-11-

191 22 1
                                    

Malam itu tiba-tiba Renjana kepikiran Kuncara.

'Sedang apa Kuncara sekarang?'

'Apa yang ia dan adik-adiknya makan malam ini?'

'Apakah harinya berjalan berat?'

'Apakah sekarang ia sudah tidur'

Satu persatu pertanyaan keluar dari pikirannya. Pertanyaan yang tak akan bisa ia temukan jawabannya. Pertanyaan yang hanya bisa ia lamunkan seperti sekarang. Paling tidak, tidak sendirian tetapi dengan bulan dan bintang yang sedang bersinar terang di langit tempat ia menatap.

Di tengah-tengah kegiatan melamunnya itu, ponselnya tiba-tiba berbunyi. Satu pesan masuk muncul menghiasi pop up ponselnya. Satu pesan dengan satu kata di dalamnya. Satu pesan yang berasal dari nomor yang belum ia simpan. Ia curiga itu Eren, Raka, atau laki-laki yang dulu kerap menghubunginya kembali hadir. Ia buka pesan itu lalu beralih membuka nomornya. Saat ia scroll ke bawah ternyata ia dengan nomor itu berada dalam satu grup yang sama yaitu grup kelasnya tetapi di nomornya tersebut tidak tertera nama yang bisa ia kenali.

Renjana bukanlah tipe orang yang akan menyimpan seluruh kontak teman-teman kelasnya. Ia hanya akan menyimpan kontak mereka ketika mereka pernah saling berkomunikasi. Dan apabila mereka sama sekali tidak pernah komunikasi atau punya kepentingan maka ia tidak akan pernah menyimpannya. Hal tersebut dilakukannya terutama untuk anak laki-laki. Maka kontak ponsel Renjana hanya berisi anak laki-laki yang memang pernah punya urusan penting dengannya.

Karena pesan itu berasal dari anak kelasnya walaupun itu entah siapa. Ia bergegas membalasnya.

'Iya? Ini siapa ya?'

Satu balasan terkirimkan, karena ia terlanjur kepo jadi ia langsung bertanya saja dengan sang pemilik nomor.

'Ini Kuncara'

Sebuah balasan yang mencengangkan hingga membuat matanya terbuka lebar menatap layar ponsel. Ia curiga apakah Kuncara punya Indra keenam sehingga tiba-tiba saja muncul saat Renjana sibuk melamunkannya.

'Eh maaf Kuncara nomor lo belum gue save :) Btw ada apa chat malem-malem?'

Renjana berhasil mengirimkan pesan kembali meskipun dengan jari tangan yang bergetar tremor karena chat dari Kuncara.

'Gapapa Renjana, Sans :) Aku mau tanya, besok ada PR nggak?'

Aku.

Raut wajah Renjana berubah. Tidak biasanya Kuncara pakai kata-kata Aku. Biasanya juga gue seperti yang lainnya.

'Ada, Kun. Fisika ada PR disuruh ngerjain buku paket hal 29-30'

'Oh iyaaa, aku lupa. Terima kasih Renjana. Maaf mengganggu waktunya. Kalau nanti ada yang aku nggak bisa, apa boleh aku chat kamu lagi buat tanya?'

Kamu.

Semakin meresahkan saja chat Kuncara ini. Padahal hanya bertanya PR untuk besok tetapi sudah membuat jantung Renjana rasanya mau copot akibat bahasa yang digunakan.

Apa memang Kuncara terbiasa pakai aku-kamu kalau dichat, atau hanya dengan Renjana saja ia melakukannya. Renjana semakin gila sendiri memikirkannya. Kalau sudah begini pikirannya kemana-mana tidak bisa diajak diam.

'Boleh Kuncara. Dengan senang hati :)'

Pesan terakhir malam itu. Kuncara nyatanya tidak lagi mengirimkan pesan. Mungkin memang ia bisa mengerjakan tugasnya dengan mudah. Pesan yang ia kirim terbilang cuma sedikit dan tidak begitu penting juga. Tapi efeknya untuk Renjana begitu besar. Ia memikirkan beberapa kemungkinan mengapa tiba-tiba Kuncara bisa menghubunginya. Mungkinkah ia tau malam ini sedang ia lamunkan. Apakah ia sebetulnya selama ini merasa kalau sedang diperhatikan diam-diam. Apakah Kuncara ingin berteman dengannya. Apakah Kuncara memang lupa kalau ada PR. Tapi mengapa bertanyanya pada Renjana. Mungkin karena ia memang tidak punya teman.

Renjana berusaha memikirkan kemungkinan paling rasional walaupun nyatanya hatinya sudah kepdan terlebih dahulu.

Belum lagi ketikan Aku-Kamu yang tadi ia gunakan. Menambah pikiran baru di benaknya. Semua itu jadi bahan bakar barunya untuk menyalakan api yang sedang berkobar dalam hatinya menjadi tambah besar.

Sekarang sudah tidak ada Renjana yang punya benteng baja. Sudah tidak ada Renjana yang dingin sedingin bongkahan es kutub utara. Renjana sudah berubah jadi budak cinta sedikit tak rasional. Meskipun tak ada yang tahu segila apa Renjana saat ini.

Berkat pesan Kuncara tersebut, malam itu Renjana baru bisa tertidur tengah malam. Hati dan otaknya sibuk berkelahi memikirkan kemungkinan yang terjadi. Hingga akhirnya mereka lelah sendiri dan membuat sang majikannya tertidur di pukul 1 malam.

.

"Hari ini lo kelihatan bahagia banget kenapa Jan?" tanya Miranda, saat mereka sedang sibuk melukis di atas kanvas saat jam pelajaran seni budaya.

"Bener banget. Lihat tuh lukisan Jana yang biasanya cuma penuh sama warna hitam, putih, abu-abu, dan navy, hari ini pakai jingga sama merah muda segala," sahur Laura di samping kiri Renjana.

Renjana masih sibuk melukis sambil terus tersenyum. Efek pesan Kuncara masih terasa hingga pagi ini. Bedanya otak dan hatinya sudah tidak ribut lagi. Hanya tersisa rasa senang, punya kesempatan istimewa dihubungi Kuncara.

"Lo lagi jatuh cinta ya Jan? Siapa yang akhirnya bikin hati lo luluh?"perkataan Miranda membuatnya berhenti melukis. Suara Miranda yang tergolong cukup keras juga membuat banyak pasang mata anak kelasnya ikut mengarahkan pandangan ke arah mereka bertiga. Mereka sepertinya juga ingin tahu siapa yang berhasil meluluhkan hati primadona sekolah itu.

Seketika Renjana deg-degan, takut jika rahasia besarnya terungkap. Ia belum siap jika teman-temannya tahu. Ia ingin menyimpan seluruh perasaan dan juga resikonya sendirian. Seperti ini saja sudah sungguh berat apalagi ia bagi dengan mereka yang tak akan setuju itu.

"Apaan sih Mir. Sampai kapanpun gue nggak pernah mau ngrasain jatuh cinta atau apalah itu. Repot. Nggak mau deh pokoknya. Jangan mengada-ngada deh lo," jawabnya mengumpulkan seluruh kalimat untuk menutupi yang sesungguhnya terjadi. Renjana menjawab tanpa melihat mata yang diajak bicara. Ia bisa ketahuan berbohong apabila menatap mata Miranda.

Saat mengatakan hal tersebut, Renjana sedikit mencuri pandang Kuncara. Ingin melihat ekspresi yang ia tunjukkan. Tetapi Kuncara ternyata sedang asyik melukis dengan headset terpasang di kedua telinganya. Mana mungkin ia dengar apa yang Renjana katakan.

Setelahnya mereka bertiga kembali sibuk dengan lukisan masing-masing. Renjana masih sibuk melukis sebuah rumah di tepi sawah dengan langit jingga di atasnya. Tanpa ada yang tahu bahwa ia sedang melukis rumah Kuncara lengkap dengan kedua adik kembarnya yang terlihat bahagia bermain di taman bunga yang ia buat tepat di depan rumah itu. Laura dan Miranda juga tidak melanjutkan pembicaraan mereka. Mereka percaya-percaya saja dengan apa yang Renjana katakan karena sepengetahuan mereka saat ini Renjana memang masih sendiri bahkan sudah tidak terlihat lelaki-lelaki yang confess padanya.

***
Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)Where stories live. Discover now