Part 3 [Kecelakaan]

200 18 0
                                    

Guyuran hujan menyambut penghuni gedung C3-120 yang baru selesai kuliah ESDAL bersama bu Amanah. Terlihat wajah-wajah bosan, lelah, dan marah mendominasi mahasiswa EP A 2016 karena usai kuliah disambut guyuran hujan lebat hingga menyulitkan mereka untuk pulang.

"Anjir, gue nggak bawa payung" teriak Hesti heboh tetapi tidak berhasil menandingi suara derasnya guyuran hujan diluar sana.

"Hesti, diem! Kamu teriak-teriak juga nggak bakalan bikin hujannya langsung berhenti jadi nggak usah..."

"Wulandari" suara berat yang terdengar asing itu berhasil membuatku menelan kembali perkataan yang hampir keluar guna menimpali gerutuan Hesti, Genta.

"Ya?" jawabku kikuk menatapnya yang saat ini telah berdiri menjulang di sebelah kiriku, kali ini aku duduk dipojok kiri kelas ruang C3-120 yang sekat antar bangkunya sempit, hanya cukup untuk lewat satu orang, jadi posisi paling baik untuk kami adalah aku tetap duduk dan dia berdiri.

"Mau ngerjain tugasnya kapan? Minggu depan aku sama Malik nggak bisa"

"Arina? Aku ngikut aja maunya kapan" ditatap Genta itu berasa dipelototin karena matanya agak belo, ditambah sorot mata datar tak terbacanya, sempurna buat bikin bulu kudukku berdiri tegak layaknya peserta upacara.

"Yaudah kalau gitu nanti kamu yang tanyain dia ya, sekalian buat grup, nanti malem kita bahas" perintahnya sebelum berlalu dengan senyum tipis setelah menepuk bahuku pelan.

Tenang-tenang, itu cuman Genta bukan gebetan jadi jangan deg-degan dan bertingkah berlebihan Wulan!

"Ekhemm~ cie cie cie, sekelompok sama... hahaha"

Kampret, baru diginiin aja udah di cie-ciein gimana kalau lebih? Eh. Wulan sadar! kamu kan nggak suka Genta jadi jangan baper cuman gara-gara cie-cie ala anak SD dari Diyah!

"Disenyumin lagi" Sarita, saudara kembar beda orangtuanya Diyah tentu saja tidak akan sudi ketinggalan buat ikut-ikutan meledeku, asem.

"Shhht... brisik kamu Di, orang kita sekelompok ya wajarlah" jelasku panik sampai mengguncang bahu Diyah dengan heboh.

"Ya santai dong! Sakit tau" protesnya dengan bibir mengerucut sebal.

"Ya habisnya kamu ngeselinsih. Dahlah aku mau pulang aja, yuk Hes"

"Lo mau ujan-ujanan, Wul?" tanya Hesti begitu menghampiriku yang sudah berdiri di lorong ruang C3-120 yang penuh mahasiswa menunggu hujan reda.

"Enggaklah, aku bawa payungkok"

"Terus menurut lo gue gimana, bu? Ujan-ujanan gitu? ogah"

"Ya kita joinlah, nggak usah bertingkah manja gitu deh. Kamu mau nginep disini?"

"Lo amnesia apa katarak? Lo nggak liat badan gue segede badak gini?"

"Ya.."

"Pake payungku aja" Genta dengan gaya lempengnya mengulurkan payung lipat berwarna navy itu ke arahku.

"Hah? Nggak usah, kalau dipenjemin ke aku, kamu pulangnya nanti gimana?" tolaku kikuk, ini orang maksudnya apa coba, deket enggak main nawar-nawarin minjem payung segala, kesannyakan aneh. Mana anak-anak lain pada ngeliatin lagi, malu euy.

Pemandangan langka kali ya Genta ngajak ngomong cewek duluan, cewek yang deket sama diakan cuma Sofia yang jelas bucinnya Friski, Amel yang diragukan jiwa wanitanya, sama Manda yang terkenal lagi LDR sama pacarnya. Selama inikan temen deketnya cuma Dika dan akhir-akhir ini lagi lengket sama Burhan, beda tipislah sama aku yang temennya juga cuman seadanya ini.

"Aku mau ke PKM sama Dika jadi payungnya nggak kepake, kalian pake aja daripada tasku berat"

"Thanks Ge" sambar Hesti yang langsung menarikku menjauh begitu saja tanpa pamit apalagi lambai-lambai manja.

"Kok kamu main ambil gitu aja sih, Hes? Kamu yang balikin besok!" semburku jengkel begitu kami keluar dari pintu kecil yang biasanya disebut pintu doraemon oleh anak-anak FE UIS.

"Kan yang dipenjemin elo wul, jadi lo yang balikin besok" tekannya dan berlalu tergesa-gesa menembus derasnya bulir air yang jatuh dari langit.

"Hesti kampret, jadi orangkok nggak bertanggung jawab. Bodolah, pokoknya aku nggak mau" protesku keras berusaha menyejajarinya yang setengah berlari menghindari kubangan air meninggalkanku jauh dibelakang.

Maklum saja, diantara kami berenam hanya aku yang terlahir dengan tubuh mungil yang tingginya tak lebih dari 155 cm dengan berat 45 kg, sementara tinggi Hesti 160 cm dengan berat 61 kg, Dea tingginya 165 cm dengan berat 56 kg, Nita 162 cm dengan berat 53 kg, dan terakhir Utari tingginya 158 cm dengan berat 65 kg. Biarpun Utari bilang jarum timbangannya udah bergeser ke kiri sebanyak 3 garis tapi tetap saja tidak kelihatan karena bentuk tubuhnya masih sama, sehingga banyak yang tak percaya dengan perkataan Utari yang terkesan hanya khayalan semu.

"Hesti, aku lupa ngajak si Nita sama Utari, gimana nih?" teriakku panik begitu menyadari jika aku lupa mengajak pulang teman baikku yang lainnya, maklum arah Rumah Deana berlainan dengan kami berempat sehingga tidak bisa pulang bersama.

"Dah pada gede biarin aja, lagian juga nggak bakalan nyasarkok. Buruanlah, makin deresnih!" teriak Hesti tetap mempertahankan langkah lebarnya menghindari genangan air.

Dasar Hesti, nggak punya rasa setia kawan biarpun yang dia bilang benersih tapikan yaa.. udahlah lagian juga terlanjur nyampe sini paling besok cuman kena omel dikit. Batinku bergegas mengikuti langkah lebarnya yang berjalan kesana-kemari menghindari aliran air dari atas, maklum saja posisi jalan menuju kosan kami memang menanjak.

====

Walaupun hujan telah usai hingga menyisakan gerimis tipis dan jalanan basah serta beberapa lubang genangan air dijalan tapi hawa dingin tetap terasa menusuk tulang sehingga makan malam yang tepat untuk kali ini adalah mie instan. Tapi sayang, stokku habis jadi terpaksa keluar sama Hesti demi sebungkus mie instan untuk makan malam.

"Seblak keknya enaknih Wul" kata Hesti begitu motor berhenti didepan minimarket dekat kos kami.

"Kamu mau beli seblak? Yaudah aku nitip seblak campur level 5, biar aku yang beli mie instannya, kamu mau nitip berapa? "

"Dih, kok gitu? mending lo aja yang antre seblak biar gue yang beli mie instandeh"

"Kan yang bawa motor kamu Hes, dahlah kamu mau nitip mie berapa? Buruan! Dingin tau"

"Tapi lo nanti yang nyamperin gue kesana, ogah gue kalau disuruh jemput lo disini biarpun cuma beda beberapa meter. Mana nyebrangnya susah lagi kalau jam segini, macet"

"Iya, ntar aku yang nyamperin kamu kesana, mau nitip mie berapa?"

"Mumpung promo beliin mie goreng 5 sama mie kuahnya 5 yang biasa ya, duitnya minjem lo dulu" katanya mulai membelokan motor bersiap menyebrang jalan yang ramai lalu lalang kendaraan, pemandangan lazim ketika kegiatan perkuliahan telah dimulai.

Tak butuh waktu lama bagiku untuk membeli mie instan pesanan Hesti yang kuyakin saat ini tengah bersungut sebal karena mengantre beli seblak di depan Stadion Merdeka yang terkenal enak. Kutolehkan kepalaku ke kanan-kiri menunggu jalan lenggang dari lalu lalang kendaraan yang ramai di malam dingin usai diguyur hujan hampir 3 jam, sejak sore tadi.

Brak~

Terlihat sebuah motor Beat Street berwarna hitam tergeletak dipinggir jalan tak jauh dari posisiku berdiri menunggu lalu lalang kendaraan lenggang. Seorang pria tergeletak di bahu jalan dan tengah dibantu beberapa orang untuk duduk ditrotoar jalan tak jauh dari lokasi kecelakaan itu.

Kayak kenal, batinku melihat pria berkemeja putih bermotif garis-garis hitam dengan ransel hitam serta gantungan anime yang cukup familiar menurutku.

Genta! Batinku berteriak begitu melihat wajahnya yang tanpa sengaja menoleh kearahku berdiri kaku menunggu jalanan lenggang. Begitu sadar dari kekagetanku cepat-cepat kuhampiri Genta yang saat ini terduduk dipinggir trotoar dikerumuni beberapa orang.


~ Anetarilasss ~

Heart AttackWhere stories live. Discover now