Keny & Bulan

237 21 2
                                    

"Aku menyayangimu layaknya kakak. Tanpa peduli tiri atau kandung."

~AngkasaAlskAng~

Angkasa duduk dengan wajah muram di kursi meja belajarnya. Di tangannya ia mengelus jam Beker lama yang selalu jadi temannya. Teman yang menurutnya memberikan penderitaan besar. Teman yang selalu berjalan tanpa henti, tanpa peduli ada seseorang yang tak ingin waktu berlalu begitu cepat tanpa ada hal yang sedikit bermakna. Juga seorang teman yang selalu Angkasa salahkan! Angkasa benci waktu.

Sudah hampir 2 Minggu ini, Bulan selalu pulang malam. Bryan tak bisa bertindak tegas atau hanya sekedar menegur. Bryan hanya bisa menanyakan alasan tanpa peduli alasan itu benar atau bukan. Sering sekali Bulan pergi ketika malam Minggu, dengan gaun merah, berikut dengan sepatuk ber hak tinggi. Bulan memiliki gaya yang tak sesuai dengan usianya memang.

Jam sudah menunjukkan pukul 00:00 dini hari. Angkasa gak bisa tidur, ia akan tetap menunggu Bulan pulang sampai gadis itu pulang dengan keadaan baik. Jujur, Angkasa sangat khawatir! Bulan masih SMP, masih sangat belia, dan baru memasuki fase remaja. Lalu, bagaimana bisa ia selalu pulang malam seperti ini. Dengan siapa Bulan pergi? Menghabiskan setengah malam tanpa keterangan.

Angkasa meneguk sejenak air putih yang ia sediakan setiap malam. Rasanya air itu membasuh kerongkongan Angkasa yang sudah kering sejak tadi. Untung besok adalah hari Minggu, jadi dia tak perlu berpikir akan telat ke sekolah. Angkasa menghela nafas tiap kali menit bertambah dan Bulan masih berada diluaran sana.

Jendela kamar Angkasa sedikit bercahaya hingga menembus gordennya. Cahaya itu membuat Angkasa berjalan menuju jendela, membukanya perlahan. Dari mata Angkasa, tampak sebuah mobil mewah dan dari mobil tersebut Bulan keluar dengan sedikit elegan. Rambut yang ia geraikan, sedikit berantakan. Sebentar!

Agaknya Angkasa kenal mobil itu!

Dengan berlari Angkasa keluar dari kamar menuju halaman depan. Ia tahu betul siapa pemilik mobil itu. Tangan Angkasa mengepal, emosi sekaligus khawatir dengan Bulan.

"BULAN!"

Angkasa memanggil Bulan dengan keras. Kali ini ia tak peduli bagaimana sikap Bulan kepadanya. Bagaimana Bulan membentak atau berlaku buruk.

Bulan menatap remeh Angkasa, dirinya memutar bola malas melihat Angkasa. Bulan menarik tangan Angkasa dengan kasar, menekannya di bagian nadi Angkasa, sembari tersenyum smirk.

"Sejak kapan kamu punya hak membentak saya!" Bulan berkata dengan nada mengejek. Masih, mempermainkan tangan Angkasa dengan tenaganya yang semakin besar.

"Arrghhhh!" Angkasa mendesis kesakitan.

"Lepas!" Angkasa menarik tangannya dengan sekuat tenaga. Ia tak akan membiarkan semua ini terjadi. Tak apa bila Angkasa dipelakukan seperti ini dalam keadaan lain. Tapi untuk kali ini, Angkasa hanya mementingkan keselamatan Bulan!

"Udah kuat Lo yah! Mau gue aduin ke papa? Jangan lupa sama lidi Angkasa...." ujar Bulan mengancam Angkasa.

"Bulan...." Kali ini Angkasa berucap dengan nada yang lebih rendah. Lebih lembut.

"Kamu ngapain sama Keny?" tanya Angkasa lembut. Ia memegang kedua bahu Angkasa erat. Ia takut Bulan jatuh dalam lubang yang salah. Lubang yang akan menghancurkan diri Bulan.

Angkasa (THE END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang