-21-

123 15 3
                                    

Sepulang dari lapangan futsal, Kuncara dihantui dengan perasaan aneh di hatinya. Ia sendiri tidak mengerti mengapa ia tiba-tiba menjadi badmood seperti ini. Mendengar Renjana dan Aksara tertawa berdua membangkitkan emosinya.

"Seharusnya lo ikut senang bukannya malah marah," ucap Kuncara pada dirinya sendiri.

Hatinya merasa tidak rela. Hatinya mengatakan harusnya dia yang tertawa bersama Renjana, bukannya Aksara. Tapi logikanya mengatakan sebaliknya. Logikanya mengatakan bahwa ia harus ikut bahagia melihat kedua sahabat baiknya tertawa berdua seperti itu. Sahabat yang selama ini rela membantu Kuncara dalam hal apapun. Dua orang baik yang berhasil ia temukan di bumi ini.

"Argh," erangnya kesal. Ia bingung harus bagaimana. Ia tak mengerti dengan semua ini. Benarkah Kuncara sebenarnya juga menaruh rasa yang sama. Kuncara berusaha menampik semuanya. Tapi ingatannya tiba-tiba menampilkan wajah Renjana yang sedang tertawa saat itu. Renjana yang sedang cemas melihat Kuncara terbaring di UKS.

"Kenapa sih harus Renjana. Kenapa sama orang yang tidak mungkin gue miliki," dia sedang marah. Marah dengan dirinya sendiri yang sudah dengan berani mencintai primadona sekolah itu.

Ia sebaiknya segera tidur, Renjana membuatnya gila.

Namun, bukannya tidur. Ia justru mengambil ponsel lalu membuka kontak Renjana.

'Jan'

Kuncara mengirimkan pesan untuk Renjana. Malam ini hatinya menang. Malam ini Kuncara diperbudak oleh sebuah cinta.

.

"Memang cocok sih Aksara sama Renjana. Aksara mungkin nggak seganteng Eren atau sekeren Raka. Tapi dia manis juga kok. Kulit putihnya itu uwu banget"

"Bener banget. Gue kalau jadi Renjana juga mau sama Aksara. Dia tu baik banget kali. Humoris juga. Pacarable banget pokoknya"

Suara anak-anak perempuan itu terdengar jelas di telinga Kuncara. Dalam hatinya ia juga membenarkan apa yang mereka katakan. Aksara memang pacarable. Bahkan mungkin patut diidolakan. Bukan hanya wajah yang tampan juga hati yang begitu sabar. Entah sudah seberapa menyebalkan dan merepotkan dirinya terhadap Aksara. Tetapi Aksara tak pernah sekalipun berhenti menemaninya. Justru selalu memberikan nasihat-nasihat untuknya meski kadang disampaikan dengan nada tidak santai.

Aksara memang cocok sekali dengan Renjana. Kuncara sadar diri. Kuncara mungkin hanya akan merepotkan hidup Renjana. Belum apa-apa saja, Kuncara sudah membuat Renjana menangis dua kali. Berbeda dengan Aksara yang baru kenal langsung membuat Renjana tertawa.

Tapi hatinya ingin Renjana. Sudah lama sekali tak ada lagi manusia perempuan yang sebegitu peduli dengan dirinya. Sudah lama sekali ia takut bercerita. Sudah lama sekali ia tak pernah punya semangat. Mengenal Renjana menumbuhkan semangat hidup baru. Semangat hidup untuk terus jadi manusia lebih baik agar Renjana bangga, agar Renjana senang melihatnya. Senyum Renjana jadi satu amunisi paling berarti saat ini.

Namun jika ada yang lebih baik untuk bersama dengan Renjana, ia bisa apa selain mengikhlaskan.

Kuncara juga tak punya keberanian lebih untuk menyatakan perasaannya. Rasa tau dirinya mengalahkan rasa cintanya.

.

"Pagii Kuncara," sapa Renjana saat Kuncara masuk ke dalam kelas.

Baru saja pikirannya sibuk membicarakan gadis itu. Panjang umur sekali dirinya langsung muncul menyapanya.

"Haii," jawab Kuncara sambil tersenyum. 'Semesta, jika memang Renjana tidak bisa dimiliki selamanya, tolong jangan buat dirinya semakin mempesona setiap harinya,' batin Kuncara dalam hati.

"Nih, aku bawa kue banyak hari ini. Bunda dapet kiriman dari saudara jauh. Teman-teman yang lain udah kebagian semua. Tinggal lo aja yang belum. Nih ambil yang banyak ya WKWKKW," Renjana menyodorkan sekotak kue yang tinggal sedikit. Kue yang terlihat begitu cantik. Namun tetap saja kalah cantik dengan Sang Pembawa menurut Kuncara.

"Kuncaraaa, nih ambil. Kenapa malah ngelihatin gue sih," ucap Kuncara. Renjana yang awalnya menerima tatapan Kuncara dengan hati senang. Namun sekian detik berlalu, Kuncara masih menatapnya. Jika diteruskan maka jantungnya bisa meledak di tempat.

"Makasih ya," ucap Kuncara sambil membawa beberapa kue di tangannya.

"Kun," baru saja Kuncara berniat duduk di bangkunya, Renjana kembali memanggilnya.

'Sial. Kenapa gue jadi deg-degan gini sih', batin Kuncara dalam hati.

Tanpa menjawab, Kuncara hanya berbalik badan menghadap Renjana. Kedua alisnya bertaut seakan bertanya mengapa Renjana memanggilnya.

"Lo gapapa? Ada yang mau lo ceritakan sama gue?" tanya Renjana khawatir. Tatapan Kuncara pagi ini berbeda. Ada sorot sendu yang lebih kuat di dalam sana. Renjana yang menyadari itu langsung menanyakan pada orangnya. Namun Kuncara hanya menggeleng dengan tersenyum.

.

"Kun, lo beneran lagi gapapa? Ada masalah? Ada yang jahat lagi sama lo?" Renjana terlalu khawatir dengan Kuncara. Hatinya tidak mau tenang jika makhluk kesayangannya ini masih terlihat menyedihkan, jika dia belum memastikan bahwa Kuncara benar-benar baik-baik saja. Atau setidaknya Kuncara mau cerita tentang masalahnya, siapa tahu Renjana bisa memberikan solusi.

"Gue baik Jan, sangat-sangat baik. Kenapa dari pagi lo tanya kaya gitu terus? Ada yang kelihatan nggak baik-baik aja ya sama diri gue?" ucap Kuncara tak mengerti. Kuncara semakin gila dengan sikap Renjana yang terlalu peduli padanya.

"Tapi Kun sorot mata lo itu bicarain hal yang beda dengan yang keluar dari mulut lo. Mata lo beneran nggak bisa bohong Kuncara. Lo beneran boleh cerita apa aja ke gue Kun. Jangan simpen semuanya sendirian ya. Hidup ini bakalan berat banget kalau lo terus-terusan berusaha kuat sendirian," ucap Renjana dengan suara bergetar. Renjana sendiri tak kuat menahan apa yang ia rasakan. Rasa sayangnya tumbuh menciptakan sebuah empati tinggi. Saat Kuncara merasa tidak baik-baik saja, energinya mampu hatinya rasakan. Meremuk redamkan tulang rusuknya.

"Hei Renjana. Gue beneran gapapa kok. Mungkin lagi capek aja, kurang tidur. Gue malah lagi seneng banget, dipeduliin berlebihan gini sama sahabat gue," sahut Kuncara. Tangannya menyentuh pipi Renjana lembut. Ia tidak bisa menahannya untuk waktu yang lebih lama. Ia benar-benar sayang dengan Renjana. Lewat seluruh peduli dan juga khawatir yang ia miliki, membuat Kuncara ingin membawa Renjana dalam pelukannya. Tapi ia sadar diri. Tidak seharusnya makhluk serendah dirinya memeluk seorang putri seperti Renjana. Ia hanya sanggup menyentuh pipi halus Renjana. Pipi yang sempat basah akan air mata berkat apa yang menimpa Kuncara. Akan lebih banyak air mata jika Kuncara memaksakan diri untuk memiliki gadis sebaik Renjana.

Renjana tak patut banyak bersedih. Ia harus bahagia. Ia harus hidup penuh tawa.

Sentuhan tangan di pipi Renjana menciptakan debaran kencang di jantungnya. Kuncara masih tidak mau mengatakan padanya, alasan ia bersedih hari ini. Ia justru mengatakan sesuatu yang membuat debaran kencang di jantungnya. Dan dengan perlahan tangan kuat itu sampai di pipinya, mengusapnya lembut. Renjana ingin memeluknya. Renjana ingin Kuncara menyalurkan seluruh beban yang ada pada Kuncara ke dirinya. Kuncara tidak boleh merasakan semuanya sendirian. Renjana harus ikut merasakannya. Tapi Renjana tidak punya hak untuk melakukannya. Mereka hanya sahabat. Tidak lebih.

"Janji ya Kun, kalau ada apa-apa bilang," ucap Renjana saat mata mereka saling terpaut.

"IYA KOMANDAN, SIAP LAKSANAKAN WKWK," jawab Kuncara berusaha mencairkan suasana. Walaupun yang ada hanya hatinya yang terus mencair karena Renjana.

Renjanapun ikut tertawa mendengar candaan Kuncara. Renjana ingin Kuncara terus seperti itu. Lebih baik Kuncara mengeluarkan lelucon-lelucon garingnya daripada diam dengan mata sendunya itu.

Satu pelajaran baru yang Renjana dapatkan dari jatuh hati adalah hatinya juga ikutan jatuh kesakitan saat seorang yang ia cinta sedang merasakannya.

***

Hai, apa kabar kalian semua? Semoga selalu sehat dan bahagia ya 🥰

Gimana nih komentar kalian di part ini? Feeling-nya kena tidak ? 🙈🥺😂

Semoga kalian tetep betah bacanya ya ✨

Tetap ikuti cerita Renjana sampai akhir perjalanan ya ❤️🧡

Salam hangat author untuk pembaca kesayangan

TEMARAM (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang