Tangan

166 8 1
                                    

Pukul 05:00 WIB pagi. Angkasa masih tetap terjaga, satu malaman gadis itu tak tidur. Pikirannya selalu tertuju pada Zevan yang mungkin antara hidup dan mati kini. Matanya terasa berat, walau bukan dilanda kantuk.

Gadis itu memandang nanar, papanya yang sedang menutup mata, tapi ia tau kalau Bryan tak benar-benar tidur.Sedangkan Wisnu dan Icha sama seperti dirinya. Sama-sama terbangun, namun memilih untuk berdiam diri sejenak. Berperang melawan pikiran, yang seakan menjadi musuh sekarang ini.

Angkasa mengambil ponselnya, membuka galeri handphone itu. Disana, ada banyak sekali foto dirinya dengan Zevan. Mulai dari saat ulang tahunnya, saat Zevan dan Angkasa ada di pantai, dan saat Angkasa memberikan kejutan untuk kekasihnya itu.

Angkasa mengelus pelan foto itu. Air matanya lagi dan lagi gak terbendung. Bulir kristal jernih itu masih tetap jatuh! Membasahi pipi yang masih belum kering benar.

"Angkasa cinta kakak," lirih Angkasa serak.

"Kenapa kakak tega buat Angkasa nangis kaya gini. Kakak kan gak suka kalau Angkasa nangis," rungut gadis itu.

"Kalau kakak ketemu, Angkasa gak bakalan biarin kakak pergi dari samping Angkasa!" tekad Angkasa kuat. Membuat Icha yang terbaring di sampingnya, ikut menangis.

"Sa, gak cuman Lo yang gak bakalan biarin kak Zevan pergi, tapi gue juga!" sahut Icha, memeluk tubuh Angkasa dari samping.

"Kenapa kak Zevan sejahat ini Cha?" tanya Angkasa polos.

Icha mengedikkan kedua bahunya, "Lo tau, gue paling gak suka kalau kak Zevan jahilin gue. Tapi sekarang, rasanya gue rindu banget dijahili. Gue rindu saat kak Zevan berantakin rambut gue. Yah, dia sejahat itu! Dia berhasil buat gue rindu, walau belum 24 jam dia gak ada di samping gue Angkasa!" sesak Icha merintih. Air matanya terus turun.

Angkasa mengusap bahu Icha,keduanya lantas sama-sama menangis. Merindukan seseorang walau belum lama orang itu pergi. Namun ini bukan masalah waktu! Ini masalah rindu yang belum tentu bisa terbayarkan.

Angkasa merasakan ada getaran di dekatnya. Buru-buru gadis itu mengambil benda itu. Yah, ponselnya bergetar. Angkasa melihat sekilas, ada nomor asing disana.

"Halo!" ucap Angkasa sembari menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Halo mbak! Ini saya suster kemarin. Saya mau memberitahukan kalau ada 4 orang yang no ditemukan lagi pagi ini!"

Jantung Angkasa lantas lansung berdegup sangat cepat! Gadis itu menghapus air matanya kasar. Ia duduk dengan cepat.

"Baik mbak! Terimakasih banyak, saya lansung ke IGD sekarang!" tegas Angkasa.

Angkasa berdiri, dan dengan cepat gadis itu keluar dari ruang rawat Wisnu. Tanpa peduli dengan Icha yang mengejarnya dari belakang.

"Sa, Lo mau kemana?" kejar Icha, berusaha membuat langkahnya seimbang dengan Angkasa.

Tanpa menoleh, Angkasa menjawab," Angkasa mau ke IGD. Ada 4 orang korban yang ditemukan lagi pagi ini,"

Icha mengangguk, ia menggenggam tangan Angkasa. Kemudian, kedua gadis itu berlari berdampingan menuju Instalasi Gawat Darurat.

Di dalam lift, keduanya hanya bisa diam. Berdoa dalam hati untuk orang yang sama. Agar orang itu selamat dan tak benar-benar meninggalkan mereka.

Angkasa dan Icha dengan tergesa-gesa memasuki ruangan berbau obat yang sangat menusuk itu. Dan benar saja, ada 4 orang yang sedang dikerumuni sekarang. Angkasa dan Icha memasuki kerumunan itu. Membelah, orang-orang tengah menangis.

Angkasa menatap nanar satu orang korban dihadapannya. Seorang wanita paruh baya, tampaknya sebelah wajahnya robek. Pipi kirinya mengeluarkan banyak sekali darah. Angkasa menangis sesenggukan melihatnya, ia keluar dari kerumunan itu.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang