Kakek Mataja

234 21 2
                                    

Hari ini matahari Minggu pagi sangat cerah. Hawa dan  wangi matahari menghiasi banyak rumah besar di salah satu komplek di kota itu. Dinding tiap rumahnya mulai menghangat. Begitu pula dengan Angkasa yang mulai merasakan penat dan gerah setelah menyapu bagian dalam rumah itu, dan sekarang ia berdiri di halaman rumah, bersiap untuk menyapu bagian ini seraya menyeka wajahnya.

"Srakk ... srak," Begitulah bunyi yang terdengar ketika lidi mulai menggesek pada tanah dengan sedikit semen tersebut.

"Kak?" panggil pria dengan keringat di pelipisnya.

"Yah, Bintang?" jawab Angkasa dengan senyuman.

Bintang mendekat kepada Angkasa, "Kak, kakak gak mau pergi kemana gitu?" tanya Bintang berbisik pelan.

Angkasa berbalik, menatap Bintang bingung, gadis itu menaikkan kedua alisnya, "Enggak Bin, kakak mau dirumah satu harian!"

"Kakak lebih baik keluar aja yah. Sama kak Icha atau malah sama kak Zevan!"

"Kamu ngusir kakak? Kamu gak suka kakak dirumah?" Angkasa semakin bingung.

"Bukan kak! Bukan gitu maksudnya," elak Bintang cepat.

"Lah, terus?"

Bintang menatap Angkasa sendu. Raut wajahnya kian berubah. Cahaya matanya melemah, senyum yang dia bawa tadi seakan hilang dalam sekejap.

"Kenapa Bintang? Kasih tau sama kakak!" Angkasa memegang kedua pundak Bintang agak keras.

"Kakek kak?" kata Bintang pelan.

"Kakek kenapa Bin? Kakek sakit?" Histeris Angkasa penuh penekanan.

"Bukan kak,"

"Ka ... kek hari ini datang kerumah kita!"

Angkasa menghela nafasnya lega, ia pikir kakeknya itu sakit. Tenyata ketakutan Angkasa sia-sia.

Angkasa melanjutkan menyapu halaman santai. Tak ada yang harus ia pusingkan dari ucapan Bintang.

"Trus, ada apa kalau kakek mau datang? Pakai acara ngusir kakak lagi!" Angkasa terkekeh kecil.

"Kak, kakak jangan pura-pura gak tau sama maksud Bintang! Bintang tau kok kakak cuman pura-pura tenang dan santai aja!" ujar Bintang tak terima.

"Bintang!" Angkasa menatap Bintang serius.

Bintang  menatap Angkasa sendu, "Bintang cuman takut kak," ucapnya lemah.

"Kamu takut apa Bintang? Gak akan terjadi apa-apa!" tegas Angkasa.

Bintang mengernyitkan dahinya, ia tau Angkasa dalam bahaya, ia sangat khawatir. Tapi kenapa kakaknya itu terlihat sangat santai, apa kakaknya itu amnesia?

"Bintang takut kalau kakek berperilaku buruk lagi sama kakak. Bintang cuman gak mau kakak ngalamin hal itu berulang-ulang!" Bintang menggelengkan kepalanya, seolah sangat tak terima jika hal itu sampai terjadi.

Angkasa tersenyum terharu, gadis itu mengelus kepala Bintang hangat, guna ingin menenangkan hatinya. Angkasa tau adiknya ini punya kasih sayang berlebih untuk dirinya. Hatinya berdesir hangat, punya Bintang saja rasanya sudah cukup untuk dirinya.

"Gak akan terjadi apa-apa Bintang!" ucap Angkasa hangat.

"Iyah kak! Hal itu akan berlalu untuk aku, mama, papa, dan juga Bulan! Tapi untuk kakak sendiri?" Bintang menggantungkan ucapannya.

Rasanya ia ingin menangis, bukan karena ia adalah laki-laki pecundang! Tapi Angkasa, adalah kelemahan dari dirinya.

"Bintang gak yakin hal itu akan berlalu sama kakak!" lanjut Bintang lagi.

Angkasa (THE END)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum