-3-

340 39 2
                                    

3 bulan berjalan dengan suasana rumah yang semakin sepi. Tidak ada lagi kecupan dan tawa terdengar dari dalam rumah Renjana. Tidak ada lagi acara jalan-jalan ke pantai ataupun ke mall yang biasa mereka lakukan setiap pekan. Bunda Renjana yang senantiasa di rumah kini makin jarang terlihat. Setiap kali Renjana bertanya, ibunya hanya menjawab ada urusan penting yang harus cepat diselesaikan. Urusan yang tak pernah Renjana tahu sampai kini. Ayahnya sudah sepekan tidak pulang. Pamit terakhirnya mengatakan bahwa ia harus tugas dinas di luar kota yang membuatnya tak bisa pulang.

Dan hari ini, 4 April, tepat Renjana berusia 14 tahun. Setahun yang lalu saat-saat seperti ini mereka sedang bersiap. Bundanya sedang menyiapkan makanan kesukaan Renjana. Ayahnya sedang sibuk memanaskan mobil di depan rumah. Dan Renjana sedang excited memilih pakaian mana yang akan ia pakai untuk pergi ke taman bunga mengadakan piknik kecil-kecilan bertiga dengan ayah dan bundanya.

Tetapi hari ini berbeda, mungkin ayah dan bundanya sudah tidak mengingat hari itu. Bahkan mungkin mereka sudah lupa punya anak Renjana. Sekarang Renjana sedang menyiapkan kue. Kue yang ia beli di toko roti dekat sekolahnya. Kue black forest kecil untuk ia makan sendiri. Ia harus tetap bahagia karena Tuhan sudah berbaik hati memberikan kesempatan untuk terus ada di dunia hingga 14 tahun.

Ia letakkan kue itu di atas meja kecil di kamarnya. Satu buah lilin ia nyalakan. Perlahan ia memejamkan matanya memanjatkan satu persatu harapan-harapan baik yang ia inginkan didengar dan diaamiinkan oleh pemilik bumi. Harap terbesarnya agar hangat yang telah lama hilang dari rumahnya yang nyaman bisa segera kembali hadir. Perlahan air mata mengaliri pipinya yang lembut. Renjana rindu ayah dan bundanya. Renjana rindu pelukan mereka saat hari ulang tahunnya tiba. Renjana rindu masakan enak bundanya. Renjana rindu cerita-cerita lucu ayahnya. Renjana rindu mereka. Renjana ingin melihat mereka disini. Bersama merayakan hari istimewanya bertiga bukan justru pergi masing-masing seolah lupa dan abai akan anaknya.

"Sekarang terserah Mas mau berbuat apa. Terserah Mas memilih yang mana. Tapi satu hal yang harus Mas tahu, bahwa aku tidak pernah mau diduakan. Entah dengan siapapun itu. Entah apapun alasan yang Mas  beri," suara bundanya yang berhasil Renjana curi dengar saat ia tiba-tiba terbangun untuk minum di tengah malam.

"Aku butuh dia Rum. Aku butuh seorang yang bisa memberi aku solusi atas setiap masalah yang aku rasakan. Kamu terlalu bodoh Rum. Kamu nggak pernah bisa punya jawaban atas semua masalahku"

Renjana masih terpaku, telinganya terus ia lebarkan untuk mendengar semuanya. Tubuhnya bergetar hebat tapi ia hanya mampu membeku di tempat.

"Bagaimana aku bisa mencoba meringankan beban demi beban yang Mas rasakan kalau Mas tidak pernah cerita apapun. Aku sudah mencoba jadi istri sebaik yang aku bisa Mas. Aku sudah menuruti semua mau Mas. Untuk tidak bekerja. Untuk tidak lagi keluar rumah untuk bertemu teman-temanku. Untuk tidak lagi sering mengunjungi orang tuaku. Aku berusaha sebaik yang aku bisa. Tapi mengapa Mas justru bermain api di belakangku?" Bundanya marah. Namun suara marahnya terasa pedih didengar. Isakan kecil mulai terdengar.

"Kamu tidak akan pernah paham. Hanya dia yang punya jawaban atas seluruh yang ku bingungkan Rum. Semua ini sudah tidak ada jalan keluarnya. Lebih baik cepat kita akhiri saja. Aku sudah muak berpura-pura untuk membangun sesuatu yang sempurna di depan Renjana. Aku ingin segera kembali ke tempat dimana aku begitu bahagia. Ini semua neraka buatku," ucap ayahnya dengan tegas.

"Kamu hanya capek Mas. Ini semua hanya dampak dari pemecatanmu beberapa bulan yang lalu. Semuanya akan baik-baik saja. Kamu hanya perlu bersabar."

"Tidak Rum. Semua ini memang salah. Kita memang tidak seharusnya bersama. Memilihmu adalah kesalahanmu. Menikahi wanita dengan pendidikan rendah yang tidak punya apa-apa adalah kekeliruan yang sangat kusesali. Seandainya aku sejak awal memilih dia. Pasti aku tak perlu menderita akibat pemecatan ini. Aku tak pernah diPHK karena dia punya perusahaan yang bisa diandalkan hingga akhir hayat. Hidup denganmu hanya membuat ku perlahan jatuh miskin."

Satu persatu kata yang diucapkan ayahnya bak belati yang perlahan membunuh Renjana. Setelah kalimat itu Renjana sudah tidak bisa mendengar apa-apa lagi selain isakan ibunya yang semakin lama semakin menyayat hatinya. Pikirannya berkecamuk. Ia marah, sangat-sangat marah dengan semesta. Ia benci mendengar semuanya. Ia takut. Ia hilang arah. Dan yang bisa dilakukan hanya menangis dalam diam di dalam kamarnya. Semua kehidupannya yang penuh kebahagiaan harus berakhir. Seluruh mimpi indahnya berganti dengan mimpi buruk yang ia benci. Ia benci dengan seluruh kata-kata manis yang ayahnya selalu ucapkan. Ia benci atas seluruh perlakuan istimewa yang selalu ayahnya berikan. Ia benci ucapan-ucapan kasih dan sayang yang ia dengar memenuhi seluruh penjuru ruang rumahnya setiap hari.

***
Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Mau tau dong gimana perasaan kalian baca part ini? Apakah ada yang kebawa perasaan jadi ikutan sedih kaya Renjana?✨

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)Where stories live. Discover now