Part 5 [Go Publik]

184 21 0
                                    

Kurasakan punggungku terbakar didalam ruangan yang suhunya 18˚C karena menjadi pusat perhatian dari 51 pasang mata penghuni gedung L2-301. Dalam dunia perkuliahan telat 5 menit sama dengan menantang maut, seperti yang kualami kini. Duduk di kursi panas, untung dosennya nggak killer, tapi tetep aja nggak nyaman karena lokasinya disebelah Genta.

Duduk didepan sebelahan sama Genta, pas! pas buat jadi bahan bercandaan dan cie-cie menjengkelkan, kuyakin nggak lama lagi, batinku menghela nafas berat.

"Perasaan daritadi kalian lirik-lirik sebelah kiri terus ada apasih?" Bu Rida yang memiliki watak ramah dan dikaruniai wajah cantik biarpun pernah melahirkan sebanyak tiga kali, berhasil memusatkan seluruh fokus kami agar tertuju kepadanya.

"Ada yang go public bu"

Nah kan bener, baru juga dipikirin udah mulai aja si Diyah ni.

"Go publik? Kurang modal ya?"

"Yee.. si ibu, bukan go public perusahaan bu, tapi tuh yang didepan pake baju zebra" Noval kampret, batinku menundukkan kepala berusaha menyembunyikan wajahku yang sebentar lagi akan tersorot mata-mata kurang ajar.

"Baju zebra? Kalian ngomongin apasih? Ibu nggak ngerti"

Ini ibu-ibu juga kenapa kepo bangetsih, pulang momong anak ajalah sana. Kayaknya semester ini dosaku bakalan overload, maafkan Wulan Ya Allah, soalnya mereka nyebelin banget jadi kalau nggak dikatain suka bikin senewen.

"Kanan ibu tuh yang duduknya dempetan pake baju garis-garis"

Sabar-sabar, orang sabar disayang pacar, eh. Lupain! Gebetan aja nggak punya gimana bisa ada pacar? Orang sabar dosanya ditanggung Diyah pikirku menghibur diri yang kuyakin setelah ini menjadi sasaran bully berkedok godaan.

"Pacaran tah, kirain ada perusahaan swasta yang mulai go publik. Emang kenapa sama mereka? Sebelumnya pacaran gaya griliya?"

Asem, emangnya jaman penjajahan pake dikatain griliya segala.

"Kok griliya bu?" Hesti penghianat.

"Iyalah, biar pas keluar permukaan udah punya rencana buat menangkis sindiran-sindiran berbau guyonan dari kalian"

Lah apalagi ini?

"Udah-udah, kasihan itu mbaknya mukanya udah merah banget kayak cabe setan. Ada yang mau ditanyakan dari penjelasan saya sebelumnya?"

Inikah yang namanya pembelaan berunsur pembullyan terselubung? Udah tahu kalau muka merah biasanya disembunyikan dari pandangan orang sekitar, ini kenapa malah dikoar-koarin? Dasar bu Rida nggak peka.

"Nggak ada bu" jawab beberapa suara dengan kompaknya.

"Alhamdullilah, lagian kenapa juga saya tanya? Jawabannyakan pasti nggak ada, oke, selamat siang, wassalamualaikum wr.wb" tajam sekali mulutmu bu, untung aja udah selesai jadi pada adem bae disindir-sindir begitu.

"Kok ninggal? Mau kemana?" tanyaku begitu melihat Hesti, Anita, Dea, dan Utari melengos melewatiku setelah mengorbankanku duduk di bangku keramat, deretan depan sebelahan sama Genta, kombo killer.

"Nyari J-Hope lokal, biar kita coupleannya satu geng kayak di novel-novel gitu. Kalau lo doang yang punya pacar ntar kita-kita cuman bisa gigit jari, ngenes"

Lama-lama kusleding itu mulut nyinyirnya Hesti, padahal dia tahu kalau aku nggak ada hubungan apa-apa sama Genta karena hampir selama weekdays waktuku habis bersamanya, satu kos, satu rombel, satu aliran, dan juga satu grup ghibah, kurang apa lama apalagi coba? Temen rasa kembaran ya gini bentukannya.

"Halah gayamu Hes, tungguinlah!" ini kenapa pake nyelip segalasih resletingnya, nggak tahu sikon bangetsih rusaknya, batinku fokus menarik-narik resleting yang macet.

"Lah? Hesti kampret" gumamku begitu menyadari mereka sudah tidak terlihat eksistensinya, hanya menyisakan beberapa orang yang sibuk dengan gawainya masing-masing termasuk lelaki disebelahku.

"Mau keluar bareng?" tanyanya yang berhasil mengalihkan perhatianku dari kolom chat bersama teman-temanku yang kompak bercentang satu semua.

Asem, pasti mereka sengaja pada matiin datanya atau emang pada nggak punya kuota data. Tapi, rasanya mustahil karena mereka semua kaum sosmed yang susah jauh barang 1 menit dari dunia maya.

"Hah? Nggak, aku lagi libur jadi kamu kalau mau keluar, keluar aja" maksudmu apa Wulan? Batinku begitu menyadari memberitahukan hal yang seharusnya tidak perlu, Wulan bego.

"Emangnya keluar cuman buat sholat dzuhur aja? Kantin yuk, ada yang mau aku omongin"

"Apa? Mending disini aja" kalau mau ngomong tentu lebih nyaman disini yang sepi orang daripada Kantin yang pasti penuh di jam makan siang seperti ini, aneh.

"Yakin, mau disini? Pak Dani kan mulainya nanti jam 1.30 dan sekarang baru jam 11.35 loh. Liat, udah pada keluar tuh, tinggal kita berdua"

Mati aku, ogah banget berduaan sama si Genta, bisa-bisa mereka semakin heboh kalau tahu kita berdua doang nunggu di kelas ini. Mending di Kantin, siapa tahu bisa ketemu sama Hesti dan kawanannya, jadi suasananya nggak bakalan ngeri-ngeri sedap kayak disini.

"Yaudah, yuk ke kantin" gumamku terpaksa.

Tebalkan kupingmu, buang urat malumu dan abaikan bisikan setan berkedok teman.

=====

"Kamu mau pesen apa?" tanyanya begitu kami mendudukan diri di bangku tengah kantin yang tersisa.

"Hah? Emm... es jeruk tanpa gula aja" gumamku ragu.

"Nggak makan? Yaudah, kalau gitu aku pesenin gado-gado aja buat makan siang kita" katanya dan berlalu menuju warung pojok yang menjual gado-gado.

Ini maksudnya apa? aku sengaja nggak pesen makankan biar nggak lama sama dia , ini malah dipesenin gado-gado, mana kalau makan, aku lama pula. Haahh... lagian Nita manasih? Apa mereka makan di warung bu Dewi, kantin belakang ya? Biasanyakan Nita mageran, dan lebih milih mojok disini sendirian. Batinku jengkel setelah mengedarkan pandangan berharap menemukan sekelompok gadis yang berlabel temanku tapi malah bertemu pandangan menyelidik dari beberapa pasang mata yang tidak kukenali sama sekali.

Emangnya mereka pada kenal aku ya? Nggak mungkinlah, kan aku bukan tipikal anak organisasi apalagi pengejar prestasi. Tapikan si Genta mantan anak Hima, entah dia terkenal atau nggak tapi tetep aja dia mantan anak organisasi yang kemungkinan besar jaringan temannya banyak dan bisa jadi terkenal, diakan juga punya muka yang lumayan sedap dipandang.

"Ciee... yang mulai go publik padahal baru semalem deket" Arafah kampret, bisa-bisanya aku betah sekamar sama nih orang, jadi nyesel pernah kenal.

"Dari semalem ya? Kok lo nggak cerita-ceritasih, Wul. Kan kaget tiba-tiba duduk sebelahan mana pake baju couple lagi" Ana nakal, batinku jengkel mengamati senyum menggoda yang terpampang nyata dari Arafah, Ana, Bella, Ayu, dan Febri.

"Apasih kalian? Enggak ya, couple apaan? Kalian kira ini drama korea? Kan udah kujelasin semalem Fah, ngapain kamu jadi ikut ngeledekin gini?" jengkelku menanggapi senyuman lebarnya itu, kudoain giginya kering.

"Eh, udah dateng tuh, yuk pergi. Bye, Wulandari Al Fahreza. Nggak usah takut tikungan tajam karena pasangan lu kayaknya tipe bucin karatan" teriak Ana yang berhasil membuatku menjadi pusat perhatian.

"Anaa.." teriaku tertahan karena takut semakin menjadi pusat perhatian dari beberapa pasang mata yang masih betah curi-curi pandang.

"Nih, makan dulu, habis ini ada yang mau aku omongin"

Gentaa... nggak tahu sikon bangetsih, kenapa nggak nyingkir dulu? malah ngasih gado-gado pake senyum lebar gitu lagi, padahal image dia selama ini buat kebanyakan orangkan dingin, bukan ramah dan lemah lembut gini. Batinku meringis ngeri, jengkel, malu, takut, bingung pokoknya campur aduklah, apalagi orang-orang yang sebelumnya cuman berani curi-curi pandang sekarang malah melotot tajam, mati aku.

Kalau gini caranya mereka bakalan yakin sama opini soal Go Publik nggak jelas itu, padahal kita nggak ada hubungan sama sekali kecuali teman serombel. Hhh... semoga aja dia nggak pernah jadi anak organisasi hits, biar aku nggak jadi bulan-bulanan banyak orang batinku penuh harap menatap sepiring gado-gado dihadapanku dengan hembusan nafas berat.


~ Anetarilasss ~

Heart AttackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang