12 | δώδεκα

1.9K 450 76
                                    

:.。o○ Given Taken ○o。.:

Di lain tempat, Niki tengah merenung seorang diri. Ia sudah berada disini selama kurang lebih satu setengah jam, hanya berbicara kemudian kembali berpikir lalu berbicara lagi dan berpikir lagi. Niki membiarkan seluruh kalimatnya mengudara tanpa mepedulikan jika sama sekali tidak ada yang merespom segala perkataannya.

Hembusan angin menggugurkan daun-daun kering, berterbangan mengikuti arah angin membawanya. Hawa dingin yang Niki rasakan sekarang, karena dirinya sedang berada di pemakaman. Ia berniat untuk bertemu Heeseung一walau lelaki itu sebenarnya sudah tiada.

"Cukup Kak Heeseung aja, jangan yang lain." Niki kembali bergumam, duduk menghadap batu nisan yang bertulisan Lee Heeseung. "Gue udah gak mau kehilangan temen lagi, walaupun temen gue gak ada peduli tentang masalah gue." Sambungnya. Tidak sepenuhnya benar, Niki membenarkan ucapannya dalam hati, karena masih ada satu orang yang peduli tentang kehidupannya. Siapa lagi kalau bukan Sunghoon.

Niki menaikkan sudut bibirnya ke atas. "Pasti enak ya tiduran disitu? Dingin, adem, gak ngerasain beban." Ia pun terkekeh dengan ucapannya sendiri, y-ya beginilah yang dilakukan Niki selama satu setengah jam. "Ck! Bisa-bisanya gue iri sama orang mati, apaan banget wkwk." Lanjut Niki sambil terus menerus memandang kuburan milik Heeseung. Kemudian ia beralih, retinanya menelisih ke sekitar pemakaman.

Kosong. Mungkin jika Niki mempunyai kelebihan untuk melihat makhluk tak kasat mata, pasti ia sudah merasa kalau tempat ini sangatlah ramai.

Ramai di tempati makhluk halus.

Tak lama Niki mengusap tengkuknya, ia merasakan hawa disini sudah tidak enak. Terlebih lagi ia sendirian. "Y-yaudah, Kak. Gue mau balik ke tempat les dulu. Kapan-kapan kesini lagi." Pamitnya一walaupun Heeseung tak akan pernah lagi menjawab ucapan Niki. Dirinya beranjak lalu mengibaskan bokongnya seraya menoleh ke kanan dan kiri dengan was-was.

Namun sebelum ia pergi, matanya terfokus pada satu batu nisan yang terdapat disana. Niki terkejut, matanya membulat sambil melangkah perlahan mendekati kuburan yang letaknya tak jauh dari kuburan Heeseung. Ia menyipitkan matanya untuk melihat nama yang tertulis di batu nisan tersebut dengan jelas.

Saat Niki cukup dekat dengan kuburan itu, ia melihat dua kejanggalan. Rasanya jantung Niki berdetak lebih lambat sekarang, ia mengucak matanya kasar untuk memastikan apakah dirinya salah lihat atau tidak.

Nyatanya yang Niki memang tidak salah lihat. Hanya saja yang membuat Niki tidak percaya adalah,

一ketika ia melihat nama temannya yang tertulis di batu nisan itu. Anehnya, Niki merasa kalau temannya itu masih hidup. Niki semakin mengerutkan dahinya ketika ia mengetahui ada kejanggalan lain.

Kuburan itu memiliki tanah yang sama sekali tidak rata, lebih menjorok ke arah dalam dan tanahnyapun terburai kemana-mana.

Detik kemudian Niki kembali bermonolog. "Kenapa nama dia ada disitu?" Niki memiringkan kepalanya, memutar otak untuk memecahkan kejanggalan yang ia lihat. "Ah, tapi yang namanya begitu kan bukan dia doang." Ia menggeleng-gelengkan kepala untuk menghilangkan pikiran buruk yang melintas. Namun Niki masih meragukan pikiran buruk tersebut.

"Apa jangan-jangan, dia vampir yang datang dari masa lalu? Orang yang digigit vampir kan bisa hidup lagi pas beberapa tahun kemudian."

:.。o○ Given Taken ○o。.:

Kali ini kelima lelaki tersebut sedang memakan makan siangnya, makanan yang dibeli Jay pada saat 15 menit yang lalu. Mereka menikmati makanan seraya menyelipkan beberapa cerita sederhana sebagai topik pembicaraan. Lihatlah, bahkan pada saat makan, sekelompok lelaki itu masih saja berbicara. Bisa kau bayangkan betapa berisiknya mereka.

"Ngomong-ngomong, kalian penasaran gak sih sama kalimat yang kita temuin di rumah Heeseung itu?" Ucap Jay kembali melahap burger berukuran sedang yang ia pesan tadi. Ia mengunyah cepat makanannya agar bisa kembali berbicara. "One lies one honesty. Maksudnya tuh apa? Dan.. yang nulis tulisan itu siapa? Si vampir atau Heeseung?" Sungguh, Jay melontarkan pertanyaan yang selalu berputar tanpa ujung di benaknya, karena sama sekali tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan ini.

"Kalau kata gue nih ya, yang nulis itu vampir. Karena mana mungkin Heeseung nulis kayak begitu? Toh, tulisannya juga pake darahnya Heeseung, berarti vampir yang nulis lah!" Usul Jake yang dianggkui Sunghoon, Jay pun mencerna omongan Jake dengan sebaik-baiknya. Tak lama kemudian ia kembali bertanya.

"Tapi tujuan vampir nulis itu buat apa?" Tanya Jay. Setelah kalimat pertanyaan itu mengudara, sama sekali tidak ada yang menjawab. Semua bingung. Sama sekali tidak tahu. Maupun Jake, Sunghoon, ataupun Jungwon hanya diam sambil terus menghabisi makanannya perlahan. Jay menghela napas panjang karena tidak ada yang memberi respon. "Ada yang tau gak kemaren Sunoo ngapain aja? Kenapa dia bisa jadi target vampir yang kedua sih?"

"Terakhir kali tuh, gue sama Jungwon lagi di rooftop. Cerita-cerita tentang kehidupan Sunoo. Disitu Jungwon nanya satu kebohongan dan satu kejujuran yang Sunoo punya, disitu semua pertanyaan Jungwon dijawab sama Sunoo. Udah seinget gue itu aja." Jelas Sunghoon. Mendengar namanya disebut, Jungwon pun ikut mengangguk guna menyertai omongan Sunghoon. Entah mengapa semua pertanyaan Jay seakan-akan dirinya sedang diintrogasi oleh lelaki itu, membuat Sunghoon bergidik ketika suasana semakin serius.

"Sekarang gue mau nanya. Diantara kita, siapa orang yang terakhir masih di panti asuhannya Sunoo?" Tanya Jay lagi setelah helaan napas ia loloskan lewat lubang hidungnya. "Ayo jujur, gue gak bercanda." Sambungnya kemudian kembali melahap burger yang ia pegang.

"Gue sama Kak Jake yang terakhir di panti asuhan." Jawab Jungwon menjawab pertanyaan Jay, sedangkan Jake hanya diam sambil terus memakan jatahnya. "Tapi pas gue lagi bantu beres-beres bareng anak panti, Kak Jake ngilang. Kak Sunoo juga sempet nanya Kak Jake kemana, gue gelengin kepala karena gak tau." Jungwon melanjutkan perkataannya yang membuat Jay mengalihkan pandangan ke arah Jake.

"I-itu gue udah pulang duluan, jujur kok, gue gak bohong." Jake tampak membela diri, membuat teman-temannya merasa curiga pada lelaki itu. Jay pun berdecih mendengar jawaban dari pemuda kelahiran Aussie tersebut.

"Pulang duluan kok gak pamit? Lupa apa sengaja? Lo udah gede harusnya punya sopan santun sebagai tamu. Pas itu lo lagi buru-buru apa gimana? Kalo pamit dulu mah sebentar kali, gak nyampe lima menit. Jujur, kenapa lo ngilang gitu aja pas disana? Lo nyembunyiin sesuatu dari kita kan?"

Jay tersenyum puas ketika Jake terdiam saat selesai mendengar banyaknya pertanyaan dari dirinya. Namun ada satu hal yang dipikirannya. Lebih baik mencari tau sendiri daripada menanyakan ke orang lain, karena bisa jadi orang yang ditanya berbohong sebagai bentuk pembelaan diri yang paling klasik. Tak lama Jake kembali menjawab dengan kalimat yang sama, dan Jay juga melontarkan pertanyaan yang sama.

"Gue beneran pulang kok."

"Kenapa gak pamit dulu?"

Jake menghela napas seraya meletakkan makanannya kembali di dalam box karena sudah tak nafsu. Ia memandang Jay dengan tatapan kosong, bibirnya bergetar saat ingin mengucapkan sesuatu. Lalu tangan Jake bergerak untuk membuka kaos lengan panjangnya yang menutupi pergelangan tangan.

"Personal problem."

Menampakkan banyak bekas luka goresan disana. Ternyata Jay baru sadar, kalau banyak sekali yang disembunyikan oleh seorang teman di hadapan temannya yang lain. Begitu juga dirinya.


***

Hayoloh wkwk

Given Taken || Enhypen [√]Where stories live. Discover now