Part 9 [Bulan]

114 11 0
                                    

Kuhela nafas berat melihat lalu lalang kendaraan di depan Freesia Bloom Café ini. Jangan berpikir aku tipe mahasiswa yang hobi ongkang-ongkang kaki di kafe sekedar melepas penat setelah jam perkuliahan penuh keluhan usai, aku tipikal mahasiswa kupu-kupu yang lebih menyukai tidur untuk melepas penat daripada nongkrong gak jelas.

Suara berat khas milik Genta berhasil mengagetkanku yang tengah sibuk menggulirkan laman instagram "Kok diluar? Bang Chandra belum dateng ya?"

"Nggak tahu, aku baru nyampe" balasku pelan padahal aku sudah berdiri tegak disini hampir 15 menit.

Janjiannyasih jam 8,tapi Genta kelihatan wujudnya pas jarum panjang udah di angka 3, sementara orang yang dipanggil Sofia dengan sebutan mas Chandra malah nggak tahu kabarnya karena di chat nggak ada eksistensinya.

"Yaudah tunggu di dalem aja yuk, diluar dingin" ajaknya ramah mempersilahkanku berjalan lebih dulu.

"Udah ada ide?" tanyanya begitu kami duduk di bangku pojok dekat pintu masuk.

"Belum, karena tiap ada ide pasti di komen Hesti kalau itu lebih masuk ke kasusnya anak publik. Kalau proyek pariwisatakan ya susah" jawabku lesu lengkap dengan helaan nafas berat.

"Emang kamu sebelumnya ada ide pake proyek apa?" tanyanya dengan wajah datar seolah tak berminat padahal nadanya kentara kepo sekali, aneh.

"Pembangunan rusunawa, pembangunan jalan tol, pembangunan RSUD, sama pembangunan YIA"

"Aku juga kepikiran mau make pembangunan YIA atau pake proyek kereta YIA kan bisa juga"

"Iyasih, tapi mas Chandra setuju nggak? Kalau proyeknya regional transportasi"

"Tunggu dia nongol dulu aja ya, katanya tadi lagi otw dari kos temennya. Kamu udah makan? Mau aku pesenin apa?"

Jangan baper, jangan baper, jangan baper, Wulan! dia perhatian karena emang kamu temennya bukan karena alesan yang lainnya.

"Nggak usah, aku udah makankok tadi"

"Aku pesenin frappuchino aja kalau gitu ya?"

"Aku nggak minum kopi" spontan kuteriakan kalimat penolakan itu begitu melihatnya mengangkat bokong.

"Oke-oke, kalau gitu mau apa? nggak mungkinakan kamu di kafe tapi cuman diem nungguin bang Chandra yang entah kapan sampainya" katanya dengan senyum terkulum menahan tawa karena memang reaksiku berlebihan dan terkesan memalukan.

"Coklat panas aja" jawabku terpaksa, kalau ditawarin teruskan sungkan, soalnya dia keliatan niat banget buat mesenin.

"Ada lagi?"

Ini orang maunya apasih? Emang kalau di kafe cuman mau nugas doang nggak boleh? Kalau iya mending nugasnya di kampus aja, nggak usah disini. Batinku jengkel melihat senyum lebarnya itu.

"Nggak, aku udah kenyang jadi itu aja. Makasih ya" balasku singkat berharap orang yang di tunggu segera datang dan mengakhiri sesi menunggu berdua ini.

Kalau menurut soundtracknya Heart series yang dinyanyikan Acha Septriasa, berdua lebih baik, aku nggak setuju. Berdua sama Genta itu rasanya nggak enak, sungkan, risih, malu, bingung, deg-degan, mual, pusing, keringat dingin, jengkel, sebel dan lain-lain, intinya nggak enak, udah itu aja.

"Hai" suara berat yang sangat kuharapkan kehadirannya akhirnya terdengar tak lama setelah Genta pergi memesan makanan. Kating yang dipanggil Sofia dengan panggilan mas Chandra, membuatku terdoktrin untuk menirunya juga.

Dengan senyum lebar penuh rasa syukur kubalas sapaan ringan darinya yang saat ini memakai hoodie hitam polos lengkap dengan celana jeans dan sepatu kets warna hitam "Ya, hai".

Heart AttackDonde viven las historias. Descúbrelo ahora