3. Prison.

28.8K 1.9K 25
                                    

Tidak mungkin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Tidak mungkin.

Ini semua pasti hanya lelucon.

Irina tidak habis pikir mengapa ia bisa berada dalam situasi seperti ini.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi? Apa tujuan pria itu mengurungnya di tempat mewah tapi menyeramkan ini? Kehancuran? Kehancuran Irina?

Sungguh. Irina sangat tidak mengerti.

Ia ingin menghubungi Pattie tetapi ia tidak tahu di mana ponselnya berada.

Irina benar-benar tidak tahu harus bagaimana.

Suara baja bergesekan kembali terdengar, Irina menoleh dan mendapatkan pintu baja tersebut terbuka pada bagian bawahnya. Hanya menunjukkan sedikit celah.

"Permisi, nona." Suara seorang wanita mengalun disusul dengan sosok tersebut mengintip dari celah kecil tersebut, Irina terheran-heran dibuatnya.

Gadis bersurai blonde itu bangun dari duduknya dan berjalan menghampiri, Irina menundukkan tubuhnya. "Ya?" Dari sini Irina hanya bisa melihat mata sampai dagu wanita paruh baya itu, terlihat dari beberapa keriput yang sudah menghiasi wajahnya.

"Saya kesini untuk mengantarkan makanan." Wanita tersebut mengulurkan nampan berisi banyak sekali makanan melalui celah kecil tersebut, Irina mengambilnya dan meletakkan disisi tubuhnya.

"Silahkan dimakan nona. Jika nona membutuhkan saya, silahkan tekan tombol merah di sisi pintu." Irina mengalihkan tatapannya, benar saja di sisi pintu baja ini terdapat tombol berwarna merah. Apakah saat ini Irina berada di dalam penjara?

"Saya permisi, nona."

"Tunggu.."

Wanita paruh baya itu kembali menatap Irina, "Ada yang bisa saya bantu?"

Irina meremas ujung dress nya, "Dimana aku berada saat ini?"

Wanita paruh baya itu tidak menjawab, matanya terus menatap Irina. Irina menghembuskan nafas lelah, "Baiklah. Pukul berapa sekarang?"

"Pukul 8 malam, nona."

Irina menganggukkan kepalanya, "Bisakah aku keluar dari sini?"

Pertanyaan bodoh! Jelas saja wanita itu memilih untuk bungkam. Irina geram sekali melihatnya, tetapi ia tidak bisa berbuat apapun. Wanita itu tentu saja bekerja untuk pria bernetra biru safir itu, tentu saja sampai kapanpun tidak akan memihak kepada Irina.

"Siapa namamu?"

"Nona bisa memanggil saya Emily."

Irina tersenyum, "Terima kasih banyak, Mrs. Emily."

"Emily saja, nona."

Irina menggelengkan kepalanya tanda penolakan. Dan wanita paruh baya itu hanya bisa mengangguk. "Baik, nona. Saya permisi."

His Revenge [End]Where stories live. Discover now