16 | δεκαέξι

1.6K 440 92
                                    

:.。o○ Given Taken ○o。.:

Jake menghela napas, ia merasa bersalah karena tidak ikut untuk membuat Niki tetap bersama mereka. Melainkan dirinya pergi menemui sang ibu terbaring lemah di atas bangsal rumah sakit bersama Sunghoon. "Kira-kira mereka bisa ngebujuk orang tua Niki gak ya?" Gumam Jake dengan tatapan kosongnya.

"Bisa, pasti bisa. Percayain aja sama Jay, dia kan jago debat walaupun debatnya sama orang yang lebih tua dari dia." Tangan Sunghoon bergerak untuk mengusap pelan punggung Jake. Ia tau saat Jake datang tiba-tiba dengan raut panik karena kondisi ibunya yang menurun, padahal kemarin masih baik-baik saja. "Beliau bakal siuman kok, lo yang tenang dulu."

"Gimana mau tenang, Hoon? Kalo misalkan ibu pergi gue udah ga punya siapa-siapa lagi." Jake resah, ia menenggelamkan wajahnya di antara tumpukkan tangan.

"Tapi kan lo ga perlu bayar mahal-mahal lagi kalo ibu lo一"

"Apa tadi lo bilang?"

"E-enggak. Ga jadi." Sunghoon berhenti mengusap punggung Jake kemudian merutuki dirinya setelah berbicara tanpa berpikir terlebih dahulu. Kepalanya menoleh ke arah lain seraya mengusap tengkuk, Sunghoon merasa hawa disini mulai berubah secara bersamaan ketika tersadar kalau ia sudah berada di rumah sakit selama hampir empat jam.

Empat jam hanya untuk menunggu seseorang terbangun dari pingsannya. Niat sekali.

Sunghoon sengaja menemani Jake sekaligus untuk membayar biaya pengobatan ibunya. Yang jelas, kartu hitam yang saat ini Sunghoon pegang adalah milik temannya, yaitu seorang lelaki bernama Jay Park. Kalau Sunghoon? Dia mana mungkin punya kartu hitam diusianya yang sekarang.

Detik kemudian di tengah-tengah lamunan Sunghoon, suara nada dering yang berasal dari ponsel miliknya mengalihkan atensi mereka. Merogoh saku celana lalu melihat siapa yang menelpon. Jake yang lamunannya dibuyarkan pun ikut menoleh ke asal suara. "Siapa?" Tanya Jake. Lelaki itu langsung mengarahkan pandangannya ke tulisan yang tertera di layar ponsel.

"Jay." Jawab Sunghoon kemudian ia segera menekan tombol hijau tersebut. "Halo?"

"Niki berhasil gue bawa balik." Di seberang sana Jay terkekeh senang dengan suara gesekan antara alas kaki dan juga aspal yang ikut masuk ke dalam indera pendengaran.

Sunghoon bingung. Kalau Jay 'orang punya' kenapa tidak memesan taksi atau sejenisnya? Sementara itu Jay berjalan kaki untuk menuju jalan pulang. Ada yang tidak beres.

Tapi tidak sekarang. Waktunya belum tepat untuk menanyakan hal remeh seperti itu, Sunghoon pun menyalakan speaker agar Jake juga dapat mendengar suara Jay dari telepon. "Gimana caranya lo bisa bawa balik si Niki?" Sunghoon bertanya.

"Jadi awalnya tuh gue sempet debat sama kolot-kolot itu, tapi mereka keras kepala pengen bawa Niki balik. Yaudah gue kasih duit aja biar diem." Jay menjelaskan secara singkat, namun Sunghoon tau. Dibalik penjelasan yang singkat, terdapat perjalanan yang panjang. Jika saja Jay sudah diajak untuk berdebat, lelaki itu akan menghabiskan lebih dari dua jam hanya untuk mengutarakan seluruh perkataan yang menurutnya benar. Kalau tidak berhasil? Segepok uang akan ia keluarkan untuk dijadikan pilihan akhir. "Hebat kan gue?" Sambungnya.

Antara membanggakan diri dan menyombongkan diri eleven-twelve. Itulah Jay.

"Terus... Niki lo bawa kemana?" Sunghoon kembali bertanya, sedangkan Jake hanya menyimak.

"Tadinya sih gue mau ngajak dia makan dulu, tapi dia pamit pengen buru-buru pulang ke rumah. Udah kangen kasur soalnya. Gue ajakin pulang bareng tapi doi nolak, yaudah jadinya Niki pulang sendiri."

"Terus sekarang lo pulang sendiri?"

"Iyalah! Lo gak denger nih gue lagi jalan kaki?" Sunghoon mendengar suara sendal berbahan dasar kulit yang sengara digesek-gesekkan oleh Jay. Sementara itu Jake yang sedari tadi menyimak hanya mendengus ketika tau apa yang sedang dilakukan Jay sekarang, benar-benar absurd.

"Gue ke toilet dulu." Ucap Jake seraya beranjak kemudian meninggalkan Sunghoon sendiri di depan ruang rawat. Sunghoon tidak peduli, ia masih terdiam setelah mendengar jawaban dari Jay.

Seketika dahi Sunghoon mengerut. "Lo jalan kaki? Kenapa gak pesen taksi aja? Tumben banget." Sungguh, Sunghoon sangat penasaran karena tindakan Jay yang tidak seperti biasanya. Setahu Sunghoon, Jay tidak ingin menunda waktu, Jay akan memilih cara tercepat, begitu juga saat Jay berpulang ke rumahnya.

"Gue jalan kaki sekalian nyari Jungwon. Dia gak ngangkat telpon gue dari tadi. Padahal pas gue lagi debat sama orang tuanya Niki, doi masih ada. Tapi sekarang ngilang, gak tau kemana." Lagi-lagi Sunghoon terdiam, membuat Jay berdecak karena merasa penjelasannya tidak di respon apapun oleh lawan bicara. "Udah lah, gue matiin ya. Bai bai..."

Namun, Sunghoon tidak sadar kalau Jay sudah mematikan teleponnya. Ia masih mencerna baik-baik omongan Jay barusan.

Beberapa detik kemudian Sunghoon mulai bergerak sesuai apa kata hatinya. Di dalam pikiran lelaki itu terdapat pertanyaan yang terus berputar. "Apa gue harus bertindak sekarang?" Tetapi pertanyaan Sunghoon hanya bisa dijawab oleh dirinya sendiri, ia akan melakukan apapun sesuai hatinya yang memutuskan.

:.。o○ Given Taken ○o。.:

Di lain sisi. Seorang lelaki terus melangkahkan tungkainya menuju lokasi utama, tak lain adalah ruang rawat. Di tengah kegelapan ia berjalan seorang diri seraya melihat-lihat beberapa poster dan hiasan yang tertempel di dinding. Menelusuri sebuah lorong rumah sakit yang teramat sepi. Lelaki itu tampak tak takut sama sekali, karena ia sudah terbiasa berteman dengan kegelapan dan juga kesepian.

Jungwon bersenandung kecil dengan tangannya yang masuk ke dalam saku celana. Biar keren katanya.

Ia sengaja pergi ke rumah sakit untuk melihat keadaan teman-temannya, yang tak lain adalah Jake dan juga Sunghoon. Namun sudah berkali-kali Jungwon melewati lorong-lorong dengan cahaya minim, ia sama sekali tidak menemukan kedua temannya tersebut. Apakah mereka sudah pulang? Pasalnya ini sudah jam sembilan malam. Apa mereka tidak bosan berlama-lama di rumah sakit?

Prang!!

Jungwon tersentak saat bunyi pecahan kaca memasuki gendang telinganya. Tentu saja ia mendengar suara pecahan itu, disini sangatlah sepi, jadi dengan mudah Jungwon mendengar sesuatu sekalipun jaraknya jauh dari posisinya saat ini. Jungwon kan jadi penasaran.

Kakinya kembali melangkah dengan gestur yang lumayan cepat, ia berjalan ke asal suara untuk mengetahui siapa yang telah memecahkan kaca di rumah sakit. Bisa jadi ada seseorang tak sengaja menjatuhkan barang yang terbuat dari kaca, tapi kalau ternyata yang menjatuhkannya bukan manusia bagaimana?

"L-loh一" Perkataan Jungwon terpotong ketika melihat sesuatu yang berada di hadapannya sekarang.

Banyak cipratan maupun genangan darah yang mengotori lantai rumah sakit, gumpalan asap tipis membuat pandangannya sedikit kabur, serpihan kaca menyebar dimana-mana, disertai seseorang yang tergeletak tak bernyawa dengan keadaan terduduk sekaligus tempat asal darah-darah tersebut menyebar.

Jungwon tersentak untuk kedua kalinya setelah mengetahui fakta bahwa一

"KAK SUNGHOON ABIS NGAPAIN?!"

一seseorang itu adalah Jake, dan Sunghoon pun terdapat di samping lelaki itu dengan tangannya memegang vas bunga berbahan kaca yang sudah pecah separuhnya.



***

inget, nethink itu gak baik

Given Taken || Enhypen [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang