-25-

113 15 7
                                    

"Kun, gue mau bicara," ucap Miranda memanggil Kuncara agar mendekat.

Renjana dan Laura sedang sibuk mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan. Kelompok Miranda dan Kuncara sudah selesai lebih dahulu, sehingga mereka bisa lebih awal kembali ke kelas.

"Iya Mir, ada apa?" jawab Kuncara mendekat.

"Lo tahu kan siapa Renjana dan siapa lo?" tanya Miranda sarkas.

"Maksudnya?" rasa tidak enak mengalir di tubuh Kuncara.

"Renjana tuh primadona sekolah Kun, dan lo nggak lebih dari sampah masyarakat nggak punya teman dan kehidupan. Jadi, lo nggak usah deh deket-deket sama Renjana lagi. Lo cuma bawa pengaruh buruk di hidupnya. Lo bikin dia jadi omongan karena deket sama lo. Lo mau buat Renjana menderita gara-gara kehadiran lo di hidupnya?"

Kuncara diam, tak mampu menjawab sepatah katapun. Ternyata seluruh yang ia pernah duga sebelumnya benar, ia memang hanya membawa malapetaka dalam hidup Renjana. Kuncara tidak marah, sama sekali tidak marah dengan Miranda. Miranda benar pikirnya. Siapa dia yang berani-beraninya ingin jadi pahlawan untuk Renjana. Siapa dia yang berani-beraninya dekat dan menaruh rasa dengan primadona sekolah itu. Miranda benar, ia hanya sebatas sampah masyarakat pembawa malapetaka bagi Renjana.

.
"Kuncaraa, mau puding coklat Renjana nggak? Tadi pagi gue coba-coba bikin puding coklat sendiri nih WKWKW. Nih, cobain," ucap Renjana mendekat ke bangku Kuncara menawarkan sekotak berisi puding coklat beragam bentuk.

"Maaf Jan, gue baru aja makan," jawab Kuncara langsung bangki dari duduknya dan meninggalkan Renjana berdiri sendirian.

Tidak biasanya Kuncara bersikap seperti itu dengan Renjana. Renjana juga tahu bahwa dari awal bel istirahat berbunyi tadi, Kuncara sama sekali belum makan apapun. Tapi, mengapa ia harus berbohong pada Renjana. Padahal puding ini dia bikin khusus untuk Kuncara. Namun, kenyataannya Kuncara tidak mau menyentuhnya sama sekali, melihatnya saja tidak.

'Apa mungkin Kuncara sedang ada masalah? Atau apakah ada manusia yang kembali jahat dengan dia?' batin Renjana dalam hati. Banyak pertanyaan yang berkelian di pikirannya. Kuncara tak mungkin bersikap demikian jika tidak ada pemicunya.
.

"Kun?" panggil Renjana.

Kuncara sama sekali tidak membalasnya. Kuncara tetap diam di tempatnya, terlihat tidak peduli dengan adanya Renjana di dekatnya.

Kelas sudah sepi seperti biasanya. Anak-anak kelas XII IA 5 seluruhnya sudah pulang, hanya tersisa Kuncara dan Renjana disana.

"Lo gapapa?" tanya Renjana mendekat ke bangku Kuncara.

Kuncara memakai headset. Namun, sebenarnya tak ada yang sedang berputar disana selain suara Renjana yang sedang berbicara.

Kuncara menunduk, ia tak mau melihat Renjana. Melihat wajah gadis itu hanya membuatnya merasa bersalah. Melihat wajah gadis itu membuat rasa yang ia miliki jadi lebih besar. Ia tidak akan pantas, tidak akan pernah merasa pantas. Bahkan hanya sekedar mengagumi Renjana.

"Kuncaraaa, ayo ngomong. Jangan diem aja. Bilang siapa yang jahat sama lo. Bilang sebenarnya lo ada masalah apa. Gue disini siap dengerin semua cerita lo Kun. Jangan simpen sendirian. Jangan diemin gue," ucap Renjana tak lagi sanggup menahan Kuncara yang terus diam.

Ia rindu Kuncara yang banyak bicara. Ia rindu kerecehan Kuncara. Ia rindu senyum dan tawa Kuncara. Ia benci Kuncara yang diam. Ia benci Kuncara yang seperti ini.

.

Mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Renjana, membuat hati Kuncara perih. Hati perempuan di dekatnya ini sangat baik, sangat amat baik. Hati itu pula yang membuat Kuncara ingin sekali memiliki Renjana. Hati itu yang membuat Kuncara yang sudah lama menutup diri akhirnya mencoba sedikit berani.

"Kuncaraa, gue ada salah ya? Marahin gue Kun. Maki-maki gue sekarang juga. Hina gue sepuasnya. Tapi tolong jangan diemin gue kaya gini. Ayo bicara Kuncaraa," Renjana mulai menyerah. Suaranya mulai bergetar.

Rasa perih ikut mengalir di dalam hati Kuncara. Suara parau Renjana mengiris hatinya. Andai ia pantas, andai ia adalah Aksara atau manusia lain yang jauh lebih baik. Maka peristiwa seperti ini tak akan pernah terjadi.

"Berhenti baik sama gue Jana. Berhenti peduli sama gue. Berhenti temenan sama gue. Anggep gue nggak pernah ada," ucap Kuncara sekuat tenaga mengucapkan kata-kata itu. Kata-kata yang tak pernah hatinya inginkan untuk keluar.

"Tapi kenapa Kuncaraa? Gue salah apa sama lo? Bilang Kuncaraa. Marahin gue sekarang. Marahin gue semau lo. Tapi jangan suruh gue untuk berhenti temenan sama lo Kuncara. Gue nggak bisa, nggak akan pernah bisa, karena gue gak mau," balas Renjana dengan mata yang terlanjur basah.

Kuncara kembali menunduk. Ia tak pernah mampu melihat Renjana menangis. Andai ia bukan sampah masyarakat seperti yang Miranda katakan, pasti dia akan membawa Renjana dalam pelukannya. Tak akan pernah ia biarkan gadis baik itu meneteskan air mata.

"Ayo Kuncara tatap mata gue, marahin gue, bilang sama gue apa yang membuat lo kaya gini. Katakan apapun yang buat lo mau terus temenan sama gue," ucap Renjana mengangkat wajah Kuncara.

Kuncara menatap mata Renjana, melihat mata gadis baik itu merah penuh air mata. Sialnya, pelakunya adalah dirinya. Seorang yang mengaku menyimpan rasa sayang pada gadis itu.

Kuncara tidak mampu, tidak akan pernah mampu. Matanya ikut berkaca-kaca. Melihat gadis yang ia cinta begitu tersiksa dan dirinya yang begitu lemah tak berdaya.

"Berhenti Renjana, berhenti," ucap Kuncara dengan mata berkaca-kaca.

Lalu Kuncara pergi dari hadapan gadis itu. Ia tak mampu lagi bertahan disana dengan waktu yang lebih lama. Ia harus pergi dari hidup Renjana. Apa yang ia simpan dan Renjana simpan tak selayaknya ada, tak seharusnya diciptakan. Renjana pantas dengan yang lebih baik, bukan dengan dirinya.

***

Halo semuanya, apa kabar? Semoga kalian selalu sehat dan bahagia ya 🥰

Part ini, part berat buat Renjana dan Kuncara 🥺

Tetep ikuti Renjana dan Kuncara sampai akhir perjalanan yaaa, semoga mereka segera bisa bersatu kembali 🥺

Jangan lupa tinggalin jejak vote dan komen ya ❤️💜💛

Salam hangat author untuk pembaca kesayangan 🌈

TEMARAM (COMPLETED)Where stories live. Discover now