Kepulangan

171 11 0
                                    

Pukul 12:00 WIB. Angkasa bisa merasakan deru nafasnya semakin gusar. Gadis itu tengah bersiap-siap untuk pulang kerumahnya.
Angkasa menarik nafasnya panjang, lalu akhirnya keluar dari kamarnya.

Mata gadis itu menjelajah, mencari sosok Bintang.

"Bintang?" panggil Angkasa, setelah melihat Bintang.

"Yah kak?" sahut Bintang.

"Kamu udah siap kan?" tanya Angkasa lagi, ia ingin segera pulang, tak ingin lagi berlama-lama disini. Ia takut, dirinya semakin berat untuk meninggalkan Zevan.

Bintang mengangguk, "Udah kak, tapi kita gak pulang sendiri," kata Bintang.

Angkasa mengerutkan keningnya dalam, "Maksud kamu?"

"Om Wisnu, dan kak Zevan yang ngantar kita. Mereka udah nunggu di depan kak!" Beritahu Bintang.

"Beneran? " tanya Angkasa lagi, dan dibalas anggukan oleh Bintang.

"Yaudah ayo!" ajak Angkasa kepada Bintang. Keduanya pun langsung berjalan ke arah pintu depan? Mencari sosok Wisnu dan Zevan.

Angkasa sebenarnya, sangat tidak nyaman jika keluarga Nugraha masih berniat untuk mengantarnya, apa mereka tak tau jika keadaan seperti itu rasanya memberatkan Angkasa.

"Bintang duduk di depan sama saya," kata Wisnu, tegas. Yah kali ini pria itu yang akan menyetir. Dan menyisakan Angkasa yang harus duduk di samping Zevan di belakang.

Mobil pun akhirnya bergerak, berjalan membelah jalanan Bandung.

"Kamu gak mau ucapin kalung perpisahan sama kakak?" goda Zevan, setengah berbisik pada Angkasa.

Angkasa menoleh, sedikit merinding, merasakan nafas Zevan yang seakan menyapu lehernya.

"Kalimat perpisahan itu kan untuk orang yang gak bakalan ketemu lagi kak," ujar Angkasa.

"Berarti kamu yakin dong, kalau kita bakalan ketemu lagi?" tanya Zevan, ada rasa bahagia disana.

Angkasa mengangguk mantap, "Angkasa yakin kok, kan kak Zevan sendiri yang menyakinkan Angkasa," Senyum simpul terus melengkung di bibir Angkasa.

*****

Mobil putih Wisnu kini mulai memasuki halaman depan keluarga Angkasa. Rasanya dada Angkasa kembali sesak, rasa khawatir mengejar diri Angkasa. Detak jantungnya berdegup tak karuan.

Zevan mengelus rambut dan pundak Angkasa, seolah tau apa yang Angkasa rasakan kini.

"Pacarnya kak Zevan, pasti bisa kok!" tegas Zevan.

Keempat orang itu mulai turun dari mobil, Angkasa dan Zevan berjalan berdampingan. Telapak tangan Zevan tak lupa saling mengatup dengan tangan Angkasa.

Bintang maju duluan, menekan tombol bel tanpa ragu.

Seorang wanita paruh baya dengan pakaian sangat sederhana, langsung menghiasai mata keempat orang itu. Siapa lagi kalau bukan ART?

"Non Angkasa?" lirih ART tersebut terlihat senang. Wajahnya terlihat berseri.

Angkasa menanggapinya dengan senyuman, tak dapat dipungkiri kalau dirinya juga rindu dengan bibi. D

"Panggilin papa, mama, dan kakek yah bik!" suruh Bintang.

"Baik," balas ART tersebut lalu meninggalkan empat orang itu yang masih setia berdiri di luar.

Tangan Zevan terus merangkul pundak Angkasa, sesekali menepuknya. Perhatian kecil ini, membuat Angkasa ingin sekali menangis, bagaimana kalau dia tak lagi bisa bertemu dengan kekasihnya itu.

Angkasa (THE END)Where stories live. Discover now