-9-

220 24 12
                                    

Setelah peristiwa di parkiran waktu itu, Renjana dan Kuncara jadi sedikit akrab. Kalau akrab yang kalian pikir adalah sering mengobrol dan bercanda bersama. Maka bukan itu akrab versi Kuncara dan Renjana. Akrab yang dimaksud disini adalah, Kuncara sudah bisa lebih banyak mengeluarkan kata-kata kepada Renjana. Namun itu juga tergantung situasi dan kondisi yang mendukung. Saat kelas ramai penuh dengan siswa maka Kuncara tetap jadi manusia tanpa kata yang memilih terlelap daripada menghabiskan energinya untuk mengobrol atau bercanda seperti teman-temannya yang lain. Mungkin bagi teman-temannya Kuncara sudah dianggap tidak ada. Bisa saja lama kelamaan mereka terlupa kalau ada teman sekelasnya bernama Kuncara karena sifatnya yang sangat antisosial itu.

Renjana juga tidak punya inisiatif untuk mengajak Kuncara bicara lebih dahulu. Hatinya tidak bisa melakukannya. Berada di dekat Kuncara saja jantungnya bergejolak apalagi harus dengan berani memulai percakapan.

Sebetulnya Renjana ingin tahu lebih dalam tentang siapa Kuncara. Kuncara yang terlalu abu-abu itu menggugah hatinya untuk masuk dan mencari tahu. Satu dua kali Renjana mencoba sedikit bertanya pada kedua sahabatnya tetapi hasilnya mengecewakan.

"Apa sih Jan. Udah deh jangan deket-deket sama Kuncara"

"Iya Jan bener. Gue gak suka juga sama Kuncara. Setiap hari kerjaannya tidur melulu. Nggak punya teman lagi. Nggak seru banget deh jadi orang"

Kata Laura dan Miranda saat Renjana membawa nama Kuncara dalam obrolan mereka.

Laura dan Miranda terlihat sangat membenci lelaki itu. Bahkan mungkin bukan hanya mereka berdua tapi sebagian besar anak kelas MIPA 5. Sifat Kuncara yang lebih banyak diam, hanya mau menjawab setiap apa yang ditanyakan dengan kata yang singkat, enggan berpartisipasi dalam setiap acara sekolah, dan banyak sifat lain yang membuat teman-temannya jengkel. Renjana ingin mengelak atas ujaran benci teman-temannya terhadap Kuncara tersebut. Ia ingin memberi tahu bahwa Kuncaralah yang membantunya saat ban motonya bocor, Kuncaralah yang rela meminjamkan almamaternya untuk menutupi darah datang bulan Renjana, Kuncaralah yang membantunya mengeluarkan motor dari parkiran. Batinnya berkata Kuncara tidak seburuk kelihatannya walaupun seluruh teman-temannya terang-terangan membenci Kuncara.

Dengan anggapan buruk teman-teman mereka terutama sahabat terdekat Renjana terhadap Kuncara tersebut membuat Renjana memutuskan untuk menyimpan seluruh perasaannya sendirian. Ia tidak ingin dihakimi. Ia tidak ingin terus mendengar ujaran kebencian terhadap Kuncara terus digemakan di telinganya. Ia hanya ingin menganggap Kuncara selayaknya manusia. Kebaikan Kuncara tidak bisa dilupakannya begitu saja. Ia tidak akan mungkin langsung ikut teman-temannya yang lain untuk membenci Kuncara di saat Kuncara sudah banyak menolongnya.

.

Hari ini Laboratorium Biologi sudah ramai walaupun masih begitu pagi. Kelas MIA 5 kebagian jadwal praktikum hari ini di jam pertama pula. Maka mereka sibuk mempersiapkan peralatan untuk dipakai praktikum saat bel dibunyikan nanti. 15 menit berselang, bel masuk berbunyi. Semua anak sudah duduk rapi di kursi masing-masing. Tak lama kemudia Bu Ratna sebagai pengajar Biologi mereka masuk ke dalam kelas. Pelajaran di mulai dengan terlebih dahulu Bu Ratna mengabsen mereka satu per satu.

Kuncara Aditama.

Saat nama itu dipanggil. Tak ada suara yang muncul. Bu Ratna mencoba memanggilnya berulang kali sambil mengamati dimana keberadaan Kuncara. Apakah ia sedang tidak memperhatikan ataukah memang tidak ada di ruangan. Hingga 3 kali nama itu dipanggil namun Kuncara masih belum terlihat. Akhirnya Bu Ratna menyerah, mencoba bertanya pada anak-anak yang lain dimana keberadaan Kuncara apakah ia sakit atau ijin barangkali. Seluruh siswa kompak menggeleng tidak tahu. Kuncara tidak biasanya terlambat ataupun tidak masuk sekolah seperti sekarang ini. Apalagi ini tidak ada keterangan apapun. Walaupun ia adalah siswa paling pendiam yang tidak pernah bergaul dengan siapapun dan berpartisipasi untuk berbaur tetapi ia setiap hari rajin masuk. Bahkan datangnya terbilang cukup pagi dibandingkan yang lain.

30 menit pelajaran berjalan. Semua anak sudah sibuk dengan praktikumnya sendiri-sendiri. Mereka sedang tertarik menggunakan mikroskop untuk melihat jamur-jamur dari beberapa makanan yang mereka bawa.

"Permisi," suara seorang laki-laki mengejutkan mereka tak terkecuali Bu Ratna.

Kuncara terlihat sedikit pincang. Tetapi anak-anak yang lain tidak memedulikan atau sekedar bertanya.

Kuncara terlebih dahulu menghampiri Bu Ratna sepertinya menjelaskan alasannya baru datang setelah sudah 30 menit pelajaran berlangsung. Renjana masih terus mengamati interaksi mereka. Terlihat wajah Bu Ratna yang terkejut bercampur wajah prihatin. Tapi tak lama setelah itu Kuncara berjalan pergi dari hadapan Bu Ratna. Ia meletakkan tasnya. Lalu berjalan mendekat ke kelompoknya. Saat Kuncara berjalan mendekat ke arah siswa lainnya, Renjana melihat ada luka di tangan Kuncara dengan darah yang masih segar. Renjana meringis melihat luka terbuka itu. Sebenarnya apa yang terjadi dengan Kuncara hingga membuatnya datang terlambat dengan luka seperti itu. Renjana mulai khawatir. Pikirannya dan hatinya berisik sekali menyuruhnya melakukan sesuatu.

"Jan? Kenapa lo gelisah gitu?" tanya Laura yang kebetulan saat itu sekelompok dengannya.

"Eh nggak papa kok," jawabnya berbohong.

Sejujurnya ia ingin mengajak temannya untuk menanyakan keadaan Kuncara saat ini dan menawarkan diri untuk memberikan bantuan jika dibutuhkan. Melihat wajah sendu Kuncara dihiasi dengan rasa sakit tertahan sungguh mengganggu penglihatannya.

Renjana tak bisa terus diam. Renjana harus melakukan sesuatu untuk ketenangan hatinya. Akhirnya ia mohon ijin sebentar kepada teman-temannya dan Bu Ratna berpura-pura ingin pergi ke kamar mandi padahl sebetulnya ia ingin mengambil sekotak P3K untuk Kuncara. Luka itu tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Ia bisa saja infeksi dan membuat Kuncara lebih menderita lagi.

Renjana kembali dengan membawa obat merah kapas dan juga plester digenggaman tangannya. Ia mendekat ke Kuncara yang berada di pojok kelas terlihat menulis hasil praktikumnya. Teman-temannya terlihat sibuk masing-masing sehingga kehadiran Renjana tidak begitu terlihat dan dipedulikan.

"Cepet obatin lukanya nanti bisa infeksi," ucap Renjana singkat dengan menyodorkan apa yang dibawa ke dalam genggaman Kuncara.

Kuncara mengangguk tersenyum.

Setelahnya Renjana terus berjalan kembali menuju kelompoknya. Renjana ingin mengobati sendiri luka Kuncara tetapi itu tidak memungkinkan. Ia tidak ingin jadi pusat perhatian. Ia tidak ingin dihujani ujaran kebencian dan perintah menjauh dari teman-temannya. Ia hanya ingin menghilangkan apa yang mengganggu hati dan pikirannya jika yang dilakukan hanya diam saja.

Sampai di meja kelompoknya, Renjana kembali menoleh ke arah pemilik mata sendu itu. Ia mengamati bagaimana Kuncara debgan hati-hati mencoba mengobati lukanya sendiri.

Tak lama kemudian Kuncara ikut mengangkat kepalanya, membalas tatapan mata Renjana lalu menggumamkan kata terima kasih yang terasa begitu tulus disuarakan lewat mata dan mulutnya. Renjana membalasnya dengan tersenyum. Tersenyum lega bercampur bahagia dan detak yang tak biasa sedang bergemuruh dalam jiwanya.

***

Hai kawan-kawan, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia dimanapun kalian berada ya 🥰

Jangan pernah berharap apapun di cerita ini yaa. Jangan pernah menaruh ekspetasi untuk apa yang akan terjadi kedepannya. Terus nikmati dan ikuti setiap langkah Renjana hingga akhir cerita ya ❣️

Jangan lupa tinggalin jejak baik vote maupun komen tentang kisah ini 💜🖤🤍

Salam sayang author untuk seluruh kawan-kawan tersayang ☺️

TEMARAM (COMPLETED)Where stories live. Discover now