Part 20 [Pilihan Hati]

96 5 0
                                    

Suasana mencekam dan mendebarkan akan selalu menjadi pemandangan yang biasa ketika mata kuliah Alat Analisis Ekonomi pada hari kamis setiap jam 07.00-09.30 wib di ruang C6-232. Terletak di ujung bangunan membuat ruangan ini memiliki aura horor ditambah dosen untuk matkul ini killer bin psikopat, combo mematikan.

Datang ontime, fardu a'in hukumnya dan tidak mengenal toleransi keterlambatan. Pertanyaan mematikan disetiap jeda perkuliahan, belum lagi jumlah mahasiswa yang tidak lebih dari 37 di ruangan seluas 9 x 6 m, kedip aja keliatan apalagi nguap sampe ketiduran, auto deportasi dari kelas. Kuliah modelan begini lebih nyeremin dari jadi peserta uji nyali.

"Kalian bentuk kelompok jumlah anggotanya 5 orang dan HARUS CAMPURAN. Ingat, ini bangku perkuliahan bukan pondok pesantren! Buat analisis data menggunakan metode ECM, minggu depan presentasi. Jumlah variabelnya 5 saja"

Jika biasanya begitu ulitamtum tugas kelompok keluar kami akan berubah menjadi ibu-ibu rebutan diskon akhir tahun, berbeda ketika jamnya Pak Rian, semua orang tetap fokus menatap layar proyektor yang bahkan layarnya sudah berubah menjadi biru.

Mana berani bersuara, nguap aja mati-matian ditahan padahal itu hal manusiawi yang susah dikendalikan, nyatet aja perlu curi-curi waktu biar nggak menarik perhatian tuh dosen buat dapet pertanyaan jebakan, serba salahlah kalau jamnya pak Rian. Mau duduk depan, belakang atau tengah sama aja, berasa jadi objek penelitian yang pergerakannya diawasi tanpa kedip.

"Maaf pak, ijin bertanya. Datanya dari bapak atau cari sendiri, pak?" tanya Diah begitu dipersilahkan pak Rian yang mengangguk merespon acungan tangannya.

2 jempol buat Diah, salah satu mahasiswa bimbingan pak Rian yang nampaknya sudah kebal dan tahan banting dengan intimasi mendebarkan dosen itu. Sebenernya aku udah was-was tentang data ini kalau disuruh nyari sendiri, susah. Takut datanya bolong apalagi gaib, alias nggak ada dan nggak terdeteksi, ambyar tenan.

"Saya punya data pendapatan perkapita, sama ekspor-impor daging ASEAN, jadi 2 variabel lainnya kalian cari sendiri ya"

Laillahaillalah Muhammadarrosullulah, batinku begitu kalimat perintah yang diucapkan dengan nada santai itu tertangkap runguku. Ini bapak satu punya label killer bin psikopat jangan juga menambah label nggak berperikemahasiswaanlah, maruk amat.

"Baik pak" setengah iklas dan menahan sebal, suara kompak kami menyahuti tugas dari pak Rian itu.

"Cukup untuk kuliah hari ini, karena saya yakin tidak akan ada pertanyaan dari muka-muka suram kalian itu, jadi selamat pagi" pamitnya dengan nada menyebalkan dan berlalu cepat meninggalkan kelas yang mulai gaduh dengan keluhan kami.

Kuhela nafas berat begitu Pak Rian keluar ruangan dengan langkah ringan tanpa beban padahal mahasiswanya pada keliyengan membayangkan tugas yang diberikannya secara cuma-cuma.

Biarpun killer begitu tapi Pak Rian tetap memiliki fans karena memang supel dan juga murah hati, buktinya anak-anak moneter yang jumlahnya sama dengan satu tim sepak bola itu dapet traktiran pizza cuma-cuma. Tapi kalau dipikir-pikir wajarsih, bersebelas doang ditraktir 3 loyang pizza juga udah cukup buat pesta pora, lah anak regional? Bangkrut dosennya kalau nraktir, 5 loyang jelas kurang.

"Hesti, gabung ya" Celetuk Nita mengaggetkanku yang tengah merenungkan tugas yang datangnya keroyokan.

"Mau sama siapa aja emang?" Tanya Hesti sangsi kalau akan berhasil membuat kelompok 5 orang campuran.

"Wulan, ajak Genta gih!" Perintah Nita seenaknya.

"Kok aku? Ajak aja sendiri" Protesku tak terima dengan perintah Nita itu.

"Kan elo yang deket sama dia, Wul. Dah, sana! Ntar keburu dibooking orang, tapi kalaupun udah dibooking pasti lebih milih elo sih Wul, lo kan juara dihatinya" Hesti kampret.

Heart AttackWhere stories live. Discover now