Salah Paham

244 23 1
                                    

2 operasi telah berjalan dengan lancar, Wisnu akhirnya bisa sedikit bernafas lega karena akhirnya dia keluar dari operasi itu. Peluh keringat sudah membasahi wajahnya, mulai dari dahi, puncuk hidungnya, bahkan sampai di dagu pria itu. Wisnu berjalan menuju salah satu kursi tunggu pasien di depan ruangan operasi itu.

"Syukurlah, semuanya berjalan lancar!" guman Wisnu kecil.

"Yah? Gimana operasi kakak sama Angkasa?" tanya Icha seraya duduk di samping Wisnu. Wajah Icha kini sudah tampak lebih tenang. Mungkin karena dia sudah melaksanakan apa yang Wisnu perintahkan, yaitu tetap berdoa. Walaupun kelopak mata Icha terlihat bengkak dan sedikit menghitam.

"Kedua operasinya lancar sayang ..." balas Wisnu tersenyum hangat, tak dapat dipungkiri wajah laki-laki itu terlihat lelah.

"Syukurlah yah. Icha berterimakasih sama Tuhan!" kata Icha seraya bernafas lega.

"Cha, ayah punya kabar yang mungkin gak bisa dibilang baik!" ujar Wisnu tiba-tiba. Menatap Icha dengan sorot mata serius.

Dengan cepat, Icha menoleh pada ayahnya itu. Manik matanya seakan menagih untuk  Wisnu melanjutkan kalimatnya, "Kabar apa yah?" tanya Icha tak sabar, jantungnya berdegup lebih kencang.

"Gak sekarang Cha! Ayah lelah, boleh ayah minta tolong sesuatu sama kamu?"

"Minta tolong apa yah?" tanya Icha balik.

"Ayah cuman minta tolong, jaga kakak dan teman kamu yah. Ayah sudah menempatkan mereka dalam ruangan yang sama, agar kamu bisa lebih mudah mantau!" papar Wisnu.

"Oke yah. Ayah pulang aja dulu. Biar aku yang disini!" balas Icha.

"Sebentar!" cegat Wisnu ketika Icha ingin pergi dari hadapannya.

"Ada apa yah?" heran Icha dengan alis yang ia angka sebelah.

"Orang tua Angkasa dimana? Kamu gak hubungi mereka?"  Wisnu sebenarnya sangat heran dan janggal. Karena sejak kecelakaan tadi malam, sampai operasi selesai pada pukul 08: 00 WIB pagi ini , tak satupun keluarga atau kerabat Angkasa yang menampakkan wajahnya di klinik tersebut.

"Aku juga gak tau yah. Sebenarnya, aku udah SMS mamanya Angkasa. Aku udah beritahu kalau Angkasa kecelakaan. Tapi kenapa mereka belum datang juga ya," ucap  Icha berkutat dengan pikirannya sendiri.

"Apa Angkasa gak tinggal sama orangtuanya?" sahut Wisnu ikut berpikir.

"Angkasa tinggal sama orangtuanya kok yah. Aku yakin! Angkasa sendiri yang kasih tau sama aku. Cuman aku sering lihat kalau wajah Angkasa itu biru-biru, banyak lebam lagi...." kata Icha menggantungkan kalimatnya.

"Jangan-jangan orangtua Angkasa gak sayang sama Angkasa? Soalnya dulu, waktu aku sama kakak bawa Angkasa ke Rumah Sakit karena pingsan. Orangtuanya bahkan gak datang atau jemput Angkasa!" papar Icha lagi dengan otaknya yang diperas habis.

"Hush! Mulutnya Cha ... mana ada orangtuanya yang jahat sama anaknya Icha...." peringat Wisnu tegas.

"Iyah sih yah. Aku gak tau jelas soal keluarga Angkasa. Palingan Angkasa kasih tau kalau aku nanya!" sahut Icha seraya mengedikkan kedua  bahunya.

"Yaudah, pokoknya kamu jaga Angkasa yah Cha. Jagain Angkasa sampai dia sadar. Ingat! Kalau mereka bangun, jangan kasih minum apalagi makan!" peringat Wisnu penuh penekanan.

"Iyah ayah ... masa putrinya dokter gak tau sih sama aturan puasa. Ayah gak perlu ingetin lagi!" balas Icha sedikit kesal.

"Ayah cuman jaga-jaga aja Cha. Siapa tau kamu lupa!" imbuh Wisnu lagi.

"Udah yah. Aku tau kalau kak Zevan sama ayah gak bisa dilawan kalau soal debat!"

Wisnu terkekeh kecil, "Ayah pulang yah, ayah makan dan istirahat sebentar, nanti balik lagi!"

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang