Masa Kini dan Masa Depan

198 12 0
                                    

Angkasa tersenyum tipis melihat Zevan yang juga tertidur di lain kasur, tapi tepat di sampingnya. Keduanya telah sampai di Instalasi Gawat Darurat 1 jam yang lalu. Ruangan yang berkali-kali lebih luas nan dokter maupun pasien yang juga berjumlah lebih banyak, lansung bisa dirasakan oleh Zevan maupun Angkasa.

"Sa," panggil Zevan bersuara lembut.

Angkasa menoleh pelan, Ada apa kak?" tanya Angkasa.

Zevan menggelengkan kepalanya, "Gak apa-apa Sa, cuman mau nanya, apa kamu gak beritahu keluarga kamu kalau kamu kecelakaan?"

Angkasa menengadah kepalanya ke atas, menatap langit-langit putih di hadapannya. Beban itu, rasa sesak itu, kembali menancap dada Angkasa. Membuat gadis itu rasanya sulit walau hanya sekedar untuk bernafas.

"Kak, Angkasa rasa kak Zevan udah tau bagiamana keluarga Angkasa kan?" jawab Angkasa dengan pertanyaan pula.

Bukan tak punya dasar, Angkasa mengatakan itu, karena semasa dia tidur. Angkasa juga merasakan pula mendengar kalau  Zevan ada di bawah dan mengobrol dengan keluarganya. Tapi memang, Angkasa yang lemas, tak menghiraukan  hal itu dan memilih untuk melanjutkan menutup mata.

Zevan menatap Angkasa dengan tatapan sendu, sembari membayangkan ketika dirinya datang ke rumah Angkasa. Membayangkan kembali wajah tua yang menyambutnya dengan omongan pedas, pula wajah pria yang tak jauh berbeda dengan yang tua. Mau itu wajah, pula dengan perkataan dan omongannya.

"Sa ... sudah! Jangan dipikirkan lagi, masih banyak orang lain yang sayang sama kamu. Kakak tau kamu kuat," kata Zevan sedikit dengan tekanan.

Angkasa mengangguk dan kembali menormalkan pandangannya.

"Gimana, kabar anak dan calon mantu ayah?" Suara itu datang dari balik gorden ditemani oleh wajah Wisnu yang terkekeh.

Angkasa refleks menatap Zevan dan Wisnu bergantian. Apa maksud omongan Wisnu? Apakah itu benar-benar ... Angkasa bisa merasakan pipinya yang bersemu merah, jantungnya yang berdegup lebih cepat,

Zevan tersenyum kikuk menanggapi Angkasa. Pria itu juga mengetatkan giginya ke arah Wisnu. Ingin rasanya Zevan mencubit ginjal ayahnya.

"Yah ..." peringat Zevan tegas.

Wisnu malah semakin terkekeh geli, "Serius amat kak, ayah cuman becanda," ujar Wisnu lugas.

Wisnu melihat wajah Angkasa dan Zevan bergantian, kedua wajah itu rasanya sudah berangsur-angsur cerah dan tak pucat lagi.

"Kalian diopname selama 1 Minggu di Rumah Sakit ini!" Beritahu Wisnu dengan sedikit tekanan.

Angkasa mengernyit tak terima, "Apa selama itu om?" tanya Angkasa.

Wisnu mengangguk, "Iyah Sa, kalian harus istirahat. Terutama kamu, tubuhmu masih sangat lemas, gula darah kamu juga rendah. Om harap kami bisa perbanyak minum teh manis, atau makan-makanan manis yah ..." jelas Wisnu membuat Angkasa hanya bisa mengangguk pasrah.

"Kalau Zevan kenapa harus selama itu yah?" sahut Zevan mulai merubah posisi tubuhnya menjadi duduk.

"Kak ... kondisi kamu emang gak terlalu parah. Kamu juga udah bisa pulang untuk sekarang. Tapi ayah mau kamu tetap disini, ada hal lain yang penting" tegas Wisnu namun dengan nada lembut.

Zevan menghembuskan nafasnya gusar, "Tapi Zevan ada ujian Minggu ini yah ..." ujarnya kecewa.

"Itu bisa ditunda dulu kak. Ayah juga tau ujiannya baru 2 Minggu lagi, kamu aja yang selalu persiapan lebih awal. Padahal tanpa persiapan apapun kamu bisa jawab semua soal itu," balas Wisnu.

"Trus kalau kamu pulang, kamu tega buat ninggalin Angkasa disini?" lanjut Wisnu seraya menoleh pada Angkasa. Sedangkan Angkasa hanya bisa diam. Dari hati paling dalam, dia juga penasaran apa jawaban Zevan.

Angkasa (THE END)Where stories live. Discover now