t u j u h

292 51 0
                                    

Aku, Sakura, dan Hoshi sedang duduk manis di cafe yang tak jauh dari kantor. Pagi ini, aku sangat tidak bersemangat. Bahkan ocehan Sakura tidak mempan bagiku. Hoshi yang memberikan lelucon pagi juga tidak berpengaruh apa-apa. Sepasang suami istri ini memang begitu baik padaku, mereka menghiburku. Tapi hatiku enggan untuk membaik.

Aku yang lagi bad mood ini langsung pergi saja ke kantor tanpa mengucapkan sepatah kata apapun pada Wonwoo, bahkan aku tidak membuatkan Wonwoo sarapan. Setelah melihatnya memeluk Doyeon tadi malam, aku jadi jengkel meski hanya menatap wajahnya.

"Sejeong.. Jangan cemberut terus, dong! Masa dari tadi kita berdua dianggurin!" Ucap Sakura, sedikit mengeluh saat aku tidak menggubris mereka berdua dari tadi.

"Ada masalah apa lagi, sih?" Kudengar Hoshi menghela napasnya panjang.

Saat kutatap mata kedua sahabatku itu, mereka seperti penuh harap padaku, untuk itu aku mulai buka suara.

"Ibu aku sakit dan Wonwoo bawa pacarnya lagi ke rumah." Ucapku.

Sakura langsung memukul meja dengan keras, "Sudah kubilang, masalahmu pasti dari Wonwoo! Siapa lagi yang buat kamu pusing kalau bukan ulah anak itu. Oh iya, ibu kamu sakit apa? Kenapa baru bilang sekarang?!"

"Ibu aku sakit kanker. Sudah stadium empat. Aku juga baru tahu kemarin. Makanya aku pusing sekali, takut kalau terjadi apa-apa sama ibu." Ucapku.

"Ibu kamu ada dimana? Dirumah sakit?" Tanya Hoshi. Aku menangguk perlahan.

"Sayang, nanti kita jenguk ibunya Sejeong." Ucap Hoshi pada istrinya.

"Oke, beb! Yang sabar ya, Jeong. Aku turut prihatin sama ibu kamu. Semoga Tuhan senantiasa melindungi dan mengangkat penyakitnya. Ibu kamu orang baik, semoga hal-hak baik juga selalu menyertainya." Sakura memelukku dari samping, pelukannya memang selalu menenangkan diriku.

"Aku juga berdoa yang sama atas ibumu, Jeong." Sambung Hoshi.

"Terima kasih. Kalian berdua memang sahabatku yang paling baik. Aku beruntung punya kalian." Aku memegang tangan Sakura dan Hoshi, mereka langsung tersenyum hangat padaku. Aku benar-benar beruntung memiliki kedua sahabat seperti mereka.

"Oke, kembali ke permasalahan Wonwoo. Kenapa lagi dia sampai bawa-bawa Doyeon ke rumahmu? Wonwoo udah keterlaluan tahu! Kalau mau pacaran, cari tempat lain. Jangan bawa ke rumah yang disana ada istrinya, dong! Kesal banget aku sama dia." Sakura kembali mengomel, aku saja sampai heran kenapa dia hobi sekali mengomel.

"Benar, dia udah keterlaluan, Jeong. Kali-kali kamu kasih dia peringatan." Sambung Hoshi.

"Tapi masalahnya aku tidak tahu harus ngapain. Aku pernah menegur Doyeon untuk tidak muncul dihadapanku, tapi itu udah lama, pas masih awal-awal nikah. Tapi, sekarang ia makin gencar. Dia aja udah tahu password rumahku dengan Wonwoo."

"Wah, wah, wah. Sayang tahan aku.. Aku ingin sekali pergi jambak rambut nenek lampir itu! Berani banget sih, Doyeon itu! Aku saranin, kamu cepat ganti password rumah. Nanti kalau ada apa-apa, siapa yang mau tanggung jawab." Sakura yang mendengar ceritaku, tentu saja dia marah. Bahkan Hoshi hanya bisa geleng-geleng kepala.

"Dia bilang sesuatu lagi sama kamu? Dia minta kamu ngapain lagi kali ini? Cerai sama Wonwoo?" Tanya Sakura.

Aku mengangguk perlahan, "Secara tidak langsung, dia nyinggung lagi soal itu. Semalam, aku dengar dia ingin cepat-cepat dinikahin sama Wonwoo. Seharusnya mereka memang sudah menikah, terhitung sudah 5 tahun lebih mereka jadi sepasang kekasih. Tapi, aku juga baru tahu Wonwoo punya pacar pas udah nikah. Jadi, bukan salah aku dong kalau mereka gak jadi nikah!"

"Benar! Itu benar, Jeong! Tapi tunggu. Kamu sendiri, udah cinta sama Wonwoo?" Tanya Hoshi.

Aku menghela napas kasar, kubanting pengelihatanku ke arah jendela yang mulai hujan perlahan, "A--aku.. Belum terlalu yakin.. Tapi, sepertinya aku mulai menyukainya akhir-akhir ini."

The PoliceWhere stories live. Discover now