tidak bisa diganti dengan apapun, vas ini hanya satu-satunya. Meskipun kamu beli yang sama persis, vas ini tetap dari kamu, bukan Sakura." Aku pergi dari hadapan mereka, memasukkan pecahan kaca itu ke dalam tong sampah. Setelahnya, aku kembali ke kamarku dan menutup pintuku dengan kasar.

Aku kecewa banget, Doyeon bukannya minta maaf. Tapi ia malah balik membentakku, seharunya ia merasa bersalah. Sebenarnya aku tidak meminta ia menggantinya, karena aku tahu ia juga tidak sengaja memecahkannya, hanya saja sikapnya begitu tidak sopan. Sangat kekanak-kanakan.

The PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang