1. The Beginning.

47.4K 2.2K 43
                                    

Venesia, Italia

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Venesia, Italia.

Hujan yang cukup deras menemani suasana berkabung, matahari mulai meninggalkan peradaban dan bertukar tugas dengan sang bulan. Satu persatu kerabat pergi meninggalkan kedua anak mendiang Mr. Pavlo, meninggalkan seorang perempuan yang masih terisak di dalam pelukan seorang pria yang tak lain dan tak bukan adalah kakaknya sendiri.

"Kita harus bisa menerima semuanya, Irina." Ujar Gregori Pavlo, pria berusia 25 tahun itu menghela nafas sambil menghapus air yang menggenang di sudut matanya. Ia harus kuat, demi sang adik dan demi sang ayah yang sudah pergi meninggalkan mereka.

"Percayalah, Daddy udah tenang disana. Jangan membuatnya bersedih melihatmu seperti ini." Gregori memberikan kecupan di puncak kepala adik tercintanya, Irina Jelena Pavlo.

Mau tak mau mereka harus kuat menerima kenyataan bahwa ayah mereka sudah pergi menghadap yang Maha Kuasa. Tidak ada lagi sosok ayah yang menopang mereka. Tidak ada lagi sosok ayah yang selalu mengasihi mereka.

Irina menghapus air mata yang mengalir di kedua belah pipinya, netra berwarna abu-abu indah miliknya menatap gundukkan tanah dimana ayahnya di kuburkan. Kemudian beralih menatap nisan yang tertulis nama ayahnya, Dimitri Pavlo.

Berat sekali untuknya menerima kenyataan menyakitkan seperti ini. Irina adalah sosok gadis yang sangat dekat dengan Dimitri, dia selalu menceritakan segala keluh kesahnya kepada sang ayah, pahlawannya.

Gadis berusia 20 tahun itu beralih menatap gundukkan tanah yang berada tepat di sebelah makam ayahnya, dimana ibunya di kuburkan pada 20 tahun yang lalu. Dimana pertama kalinya Irina hadir di dunia ini, begitu juga ibunya pergi meninggalkan dunia. Meninggalkan Irina yang harus menerima kenyataan pahit bahwa ia tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ibu.

Dan sekarang ia harus menelan pil pahit. Dimana ayahnya meninggal karena serangan jantung. Meninggalkan Irina dan Gregori. Mereka harus bisa melanjutkan hidup tanpa sosok figur orang tua.

Irina menenggelamkan wajahnya di dada Gregori, menekan semua rasa sakit yang ia rasakan. Ia harus bisa, Irina masih memiliki Gregori yang begitu menyayanginya. Ia harus bisa kuat demi kakaknya dan juga demi kedua orang tuanya yang saat ini sudah bersama di surga.

"It's okay, Irina. Aku tahu kau membutuhkan waktu. Take your time. Tetapi jangan terus menerus seperti ini." Bisik Gregori. Tangannya mengerang pelukan di sekitar bahu ringkih Irina. Memang sakit rasanya di tinggalkan oleh orang yang benar-benar kita kasihi. Lukanya tidak akan pernah hilang sampai kapanpun.

Irina memejamkan mata, berusaha mengatur pernafasannya yang tersengal akibat terlalu banyak menangis. Setelah itu ia menjauhkan wajahnya dari dada Gregori, menatap kakaknya sambil tersenyum sendu.

Gregori membalas senyuman itu, tangannya menghapus jejak air mata di pipi Irina. "Kita pasti bisa melewatinya, sayang."

Irina menganggukkan kepalanya, gadis cantik bersurai blonde itu melepaskan pelukan dan berjalan mendekat ke makam sang ayah. Irina mengusap makam ayahnya dengan penuh cinta, cinta yang tidak akan pernah hilang walau sang pemilik raga sudah tiada.

His Revenge [End]Where stories live. Discover now