-4-

312 32 1
                                    

Tidak perlu menunggu lama, seminggu setelah apa yang ia dengar itu, surat gugatan perceraian tergeletak di meja ruang tamu. Renjana sudah mulai terbiasa oleh perang dingin kedua orang tuanya. Namun perlahan perubahan besar mengubah kepribadiannya. Renjana yang dikenal sebagai gadis cantik yang santun, ceria, dan mudah bergaul kini berubah menjadi seorang yang pendiam dan juga penutup. Ia mulai jarang mau berbaur dengan teman-temannya. Di sekolahpun ia lebih banyak melamun dan berdiam diri daripada ikut teman-teman bercerita atau asyik bermain bersama. Banyak yang mencoba bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Renjana tetapi hanya dibalas dengan gelengan dan senyuman saja. Satu persatu temannya mulai memilih untuk meninggalkan Renjana karena Renjana semakin tidak seru menurut mereka. Pelan tapi pasti Renjana menjadi benci manusia dan seluruh kata-kata manis serta tingkah laku istimewa yang dalam pikirannya seluruhnya palsu. Semua manusia bertopeng dan suatu saat akan melepaskan topengnya dan berubah jadi monster buas mengerikan.

Meskipun kepribadian Renjana berubah 180 derajat namun tidak dengan penampilan fisiknya. Ia masih menjadi Renjana seorang gadis yang dianugerahi wajah dan tubuh yang cantik oleh Tuhan. Bahkan semakin menginjak usia remaja tubuhnya terus tumbuh mempesona. Kepribadiannya yang dingin, cenderung pendiam dan cuek justru mengundang banyak lelaki untuk menaruh hati. Mereka langsung jatuh cinta tanpa diperintah. Dingin dan kecuekaannya menciptakan rasa keingintahuan besar dan memacu mereka untuk terus berusaha lebih kuat demi merebut hati seorang Renjana.

"Jana ikut ayah saja ya sayang. Nanti kita bisa tinggal di rumah besar yang nggak jauh beda sama istana impian kamu", ucap Ayahnya di suatu sore.

Renjana bergeming. Ia hanya diam. Matanya terus menatap ke depan tanpa ingin menoleh melihat wajah ayahnya walau sekejap.

"Nanti kamu boleh minta apa aja. Kita bakal sering-sering jalan ke Mall, ke pantai, kemanapun yang Renjana inginkan", ayahnya terus merayu.

Sore ini tiba-tiba saja ayahnya muncul kembali di rumahnya. Setelah lama tak terlihat bahkan lama sekali tidak berbicara dengan Renjana. Tiba-tiba saja ia mengajak Renjana duduk bersama di beranda. Tentu hanya berdua.

"Jana sudah tidak percaya lagi dengan ayah. Jana kecewa. Jana benci. Ayah bukan ayah Jana yang selama ini Jana kenal. Ayah Jana cuma ada dan hidup dalam pikiran Jana. Ayah Jana nggak nyata, cuma ada dalam mimpi", ucap Jana tanpa menoleh.

"Janaa. Jangan bilang begitu Nak. Ayah sayang banget sama Jana. Semua yang selama ini kita lalui itu nyata sayang. Ayah tidak pernah membohongi Jana atas semua yang Ayah lakukan. Mungkin memang jalannya yang akan berbeda setelah ini. Namun sayang ayah dan semua yang Ayah lakukan untuk Jana itu tulus. Ayah ingin Jana terus bahagiaaa. Ayah ingin Jana jangan sampai menderita. Jadi, akan lebih mudah jalannya kalau Jana ikut Ayah. Kita bangun lagi istana kebahagiaan disana", saut Ayahnya sambil membelai lembut rambut panjang milik Renjana.

"Bahagia. Istana. Kasih sayang. Hidup lepas dari derita itu semua cuma omong kosong. Jana sudah tak lagi mempercayai semua itu. Percuma terus bahagia. Percuma hidup enak di dalam istana. Percuma saling sayang kalau pada akhirnya itu semua menyimpan kebohongan, saling menyakiti, saling berpura-pura hanya untuk menjaga terus sempurna. Jana lebih baik tidak pernah merasa disayangi daripada merasa jadi manusia istimewa dengan rasa sayang berlimpah tapi tidak nyata, tapi hanya suatu kebohongan"

"Jana tidak akan pernah pergi dari rumah ini meskipun istana itu sudah luluh lantah. Meskipun tabir kepalsuannya sudah lenyap. Meskipun seluruh hal baiknya sudah hilang. Jana hanya ingin terus ada di samping bunda selayaknya bunda yang selalu ada menemani Jana", ucap Jana sambil berlalu masuk ke dalam kamarnya. Mengunci kamarnya dan menangis sekuat tenaga. Meluapkan jutaan rasa sakit, kecewa, dan seluruh rasa takut dan tidak percaya yang sedang menimpanya.

"Jana ayo makan malam dulu", terdengar suara bundanya dari depan pintu kamarnya.

Setelah pembicaraan berdua dengan ayahnya tadi sore, Jana masih mengunci diri dalam kamarnya. Air matanya sudah mengering. Mungkin air matanya kini sudah tak tersisa lagi untuk mampu dikeluarkan. Kepalanya sedikit pusing karena kebanyakan menangis. Dadanya juga sedikit sesak ditimpa banyak realita pahit yang mau tidak mau harus ia telan.

Pelan, ia mengangkat kakinya untuk membuka pintu. Seberantakan apapun hatinya kini, ia tak boleh sampai merepotkan bundanya. Cukup sudah bundanya merasakan sakitnya pengkhianatan yang dilakukan ayahnya. Ia cukup menjadi anak baik untuk dapat membuat hati bundanya sedikit ringan.

"Loh Jan mata kamu kok bengkak begitu, ada apa? Ayah...", belum selesai bundanya berkata, Renjana sudah menyela.

Ia mengerti betapa beratnya mengucap kata itu untuk bundanya. Maka tidak perlu diperpanjang lagi.

"Jana nggak papa Bun. Ayo makan Bun. Jana udah laper banget",ucap Jana sambil tersenyum kepada bundanya.

Bundanya membalas senyuman Renjana. Melihat bundanya tersenyum membuat perih-perih yang tersisa dalam hati Renjana sedikit berkurang. Meskipun ia mengerti dibalik sebuah senyum itu entah seperti apa bentuk hati bundanya di dalam sana.

***

Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Maaf ya part-nya masih mengandung bawang, doakan Renjana bisa cepet kembali bahagia ya ✨

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)حيث تعيش القصص. اكتشف الآن