-17-

128 18 5
                                    

"Gue juga jadi takut deh."
Bisik-bisik sayup terdengar di telinga Renjana. Teman-temannya sedang bergerombol entah membicarakan apa. Renjana sendiri masih sibuk menghabiskan makanannya di kursinya.

Sebentar lagi anak laki-laki akan kembali bertanding untuk memperebutkan posisi 3 teratas futsal classmeeting tahun ini. Musuhnya tidak bisa diremehkan. Bukan lagi anak kelas 10 atau sepantaran dengan mereka anak kelas 11. Namun, para senior kelas 12 IIS 1. Kelasnya para jagoan yang sangat ditakuti seantero sekolah. Tidak seperti di pertandingan-pertandingan sebelumnya wajah anak-anak kelas Renjana terlihat tidak bersemangat. Baik laki-laki maupun perempuan. Renjana dan teman-temannya sempat melihat bagaimana para seniornya tersebut bermain dengan begitu kasar di lapangan. Membabat seluruh lawannya dengan cara kekerasan. Hal tersebut yang membuat anak-anak kelas Renjana cemas dan khawatir atas keselamatan mereka. Bagi anak kelas Renjana classmeeting ini tidak mereka anggap sebagai sebuah kompetisi yang harus dimenangkan. Mereka hanya ingin bersenang-senang disini. Apabila akhirnya kemenangan bisa mereka bawa pulang, itu hanya menjadi bonus saja. Tapi hal tersebut berbeda dengan yang senior-senior mereka pikirkan. Pertandingan ini menyangkut nama baik mereka. Pertandingan ini bukan hanya apa yang terjadi di lapangan tetapi juga yang terjadi di belakangnya. Banyak alumni-alumni anak IIS yang telah lulus datang hanya untuk menonton pertandingan ini. Mereka berjudi dengan kemenangan yang akan terjadi. Maka mereka datang hanya untuk mengompori. Hanya untuk mengadu domba siapa saja yang berlaga disana agar jagoan yang mereka pertaruhkan memberi keuntungan.

"Ayo kita semua berdoa dulu. Semoga pertandingan siang ini berjalan dengan lancar dan selamat sampai akhir. Jangan ada yang sampai terbawa emosi. Main dengan sportif dan tenang. Menang dan kalah urusan belakang," pandu Kaesang sebagai ketua kelas memberikan petuah kepada seluruh anak buahnya.

Seluruh anak kelas XI IA 5 menundukkan kepala, berdoa kepada Tuhan agar diberikan kelancaran dan keselamatan untuk pertandingan yang akan segera dilaksanakan beberapa waktu ke depan.

"XI IA 5, BISA, BISA, BISA, LUAR BIASA," ucap mereka kompak.

Setelah melakukan pemanasan sebentar. Akhirnya peluit wasitpun berbunyi. Pertandingan dimulai. Anak-anak kelas Renjana sudah tidak berharap apapun di pertandingan ini selain keselamatan.

Bola digiring kesana kemari dengan begitu keras. Para senior itu mengincar anggota tim yang dilihatnya kuat. Dan itu berarti Kuncara dalam bahaya. Entah sudah berapa kali Kuncara terjatuh akibat jegalan kaki yang dilakukan tim lawan. Satu persatu kartu kuning dikeluarkan oleh wasit. Namun tim lawan tersebut seperti tidak peduli. Ia masih mengincar Kuncara dan beberapa anak yang punya potensi untuk mencetak gol di gawangnya. Hal tersebut terbukti karena sampai detik ini kedudukan 2-0 masih berpihak di tim kelas Renjana.

Tak lama kemudian peluit panjang dibunyikan oleh wasit. Pertanda pertandingan harus berakhir karena salah satu tim lawan yang sudah entah berapa kali melakukan kekerasan di tengah lapangan dengan begitu sadis hingga membuat kartu merah harus dijatuhkan. Sepanjang pertandingan tidak terdengar sorak sorai penonton seperti yang sebelum-sebelumnya selalu disuarakan. Lapangan tampak begitu mencekam. Para suporter dari tim kelas Renjana hanya sanggup meringis menahan tangis dan terus berdoa saat tim lawan membantai teman-temannya. Kini tim mereka dinyatakan menang tetapi tidak ada teriakan kebahagiaan disana. Mereka justru takut bagaimana jika kakak kelasnya tersebut marah dan tidak terima.

'Bug.....'

Terdengar suara bogem melayang di udara setelah sebelumnya mengenai wajah Kuncara. Kuncara tersungkur di tengah lapangan.

"Jangan sok-sokan deh jadi bocil. Sekarang baru tahu rasakan lo."

Suara itu terdengar di telinga Renjana. Para perempuan tim lawan mulai mencaci maki dan menghina teman-temannya. Renjana ingin memukulinya satu persatu. Tapi ia tahu apa prioritasnya sekarang. Ia harus segera menyelamatkan Kuncara.

TEMARAM (COMPLETED)Where stories live. Discover now