d u a p u l u h d u a

288 51 0
                                    

Aku tidak pernah merasa sebimbang ini sebelumnya. Setelah aku mengatakan kalimat yang tak ingin diterima semua pihak, aku menyesali perbuatanku sendiri.

Aku kembali pergi dari rumah. Membiarkan Wonwoo dan Doyeon menyelesaikan masalah mereka terlebih dahulu. Sedangkan aku, memilih untuk menenangkan pikiranku yang kembali kalut kemarin.

Wonwoo jelas tidak suka dengan apa yang aku katakan kemarin, bahkan dengan lantangnya ia menolak segala yang aku ucapkan. Ia tidak berniat untuk melepasku, meski aku telah memberi penjelasan atas ucapanku. Demi kebaikan semua pihak, aku rela melepas Wonwoo. Aku tidak ingin berbahagia dengan pernikahaanku disaat orang lain tersakiti bertubi-tubi.

Aku bangkit dari tempat tidurku, membuka jendela dan menghirup udara segar. Matahari pagi langsung menyapaku dengan kicauan burung sebagai musiknya. Indah, kuasa Tuhan memang tak pernah mengecewakan. Untuk itu tidak ada alasanku untuk tidak bersyukur.

Ceklek!

Aku menoleh kebelakang, kudapati Yoori masuk ke dalam kamarku. Gadis ini tumbuh dengan baik sekarang, bahkan kulihat ia berangsur membaik dan melupakan masa lalu kelam miliknya. Jika ia dapat bangkit, mengapa aku tidak?

Yoori tersenyum ke arahku, membawakanku nampan yang berisi sarapan dan juga air putih, "Kak Sejeong, sarapannya aku taruh disini, ya? Jangan lupa dimakan." Ucap Yoori, meletakkan nampan tersebut di atas nakas samping tempat tidurku.

Aku tak bisa tak mengangkat senyumanku. Ia begitu manis saat menatapku, untuk itu aku selalu mendoakan kebahagiaan dalam hidupnya, "Iya, nanti aku makan."

"Kak Sejeong baik-baik saja, kan? Tidak biasanya kakak tidur disini." Ucap Yoori. Ia mendekatiku, lantas memelukku dari belakang.

"Aku baik-baik saja. Tidak usah khawatir." Aku tersenyum, berbalik ke arahnya dan membalas pelukannya. Ia gadis romantis, siapa saja yang menjadi pasangannya nanti, aku yakin akan bahagia dengan segala perhatiannya.

"Kak, aku selalu berdoa sama Tuhan agar diberikan keluarga bahagia. Ternyata Tuhan itu baik sekali. Aku dipertemukan dengan kak Sejeong, dengan kak Seungcheol, dan kak Nayoung serta ibu Kim. Aku bahagia sekali berada di tengah-tengah kalian. Meskipun hanya sebentar merasakan kasih sayang ibu Kim, tapi ia baik sekali padaku. Ia benar-benar memberiku rasa sayang seperti ibuku dulu. Aku sedih sekali waktu tahu dia juga pergi, aku masih butuh dia disisiku."

Aku merengkuh tubuh Yoori lebih kuat, sama-sama merasa kehilangan orang terkasih, "Semua sudah berjalan sesuai kehendak Tuhan, setidaknya Tuhan berbaik pada kita telah menitipkan orang terbaik dihidup kita. Sekarang, mereka pergi melepas semua beban kehidupan di hidup mereka masing-masing. Untuk itu, Tuhan kembali berbaik hati."

Ibuku sendiri sudah lama menderita sakit. Mungkin, dengan kepergiaannya ini, ia tidak lagi merasakan sakitnya yang luar biasa menyiksa. Aku sudah ikhlas melepasnya, maka dari itu aku tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Hanya kenangan indah bersamanya yang akan aku kenang.

"Benar, kak. Aku pernah bermimpi, ibuku kini bahagia di sana. Ia tidak lagi merasakan siksa yang diberikan ayah tiriku, tidak lagu merasakan pedihnya kehidupan. Aku bahagia saat mendapatkan mimpi itu." Balas Yoori.

"Yap, semuanya sudah ada jalannya. Kini kita tinggal memperbaiki setiap langkah. Jadi, saat kita melewati jalan itu, kita tidak akan tersandung ataupun tersesat. Aku yakin, mereka bahagia saat ini. Dan mereka pasti mengharapkan kita berbahagia juga, untuk itu kita harus menjalani sisa hidup ini dengan bahagia." Ucapku.

Yoori mendongakkan kepalanya, "Kak Sejeong, jangan lupa bahagia. Aku yakin, kakak mungkin mengalami masalah yang rumit sekarang, entah itu apa. Tapi, kakak adalah wanita yang kuat, wanita yang tidak gampang menyerah. Kakak adalah orang hebat. Untuk itu, kakak pasti bisa lewati semua masalah kakak. Aku ada untuk kakak. Apapun yang kakak lakukan, aku akan selalu mendukung kakak. Terima kasih sudah melakukan yang terbaik."

The PoliceWhere stories live. Discover now