Keluargaku

241 19 0
                                    

Sudah 3 hari berjalan, Angkasa maupun Zevan juga makin pulih. Keduanya yang memang sudah diikat oleh status hubungan, membuat Angkasa sedikit bertingkah lebih canggung. Namun, Zevan yang memang sudah lebih dewasa rasanya mengerti dan tak mempermasalahkan hal itu.

"Angkasa, jus nya diminum," peringat Zevan, saat melihat jus milik Angkasa yang masih utuh. Padahal milik Zevan sudah habis setengah jam yang lalu.

"Angkasa gak suka jus jeruk," kata Angkasa, sedikit menurunkan sudut bibirnya.

Zevan membuang nafasnya kasar, "Diminum Sa ... mau cepat pulih dan pulang kan?" tanya Zevan sembari memainkan alisnya.

Angkasa menatap Zevan lekat, sekarang ada 2 pilihan yang membuat Angkasa sangat bingung. Di satu sisi Angkasa juga pengen cepat pulih dan sehat, tapi jika hal itu terjadi. Apa itu berarti Angkasa harus pulang? Apa itu berarti Angkasa harus kembali merasakan pedih itu lagi. Angkasa sekarang lumpuh! Dan Angkasa gak akan sekuat dulu lagi.

"Kenapa mukanya gitu?" ujar Zevan hangat.

Angkasa mengusap pipinya sejenak, "Gak apa-apa kak,"

"Ayo diminum," ucap Zevan sembari menatap jus jeruk dan Angkasa bergantian.

Angkasa mengangguk, sedetik kemudian gadis itu mulai mengambil gelasnya. Dan mengarahkannya ke mulutnya, meneguk jus jeruk itu sedikit demi sedikit, hingga tersisa setengah gelas. Kemudian, Angkasa kembali meletakkan gelasnya di nakas yang tepat ada di sampingnya.

"Gimana?" tanya Zevan, sedari tadi pria itu terus menikmati wajah Angkasa. Wajah cerah, yang jauh lebih baik daripada ketika Zevan menemui Angkasa di rumahnya beberapa hari yang lalu.

Angkasa tersenyum simpul, menarik kedua matanya untuk ikut membentuk lengkungan kecil, "Enak!" ujar Angkasa.

"Trus, kenapa gak suka jus jeruk?" sahut Zevan lagi.

"Dulu, Angkasa pernah dikasih jeruk busuk sama papa. Papa maksa Angkasa untuk makan, sejak saat itu Angkasa jadi sedikit trauma sama jeruk," papar Angkasa, matanya membayangkan kejadian itu. Kejadian dimana Angkasa masih duduk di kelas 2 SD.

Zevan bergerak menuju Angkasa, mengelus kepala Angkasa sejenak, seraya berkata, "Udah ... gausah diingat lagi. Masih banyak hal indah yang harus kamu ingat!"

Angkasa mengangguk, "Tapi, hal indah itu gak bisa Angkasa dapatkan dari orang tua Angkasa," lirih Angkasa.

"Pasti ada, mereka kan tetap orang tua kamu. Sejahat-jahatnya mereka, mereka pasti sayang kok sama kamu Sa ..." ujar Zevan menguatkan Angkasa. Mengelus punggung Angkasa sejenak.

Dalam hati, Angkasa sama sekali tak setuju dengan perkataan Zevan. Walaupun Angkasa juga punya harapan bahwa hal itu benar adanya! Harapan bahwa Angkasa disayangi walaupun hanya sedikit saja. Jika saja harapan itu bisa terwujud maka mungkin Angkasa adalah orang paling bahagia di dunia ini.

Angkasa menoleh kepada Zevan, "Kak Zevan, yakin orang tua Angkasa sayang sama Angkasa?"

Zevan mengangguk mantap, "Gak ada orang tua yang gak sayang sama anaknya. Apalagi seorang ibu, mana mungkin dia gak sayang sama anak yang udah dia kandung selama 9 bulan, dia lahirkan dengan taruh nyawa, juga dia besarkan dengan keringat,". jelas Zevan, sekilas ingatannya berputar kepada sang bunda lagi.

Angkasa menggeleng mengelak, "Kak ... Angkasa bukan anak kandung papa dan mama," kata Angkasa membuat Zevan terperanjat kaget.

Refelsk, Zevan duduk di kasur Angkasa. Tepat di depan gadis itu. Matanya seolah menagih Angkasa untuk melanjutkan kalimatnya.

"Trus, kenapa kamu bisa sama orang yang bukan orang tua  kamu Sa?" tanya Zevan, menatap Angkasa serius.

"Angkasa du-"

Angkasa (THE END)Where stories live. Discover now