t i g a b e l a s

285 50 2
                                    

"Aku percaya bahwa cinta itu nyata. Aku percaya bahwa cinta itu indah. Karena hidup hanya tentang cinta, cinta, dan cinta."

Seseorang yang hidup dilandaskan cinta, tidak akan menyakiti siapapun yang ada disekitarnya. Karena yang ia tahu, hanya menebarkan kebaikan atas nama cinta.

***

Hari ini, tepat seminggu aku pergi dari rumah. Aku juga tidak pernah masuk kantor ataupun sekedar melanjutkan kasusku. Semua terasa berat, aku masih belum bisa menerima apa yang Wonwoo lakukan.

Wonwoo mengatakan akan memperjuangankan kebahagiaan bersamaku. Tapi ditengah-tengah, ia yang memilih untuk menghancurkan kebahagiaan itu.

Jika aku mengingat hari itu, saat Doyeon mengakui semuanya, aku hanya bisa tersenyum kecut untuk mengejek diriku sendiri. Memang dari awal, aku sudah salah untuk hadir di antara mereka. Jadi, aku memilih untuk tidak hadir di depan mereka.

Entahlah, aku hanya tidak ingin sakit hatiku semakin membuncah setiap kali menatap bagaimana bahagianya mereka berdua. Katakanlah aku pengecut, tapi memang begitu keadaannya.

Aku berbalik, menatap ibuku yang masih terbaring lemah, masih setia dengan mimpi indahnya. Sudah seminggu aku berada di sampingnya, tapi ia masih tetap menutup matanya.

Sesekali aku bergantian dengan kak Seungcheol dan kak Nayoung. Bahkan, Yoori juga sering datang kemari membawakan beberapa makanan untukku yang sedang menjaga ibu.

Melihat keadaannya yang semakin parah, aku semakin tidak bisa meninggalkannya. Aku ingin selalu berada di sampingnya, aku ingin menunggunya hingga ia membuka matanya.

Kak Seungcheol datang, ia memelukku dari belakang dan mengusap kepalaku. Aku yang sedang duduk di samping ibuku, mendongak ke atas untuk melihat kak Seungcheol tersenyum. Aku tersenyum juga untuk membalasnya.

"Kamu udah makan?" Tanyanya. Ia meletakkan satu kotak penyimpanan makanan yang berisi buah-buahan di samping nakas. Aku menggeleng membalasnya.

"Belum? Kalau begitu, ayo kita ke kantin rumah sakit." Aku belum menjawab 'iya', kak Seungcheol sudah menarik tanganku terlebih dahulu. Ia membawaku menuju kantin rumah sakit.

Kantin begitu sepi, mungkin karena ini bukan waktunya orang-orang untuk makan siang. Aku duduk di salah satu meja, sedangkan kak Seungcheol pergi untuk membelikan makanan untukku.

Saat makanan datang, aku hanya termenung. Tidak berniat untuk menyentuhnya. Namun, kak Seungcheol langsung menyuapiku, tapi tetap aku tak mau membuka mulutku. Entah kenapa, bayangan Wonwoo saat menyuapiku muncul tiba-tiba. Air mataku langsung jatuh seketika.

Kak Seungcheol menghela napas frustasi, ia meletakkan sendok berisikan nasi itu. Ia menatapku, sedetik kemudian aku langsung menundukkan kepalaku.

"Seminggu yang lalu kamu datang kesini, tidak mau cerita apa yang terjadi?" Ucapnya.

Aku memberanikan diri untuk menatap kak Seungcheol, menarik napasku dalam-dalam kemudian menghembuskannya kasar.

"Kalau aku cerita, kak Seungcheol jangan marah, bisa?" Tanyaku dan dia mengangguk.

Kak Seungcheol salah satu tamengku, ia akan mengamuk pada semua orang yang melukaiku. Untuk itu, aku memperingatinya sebelum semuanya terjadi.

"Masalah apa, sih? Wonwoo?"

Aku mengangguk perlahan, dia hanya menghela napasnya kasar, kali ini lebih berat.

"Wonwoo kenapa?"

The PoliceWhere stories live. Discover now