l i m a b e l a s

303 47 0
                                    

Aku saat ini sedang merutuki kebodohanku sendiri. Aku seperti orang yang kehilangan akal sehatku kemarin. Bagaimana tidak? Aku yang bisa dibilang selalu tampil dingin dan tak memiliki masalah apapun ini, terlihat lemah sekali pada saat sesi latihan nembak itu. Aku menangis dengan sendunya, sembari menodongkan pistol ke arah Wonwoo yang ditonton oleh banyak polisi.

Aku saat ini tengah menatap diriku di hadapan cermin. Baru saja aku selesai membersihkan tubuhku. Kalau kalian mau tahu bagaimana penampilanku sekarang, aku sedang mengenakan hoodie over size dan dengan penutup kepala yang agak besar. Gunanya untuk menutupi diriku agar tidak terlihat oleh orang lain saat di kantor nanti. Tingkahku kemarin pasti mengundang banyak pertanyaan dan juga rasa penasaran oleh rekan-rekan kerjaku.

Hari ini, aku bangun pagi sekali. Bahkan saat ini Wonwoo belum terbangun dari tidurnya. Aku berniat membangunkannya, tapi tidurnya nyaman sekali. Aku jadi tidak tega. Karena aku juga yakin, ia sama tertekannya denganku saat ini. Bukan hanya masalah keluarga, tapi juga tentang masalah rumah tangga kami dan juga kasus-kasus yang tak kunjung selesai.

Aku menuju pinggiran ranjang, duduk tepat disamping Wonwoo yang kini sedang mendengkur halus. Aku mengangkat tanganku untuk sekedar mengelus kepalanya dan tak lupa kuberikan ia kecupan di bibir sebagai ucapan selamat pagi.

Untungnya, Wonwoo tidak sadar. Mungkin kalian berpikir, apakah aku sudah mulai membuka diri pada Wonwoo? Jawabannya belum. Aku masih menata hati untuk menerimanya kembali sepenuhnya. Hanya saja aku tidak munafik, aku juga begitu cinta dengan Wonwoo, maka dari itu aku juga selalu menunjukkan rasa cintaku padanya secara diam-diam.

Wonwoo menggeliat dalam tidurnya begitu aku memberikan ciuman keduaku. Aku buru-buru berdiri dan berjalan keluar dari kamar. Sebagai istri yang baik, aku akan menyiapkan sarapan bagi suamiku dan juga pacarnya. Iya, pacarnya :')

Saat aku keluar, aku mendapati Doyeon yang sedang memasak, ia mendahului niatku tadi. Aku langsung duduk di meja makan, memperhatikan setiap gerak-gerik dari wanita itu. Kucium aroma masakannya, sepertinya wanita ini jago masak juga.

"Kamu buat apa?" Tanyaku. Doyeon membalikkan badannya, menatapku dengan tatapan garangnya. Eits, ini masih pagi. Ada apa dengan tatapan itu? Apakah ia akan mengajakku ribut pagi-pagi begini?

Doyeon mendekat, sedikit menggebrak meja dengan kedua tangannya. Lantas badannya ia condongkan sedikit ke depan agar dapat melihat mataku dengan sempurna.

"Kamu ngapain aja dengan Wonwoo semalam?!" Tanya Doyeon.

Aku dengan santai menjawab, "Ya tidurlah."

"Dia gak nidurin kamu, kan?! Awas aja kalau kalian main api dibelakangku!"

"Mau dia nidurin aku juga gak papa. Toh, dia suamiku." Ucapku lagi santai, padahal jauh dari kenyataan aku tidak siap berhubungan apapun dengan Wonwoo.

"Kurang ajar sekali kamu ngomong begitu! Wonwoo itu priaku, hanya milikku. Jadi, tidak akan kubiarkan kamu memiliki anak darinya. Yang berhak hanya aku, karena kelak kami akan berkeluarga dan hidup bahagia tanpamu."

Doyeon menekan kata tanpamu, ia lantas mendorong pelan pundakku dengan jari-jari lentiknya itu.

Aku tersenyum sarkas, "Benarkah? Bagaimana bisa kamu dengan mudah menentukan takdir hidupmu sendiri? Apa kamu Tuhan? Lucu aja gitu, kamu mudah sekali menebak masa depanmu sendiri."

Tatapan Doyeon lebih bringas dari sebelumnya, "Aku percaya pada apa yang aku ucapkan. Karena semua yang aku ucapkan, akan Wonwoo kabulkan. Apalagi, ada anaknya di dalam sini yang kami tunggu untuk dia lahir. Setelahnya, kita akan bahagia dengan anak kami seperti keluarga utuh."

The PoliceWhere stories live. Discover now