Untuk setiap masa ada waktunya.
Hal itulah yang Irina percaya dalam kehidupannya.
Tuhan sudah menyiapkan semuanya dengan baik.
Baik penderitaan, tangis, tawa, duka, suka, bahkan kebahagiaan.
Semuanya sudah memiliki waktunya masing-masing.
Dan Irina percaya bahwa ia sudah sampai pada tahap dimana ia bersiap menerima kebahagiaan di dalam hidupnya.
Penderitaan yang ia lalui sudah terlewat. Tangisan yang menjadi sahabat nya setiap hari harus sudah berhasil ia lewati.
Sekarang Tuhan mempercayakan sebuah kebahagiaan kepada Irina. Dan tentu saja Irina akan menjaga dan memelihara kebahagiaan itu dengan sebaik mungkin.
“Para hadirin sekalian silahkan duduk.” Suara pendeta paruh baya itu terdengar. Berdiri di antara Fransisco dan Irina yang saling menggenggam dengan erat. “Kita berada disini untuk menyaksikan penyatuan sakral antara Tuan Fransisco Lonzo dan Nona Irina Jelena Pavlo.”
“Ikuti perkataan saya,”
Fransisco dan Irina mengangguk dengan tatapan yang masih terpaut.
“I, Fransisco Lonzo, take you Irina Jelena Pavlo, to be my lawfully wedded wife,”
“I, Irina Jelena Pavlo, take you Fransisco Lonzo, to be my lawfully wedded husband,”
“To have and to hold,”
“From this day forward,”
“For better,”
“For worse,”
“For richer,”
“For poorer,”
“In sickness or in health,”
“To love and to cherish ‘till death us apart,”
“To love and to cherish’till death us apart.”
Suara keduanya bersahut-sahutan dengan lantang, mengucap janji di hadapan para kerabat terdekat mereka, dan yang terpenting mengucap janji sehidup semati di hadapan Tuhan.
“Dengan ini kalian telah di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan yang begitu suci. Apa yang sudah di persatukan Tuhan tidak dapat di pisahkan manusia. Tuhan memberkati kalian. You may kiss the bride.”
YOU ARE READING
His Revenge [End]
RomanceIrina Jelena Pavlo dan Fransisco Lonzo. Bagai dua mawar berduri yang saling mencintai namun juga saling membenci. Cinta mereka nyata, namun dendam lebih berkuasa di atas segalanya. Merangkak penuh darah dengan diiringi deraian air mata. Tanpa keduan...