PART 11 [Kebetulan Mendebarkan]

108 10 0
                                    

Suara bising lalu lalang kendaraan di depan halte Fe UIS nampaknya tak berhasil membuyarkan lamunan seorang gadis berambut panjang terurai layaknya putri raja itu, Wulan. T-shirt makrab berwarna putih, skinny jeans hitam, flatshoes hitam tak lupa ransel berukuran cukup besar berwarna merah menemaninya menunggu BRT yang akan mengantarkannya pulang ke rumah.

Wulan memang berasal dari kota sebelah jadi nggak heran, setiap akhir pekan menemukan dirinya duduk diam di depan halte seperti ini untuk pulang ke rumahnya. Hampir 30 menit dirinya duduk diam seperti orang kehilangan harapan di halte itu, padahal bis yang seharusnya dinaikinya sudah lewat sebanyak dua kali, efek ngelamun. Sampai akhirnya sebuah suara berat yang mulai menjadi momok menakutkan baginya berhasil menarik kesadarannya.

"Mau kemana?" tanyanya pelan tapi menurutku terasa diteriakan menggunakan Toa Masjid, bahkan tanpa sadar aku sudah berdiri tegak dan memasang sikap defensif.

"Hah? Pulang" gumamku lirih entah terdengar olehnya atau tidak tapi yang pasti aku sudah menjawabnya.

"Inikan baru minggu pertama kuliah, masa udah pulang lagi?"

Ni orang sewot bangetsih, lagian pulang minggu pertama atau terakhir kuliahkan nggak dosa, yang penting nggak bolos kuliah. Lagian aku mau pulang kapan itukan hakku dan nggak merugikan pihak manapun, kenapa dia sewot? nyebelin.

"Iya" jawabku sambil lalu dengan fokus pada chat dari Hesti yang baru saja kusadari.

-----------

HestiNu

Online

--------------

Udah balik? Dompet lo ketinggalanih

-------------

Mati aku, lupa lagi.

-----------

HestiNu

Online

--------------

Udah balik? Dompet lo ketinggalanih

Hes, tolong anterin ke halte depan fe sekarangdong. Aku masih disini

-------------

"Kenapa?" entah sejak kapan tapi setiap mendengar suaranya pasti jantungku nyut-nyutan.

"Hah? Em... dompetku ketinggalan" jawabku tanpa mau mengalihkan pandangan pada kolom chatku dan hesti yang hanya terdapat checklist dua biru, diread doang, asem.

"Mau diambil dulu? Aku anterin, yuk"

"Hah? Nggak!" teriaku berlebihan bahkan terlihat alisnya yang menyatu heran.

"Emm.. maksudnya ini lagi dianterin Hesti kesini"

Maluuu... Wulan bego, kalau mau nolak biasa aja dong! nggak perlu bertingkah kayak gini, malu-maluin aja. Batinku dengan kepala menunduk dalam dan mengabaikan tatapan aneh orang-orang sekitar.

"Atau mau pinjem uangku dulu?"

"Nggak usah, Hesti udah otw kok"

"Kapan? Busnya udah dateng tuh. Yuk, Kalau nggak ikut ini, nanti nunggu 15 menit lagi loh"

"Hah? Nggak papa, kamu duluan aja lagian aku juga nggak lagi buru-buru kok" tolakku pelan takut terdengar orang lain yang saat ini mulai berdesak-desakan berdiri di depan pintu masuk halte agar bisa naik bus lebih dulu.

"Kalau gitu aku temenin" jawabnya enteng tapi berhasil membuat aliran oksigen ke paru-paruku tersendat, mati aku.

"Wulandariman.... a?" teriakan dengan suara khas Hesti yang nampaknya tertelan kembali itu berhasil menyalakan alarm tanda bahayaku

Medey-medey, kenapa Hesti munculnya nggak daritadisih, kalau ginikan rumor yang semula cuman dihembuskan si Malik bisa-bisa diperbesar sama nih ratu drama, mati aku.

"Thanks Hes" teriak Genta yang tiba-tiba menariku menaiki bus yang pintunya akan tertutup karena penumpang sudah naik semua dan di Halte hanya tersisa kami bertiga.

Belum sempat rasa kagetku hilang,kini ditambah sopir bus yang tiba-tiba mengerem lantaran menghindari serobotan pengguna sepeda motor ugal-ugalan. Bencana, karena gara-gara itu, tubuhku semakin menempel sama Genta yang juga berdesak-desakan denganku di lorong tengah bus.

Tangan kanan menggenggam pegangan bus, tangan kiriku mencengkram bahu Genta karena terdesak penumpang belakang dan takut jatuh. Sementara tangan kiri Genta, sengaja atau tidak, melingkari bahuku erat seolah menjagaku dari desakan rusuh penumpang yang tidak kebagian tempat duduk.

Astaughfirullahaladzim, semoga jantungku masih sehat, otakku masih waras dan imanku nggak oleng, amin. Ini posisi perasaan syahdu bangetsih, mana jalannya semulus permukaan bulan pula, jadi makin nempel deh kita.

"Dompetnya kukasih nanti deket halte kamu turun ya" bisiknya di telinga kiriku yang membuat bulu kudukku berdiri tegak.

Tadi aja jantungku udah kebat-kebit karena rangkulannya sekarang menuju kolaps karena bisikannya. Kayaknya bisikan Genta lebih berbahaya daripada setan penggoda, bisa bikin nyawa anak orang melayang.

Kuanggukan kepala singkat merespon pernyataannya itu karena tidak mampu mengeluarkan suara sepatah katapun.

Apa ini, sensasi yang dirasakan kating waktu sidang skripsi? Rasanya lebih mendebarkan daripada detik-detik menunggu pengumuman SBMPTN keluar, padahal cuman dirangkul Genta bukan dicium, eh. Wulan nyebut! Rasa-rasanya sekarang aku mulai hobi mengobrol dengan diri sendiri hanya untuk memaki jiwa jablay yang baru kusadari eksistensinya.

"Kamu nanti turun dimana?"

Astaughfirullah, jantung tenang bentar napa? bikin susah napas kalau lu mompa darahnya sekuat Rossi narik gas motornya, lagian ini si Genta kenapa cerewet banget sih? Nggak tahu apa kalau ada anak orang yang kewarasannya mulai goyah karena hobi merutuki jiwa jablay dan imajinasi liarnya, asem.

"Depan perumahan Permai Abadi" gumamku setelah berhasil mengatur nafas dan fokusku yang mulai kabur.

"Sama berati" gumamnya enteng tapi sukses membuatku tersedak air liur yang tidak seberapa.

"Kamu nggak papa?"

Astaughfirullahaladzim, ini orang syaraf pekanya kemanasih? Itu tangan kenapa gampang banget elus-elus punggung krempengku yang kata Hesti nggak menarik karena kebanyakan tulang. Yang ada nih batuk gegara keselek liur bukannya berhenti tapi malah semakin menjadi sampai ketemu malaikat Izroil, mana diliatin sama penumpang lain pula, malu.

"Hhh.. ya" kujawab seadanya dengan harapan tangan bertuahnya itu bisa secepatnya menyingkir dari tubuhku biarpun maksudnya baik tapi efeknya itu nggak baik buat kesehatan jantung dan kewarasan akalku.

Kenapa aku merasa seolah kebetulan ini janggal, ya? Hampir 3 tahun ini aku kuliah di UIS, pulang-pergi naik kendaraan umum sejuta umat, BRT tapi baru kali ini bisa ketemu sama dia. Anehkan? Kenapa konspirasi alam semesta mempertemukan kami baru terjadi sekarang? setelah asumsi tidak berdasar manusia-manusia yang ditakdirkan menjadi teman serombelku hampir 3 tahun lalu itu merebak.

Kenapa nggak dulu-dulu, sebelum asumsi tak berdasar itu mulai membesar dan membekas dibenak mereka yang juga beraliran sama? Mana tadi Hesti liat pas aku ditarik Genta ke Bus yang sudah penuh, terutama lorong belakang yang khusus wanita jadinyakan aku nggak bisa menghindar. Lorong depan juga sudah berjubelan manusia bergelantungan di pegangan bus demi bisa sampai tujuan dengan tariff yang ramah untuk kantong mahasiswa.

Entah berapa lama perjalanan penuh cobaan ini berakhir tapi yang pasti rasanya lama banget, karena biasannya ketika aku mengumpulkan niat buat menjelajah mimpi selalu buyar karena keburu nyampe tujuan. Kenapa sekarang rasanya sampe tanganku yang dipaksa merentang tinggi di pegangan bus ini kesemutan, tapi nggak nyampe-nyampe?

Ini kutukan apa doaku terkabulnya terlambat? Biasanya aku berdoa nyampenya lama, biar bisa merasakan nikmatnya tidur diruang berAC, BRT. Maklum di rumah adanya Angin Cemilir bukan Air Conditioner. Kalau benar ini kebetulan aku cuman bisa pasrah dengan alur ciptaan Sang Ilahi, tapi kalau ini doaku yang selama ini baru terkabul, sekarang bakalan kuganti.

Semoga Bis ini segera sampai dan ini jadi pertemuan terakhir kami diluar jam kuliah dan tuntutan tugas, amin.

~Anetarilasss~

Heart AttackOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz