d u a p u l u h e n a m

265 42 0
                                    

Wonwoo menatap kosong ke arah depan. Tangannya masih di penuhi darah yang mengalir dari dada Sejeong tadi. Tubuh Wonwoo lemas, bahkan dari tadi ia tidak berbicara sepatah kata pun.

Sejeong masih berada di dalam ruang operasi. Ingin sekali Wonwoo menemaninya di dalam sana, memeluk tubuh wanita itu yang kedinginan. Hanya saja, tidak seorang pun diperkenankan untuk masuk ke dalam sana.

Kabar Sejeong di tembak langsung menyebar luas. Bahkan Seungcheol, Nayoung, Yuri, Hoshi, dan Sakura ada di sana menemani Sejeong. Sedang Dino, Seungkwan, dan juga Vernon ada di ruang operasi lain menemani Mingyu yang juga sedang bertarung nyawa.

Bayangan saat Sejeong berteriak kecewa padanya, sungguh membuat hati Wonwoo terluka. Ia tidak tega melihat sang pemilik hati menangis karena dirinya. Jujur saja, Wonwoo sedang kalap saat itu. Ia tidak tega Sejeong habis di tangan Mingyu, untuk itu dengan cepatnya Wonwoo menarik pelatuknya.

Wonwoo bangkit dari duduknya, berjalan dengan lemah pergi dari kerumunan itu. Ia ingin menenangkan pikirannya yang terlalu rumit, bahkan ia tak sadar sedari tadi Sakura memanggilnya.

"Wonwoo!"

Wonwoo berbalik, menatap mata Sakura yang juga sama sedihnya dengannya. Untuk itu, mereka berjalan bersama. Sakura tahu, Wonwoo yang sedang rapuh itu tidak boleh dibiarkan sendirian.

"Aku udah dengar ceritanya dari Hoshi. Jangan menyalahkan diri sendiri. Kamu hanya ingin melindungi Sejeong, kan? Aku rasa kamu sudah memilih pilihan yang tepat." Ucap Sakura.

Wonwoo masih enggan untuk membuka bibirnya, mulutnya tidak bisa menjelaskan apapun bahkan sekedar membela diri.

"Alasan Sejeong tidak memberi tahumu tentang hal ini, karena dia sendiri takut kamu terluka. Kamu adalah orang yang sangat berharga dalam hidupnya. Sejeong paling benci kecintaannya terusik oleh orang lain." Sakura menemani Wonwoo untuk mencari udara segar di dinginnya malam menjelang pagi. Di taman rumah sakit yang sepi itu, Wonwoo hampir tidak punya harapan apa-apa.

"Sejeong pasti mengerti kalau kamu jelaskan nanti. Jangan bersedih, dia akan baik-baik saja, Wonwoo." Sakura menepuk pundak Wonwoo pelan, seakan menyalurkan semangat agar Wonwoo tak bersedih lagi.

"Tenangi dirimu dulu. Kalau sudah siap, cepatlah datang ke ruangan Sejeong. Sebentar lagi operasinya selesai. Dia pasti butuh kamu, Won." Sakura mengusap pundak yang tidak tegap tersebut.

Awalnya Sakura tidak ingin membiarkan Wonwoo sendirian, karena orang seperti itu butuh seseorang untuk menyemangatinya. Namun, melihat Wonwoo yang hanya diam tanpa merespon apapun, Sakura memilih undur diri dan kembali ke depan ruang operasi dimana Sejeong terbaring lemah.

Wonwoo menatap langit yang terlihat berwarna jingga bercampur biru. Sudah pagi ternyata, matahari tak malu menampakkan dirinya untuk berbagi kehangatan setelah melewati malam yang dingin.

Wonwoo perlahan menjatuhkan tubuhnya di taman itu, mendudukkan dirinya di atas tanah rerumputan yang basah akibat embun pagi. Meski begitu, ia tidak peduli apakah pakaiannya akan kotor atau tidak.

"Sejeong, apa hanya aku orang yang begitu bodoh telah menyia-nyiakanmu?"

Wonwoo berucap lirih dengan air mata yang kini kembali terjatuh.

***

Sudut Pandang Wonwoo

Aku melempar pakaian polisiku dengan kasar kala mengetahui berita yang paling aku benci seumur hidupku. Apa katanya? Perjodohan? Pernikahan? Heh, sial sekali hidupku berada di keluarga ini.

Memang benar, hari-hari yang aku jalani itu sangat susah di keluarga ini. Tekanan batin dan tekanan fisik selalu aku alami setiap harinya. Seolah mereka tidak membiarkanku untuk hidup dengan baik.

The PoliceWhere stories live. Discover now