Angkasa Bisa Jalan

200 16 0
                                    

Bulan demi bulan terus melaju, mengganti siang dengan malam, mengganti terbit dengan tenggelam. Sudah 6 bulan sejak Angkasa dan Zevan keluar dari Rumah Sakit, dan selama itu pula Keluarga Nugraha lah yang merawat Angkasa, mulai dari menguatkan Angkasa, mengantar Angkasa rawat jalan, ataupun menemain Angkasa kemanapun gadis itu ingin.

"Makan dulu Sa!" panggil Wisnu, ketika dilihatnya Angkasanya sedang berada di taman belakang rumahnya. Duduk diatas kursi roda.

"Iyah om!" sahut Angkasa sedikit menolehkan kepalanya.

Wisnu bergerak menuju posisi Angkasa, mendorong kursi roda Angkasa berjalan menuju ruang makan. Angkasa tersenyum tipis, mengejek hatinya, yang masih saja terus berharap agar Bryan lah yang ada di posisi Wisnu. Namun, untuk detik ini saja Angkasa masih sangat bersyukur mendapatkan perhatian layaknya dari ayah.

Iris mata Angkasa dapat menangkap Icha dan juga Zevan yang sudah duduk di meja makan, sembari menunggu Angkasa. Semyum dari Icha ataupun dari pacarnya itu tak pernah lekang untuk Angkasa.

"Kenapa bukan kak Zevan yang jemput Angkasa? Kenapa harus a ayah?" tanya Icha menatap Zevan dengan sorot tajam.

"Kamu cemburu yah?" sahut Wisnu sembari memposisikan kursi roda Angkasa di samping kursinya Zevan.

"Bukan ayah ... sama sekali bukan! Tapi kak Zevan yang menunjukkan rasa tanggung jawabnya sebagai seorang pacarnya Angkasa!" lugas Icha seraya mempermainkan kedua tangannya.

Zevan memutar bola matanya, memandang adiknya itu jengkel, "Ayah yang larang kakak dek!" ujar Zevan.

"Iyah Cha ... tangan kakak kamu kan masih baru sembuh. Jadi gak baik!" jelas Wisnu lagi membuat Icha mengangguk paham seraya memasang tampang rasa bersalah ke arah Zevan.

"Makanya jangan fitnah dulu kamu," kata Zevan lagi, menunjuk Icha dengan jari telunjuknya

Icha menurunkan sudut bibirnya, "Iyah! Maafkan adikmu ini kak Zevan," tegas Icha.

"Kakakmu ini memaafkan kamu adikku!" sahut Zevan lagi serius. Membuat keempat orang itu ikut tertawa lepas. Angkasa juga ikut tertawa. Tapi dari hatinya yang paling dalam, disaat moment seperti ini Angkasa sangat merindukan Bintang. Entah bagaimana kabar adiknya itu sekarang. Sudah hampir setengah tahun berlalu, dan dirinya tak kunjung bertemu dengan Bintang.

"Udah ... udah, makan yuk!" ajak Wisnu mengakhiri tawa mereka. Dengan lihai mereka berempat mulai repot memindahkan satu persatu lauk ke atas piring mereka masing-masing.

Angkasa yang hendak mengambil nasi, langsung ditahan tangannya oleh Zevan.

Angkasa menatap Zevan dengan dahi berkerut, sedangkan Zevan berbalik menatap Angkasa seraya menggelengkan kepalanya.

"Kakak aja. Kamu sakit Sa ..." lembut Zevan. Angkasa hanya bisa pasrah dan kembali duduk dengan tenang sambil memperhatikan Zevan yang mengisi piringnya dengan menu yang sangat banyak. Nasi yang lebih dari 2 sendok, bahkan ikan dan ayam yang lebih dari satu potong.

"Kebanyakan kak!" peringat Angkasa menghela nafasnya kasar.

"Kamu kurus Sa ..." sahut Zevan, semakin gencar dengan aksinya.

"Plaakkkk.... " Angkasa memukul tangan Zevan dengan sengaja, ia tau tangan itu gak akan bisa berhenti menguras habis makanan yang ada di meja agar Angkasa makan.

"Sakit Sa!" ringis Zevan seraya mengelus tangan kanannya.

"Eh Maaf kak! Angkasa refleks!" ujar Angkasa, menggaruk pelipisnya yang sama sekali tak gatal.

"Kamu sih kak! Itu makanan Angkasa porsinya udah kebanyakan. Mau menambah berat badan Angkasa, juga gak segitunya. Bukan hanya dari makanan rumah seperti ini," imbuh Wisnu lagi. Cukup heran dengan tingkah putranya itu.

Angkasa (THE END)Where stories live. Discover now